Mohon tunggu...
Fathul Muhammad AlFath
Fathul Muhammad AlFath Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Manusia asli Makassar, sangat tertarik terhadap air dari berbagai aspek, minat lainnya traveling, sepakbola, sejarah islam, Bioenergy, manajemen korporasi dan organisasi, dan lingkungan. Aktifitas sekarang setelah lulus dari Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor yaitu mengambil "batu" sebagai Auditor specialist Building di salah satu perusahaan Swasta Nasional. \r\nkunjungi di alfathnote.blogspot.com dan @FathMuhammad

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hijrah dan Fathu Makkah-nya Anak Perantauan

14 November 2012   23:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:21 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1352935169314805367

Belakangan ini dari berbagai media, seminar maupun diskusi. Banyak sekali cerita tentang kegalauan anak-anak perantauan (termasuk saya) yang bingung “apa dan bagaimana” setelah tujuan perantauannya tercapai. Karena Indonesia dan daerah-daerahnya, ternyata banyak memproduksi anak-anak perantauan.

Ternyata dalam sejarah, ada sebuah fakta besar yang berkaitan dengan hijrah. Dan mungkin bisa menjadi referensi bagi anak-anak perantauan Indonesia.

Hijrah dan Fathu Makkah

Seperti kita ketahui, Hijrah-nya Muhammad SAW adalah sebuah momen yang sangat bersejarah. Dari momen inilah terbentuk sebuah Negara madinah yang menjadi pusat kekuatan, pengajaran, dan pengembangan islam. Dari momen inilah tokoh-tokoh sekaliber Abubakar, Umar bin Khattab dan sahabat didikan Rasulullah lain dapat bebas berkarya. Berkat momen ini jugalah akhirnya, islam mendunia dan menjadi referensi bagi banyak ilmuwan di masa dulu dan kini.

Hijrah, mengisahkan pindahnya seluruh masyarakat muslim tertindas yang kehilangan kebebasan di Mekkah ke Yastrib (Madinah). Mengapa Yastrib? Karena di kota inilah masyarakat muslim diterima sebagai manusia, begitupun dengan islamnya. Akhirnya, setelah Rasulullah juga ikut berhijrah, dimulailah sebuah proses pengembangan islam dan penyempurnaan ajaran-Nya dibawah bimbingan Muhammad SAW.

Setelah islam menjadi kuat dan telah mendapat banyak dukungan dari masyarakat sekitar Mekkah. Maka terjadilah momen Fathu Makkah. Fakta ini mungkin jarang diceritakan, padahal Fathu Makkah tidak lepas dari momen Hijrah.

Fathu Makkah adalah momen kembalinya Muhammad SAW ke Mekkah dengan tujuan khusus untuk mendeklarasikan perbaikan. Perbaikan terhadap keyakinan dan moral masyarakat jahiliah di Mekkah. Dari momen ini, maka hancurlah semua berhala (patung dan sebagainya) di lingkungan kota Mekkah. Dari momen ini, hampir seluruh masyarakat mekkah yang dulunya jahiliah (terbelakang) akhirnya masuk islam. Dan dari momen ini pulalah, Mekkah dan masyarakatnya menjadi beradab dan semakin maju.

Anak-Anak Perantauan

Entah karena apa, banyak alasan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia untuk merantau. Apakah itu karena ekonomi, kesejahteraan, keluarga, pendidikan atau alasan apapun. Begitupun tujuannya, yang paling dekat adalah perantauan dari desa ke kota (urbanisasi), dari luar Pulau Jawa (Sulawesi, Kalimantan, Papua, Sumatera) ke Pulau Jawa, dan dari Indonesia ke luar negeri. Sehingga statusnya pun berbagai macam, yang paling banyak adalah sebagai mahasiswa/pelajar dan sebagai pahlawan devisa (TKI).

Secara tidak sadar bahwa kita (anak-anak perantauan) telah ber-hijrah, sesuai yang telah dilakukan masyarakat muslim Mekkah (Muhajirin). Dan dari berbagai sumber, banyak perubahan positif yang terjadi setelah merantau, dan mendapat apa yang menjadi tujuan perantauan masing-masing. Misalnya Ilmu pengetahuan, kekayaan (gaji yang besar), keluarga baru, dan sebagainya. BJ Habibie telah membuktikan, perantauannya mencari ilmu dari Pare-pare (Sulawesi Selatan) ke ITB (Bandung) dan Jerman telah membuahkan kesuksesan yang besar, contoh lain seperti Imam Syamsi Ali (Imam Masjid Islamic Center di New York, lulusan pesantren Gombara di Maros, Sulsel) yang merantau karena keinginannya berdakwah, atau penyanyi Anggun C. Sasmi yang justru semakin membintang setelah berkarya di Prancis. Dan masih banyak lagi contoh kisah anak-anak perantauan.

Kapan Fathu Makkah-nya?

Momen Hijrah, belum lengkap tanpa Fathu Makkah. Karena Hijrah memberi perubahan kepada “internal” sementara “Fathu Makkah” memberi perubahan “eksternal”. Maka, seharusnya kita (anak-anak perantuan) harus tetap ber-Fathu Makkah. Ketika sukses di negeri perantauan, itu belum cukup jika belum kembali untuk berkontribusi dan melakukan perbaikan di tempat asal (Indonesia maupun daerah masing-masing).

Memang pada realitanya, banyak kendala untuk melakukan “Fathu Makkah”. Terutama dalam hal pengakuan dan dukungan. Seperti kendala banyak mahasiswa lulusan luar negeri (terutama di bidang sains dan teknologi) untuk kembali ke Indonesia karena kurangnya dukungan finansial untuk penelitian saat bekerja sebagai ilmuwan. Padahal itu menjadi kekuatan utama. Karena Fathu Makkah di masa Rasulullah SAW pun terjadi setelah kaum muslimin mendapat pengakuan dan kekuatan.

Cerita dari sebagian besar alumni saya, beberapa tahun setelah lulus apalagi setelah menikah, akhirnya kebanyakan mereka berdomisili di daerah perantuannya (Jabodetabek). Padahal, kebutuhan akan SDM yang berkualitas didaerah asal (terutama Kalimantan-Sulawesi-Papua) sangat besar. Apalagi setelah banyaknya rencana pemekaran daerah di wilayah tersebut, juga karena efek otonomi daerah.

Mungkin inilah yang menyebabkan Jabodetabek menjadi sangat padat. Karena para pendatang yang behijrah, semakin betah dan sulit untuk kembali lagi ke daerah asalnya. Faktanya saat momen Mudik, Jakarta menjadi sangat sepi.

Dalam Sejarah Perjalanan hidup nabi Muhammad SAW, selama 8 tahun waktu yang dibutuhkan kaum muslimin untuk membebaskan Mekkah (Fathu Makkah). Waktu yang lama tersebut digunakan untuk terus memperbaiki barisan, mengembangkan internal para sahabat serta meningkatkan bargaining position. Sementara bagi kita, waktu 8 tahun cukup lama terutama sebagai mahasiswa dan TKI.

Contoh misalnya; Bapak BJ Habibie, memang tidak aktif lagi di pemerintahan Indonesia dan sekarang lebih banyak di Jerman. Namun, ia mendirikan Habibi Center dan berbagai yayasan lain sebagai fasilitator dalam mengembangkan potensi Indonesia (fokusnya pada pengembangan SDM dan Teknologi). Ingat juga kisah mantan TKW dari Jawa Tengah, yang bekerja ke Arab Saudi selama 2 tahun. Dan setelah mendapat uang yang cukup, ia melanjutkan kuliah di Indonesia dan sekarang menjadi dosen di salah PTS di Jakarta. Selain itu ia juga aktif sebagai konsultan TKW.

***

Terlepas dari kapan kita akan ber-Fathu Makkah, ataupun kapan kita memulai ber-Hijrah, seharusnya dari sekarang komitmen untuk kembali harus ditanamkan dengan kuat.  Saya ingat salah satu lagu ciptaan Ibu Sud;

Tanah airku tidak kulupakan Kan terkenang selama hidupku Biarpun saya pergi jauh Tidak kan hilang dari kalbu Tanah ku yang kucintai Engkau kuhargai

Walaupun banyak negri kujalani Yang masyhur permai dikata orang Tetapi kampung dan rumahku Di sanalah kurasa senang Tanahku tak kulupakan Engkau kubanggakan

Jika memang belum bisa saat ini untuk kembali ke Indonesia ataupun daerah asal masing-masing. Minimal kita punya komitmen dan obsesi untuk ber-Fathu Makkah. Bagaimanapun caranya dan kapanpun, Ibu Pertiwi membutuhkan kita.

[caption id="attachment_223374" align="alignnone" width="555" caption="Ilustrasi hijrah Nabi SAW "][/caption]

Selamat Tahun baru 1434 H

Semangat Berhijrah untuk perbaikan diri

Bogor, 15 November 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun