Mohon tunggu...
Fathayatul Husna
Fathayatul Husna Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Ilmu Komunikasi (FISHUM) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012/2013

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berkah dengan Hanya 50 Ribu Rupiah

6 Juni 2014   16:53 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:02 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu hari ada seorang gadis berusia sekitar 19 tahun sedang menikamati harinya untuk bermalas-malasan di kamar. Gadis itu bernama Aya. Aya adalah gadis perantau dari Aceh yang sedang berkuliah di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Ia sengaja tidak melakukan aktifitas apapun di hari tersebut dengan alasan cuaca di luar kamar sedang panas. Padahal, tidak sinkron sama sekali antara cuaca dengan aktivitas. Ya, mungkin bagi segelintir ada sinkron di antara keduanya, termasuk gadis tersebut. ia hanya membuka laptop sambil menyelunjur kedua kakinya dengan posisi telungkup sambil menikmati tontonan yang diputar lewat laptopnya. Ia mengunci pintu kamarnya rapat-rapat dan sengaja untuk menutup tirai jendelanya. Lagi-lagi dengan alasan agar tidak ada orang yang mengganggunya saat ia tengan bermalas-malasan.

Tiba-tiba ada seorang gadis lainnya yang datang dan mengetuk pintu kamar Aya sangat kencang. “Hei, bangun Aya. Jangan asik di kamar terus.” Teriak Alvi dari balik pintu kamar Aya. Aya dengan bermalas-malasnya membuka pintu dan dengan raut wajah yang sedikit mengantuk. Ternyata Alvi ingin mengajaknya pergi untuk main ke Malioboro untuk sekedar meringankan otak setelah sepekan mengahadapi ujian semester genap. Aya kembali bermalas-malaasan dan merebahkan tubuhnya malasnya ke atas ranjang. Alvi menarik tangan Aya untuk segera bangun, mandi dan tidak bermalas-malasan di kamar. Aya menarik bantal dan menutup wajahnya menandakan ia enggan untuk mengikuti Alvi main ke Malioboro. Alvi bertanya kepadanya “Kenapa sih kamu begini terus? Ayo dong kita ke Malioboro. Kita bisa makan sepuasnya dan bisa makan es krim di sana” aya tetap tidak menurut. Aya juga menyatakan bahwa ia sama sekali tidak punya uang untuk ikut bermain bersama Alvi. Saat itu posisinya sedang di akhir bulan, dan harus menunggu 3 hari lagi untuk menerima beasiswa alias kiriman dari orang tuanya.Alvi tetap memaksa, ia tidak peduli dengan kondisi Aya.

Akhirnya Aya capek mendengar paksaan Alvi yang sudah sejak 20 menit yang lalu mengganggu bermalas-malasnya Aya. Alvi sudah mandi sejak Subuh. Sedangkan Aya? Aya mau ikut main dengan Alvi, asalkan ia diijinkan untuk tidak mandi. “Ya ampun, ih bau. Mandi sana.” Ketus Alvi. Aya tidak menuruti kata Alvi, dan Alvi harus mengalah dengan keputusan Aya untuk tidakmandi. Aya selesai cuci muka, berganti pakaian dan berdandan tipis hanya dalam waktu 10 menit. “Aku cantik kan” ujar Aya sambil berpose bak artis di depan Alvi.

Alvi dan Aya berangkat menuju Malioboro, namu di enagh perjalan motor miliknya Alvi mogok di tengah jalan lantaran ada bagian motornya yang sudah tidak berfungsi lagi dan usia motornya suda terbilang tua. “Hu, mending aku di kamar aja. Hari sudah nasib burukku.” Sindir Aya. Alvi segera menepi dekat trotoar dan mencoba mengecek isi bensin. Spidometernya tdak lagi berfungsi dan bensinnya ternyata habis. “Padahal baru kemarin sore aku isi ni bensin, eh makah sekarang udah habis. Gimana sih ni motor!” gerutu Alvi. Aya sedikit iba dengan kondisi motor Alvi. Saat itu, posisi mereka sedang berada di depan dealer Yamaha. Sekejap Aya melirik ke arah dealer yamaha tersebut. “What a wonderful matic !” Aya ternganga melihat sebuah motor matic Yamaha Fino FI berdiri dengan gagahnya di sana. Aya memutarkan kepala Alvi untuk melihat sosok Yamaha Fino FI. Alvi dengan segudang tingkahnya yang tak bisa dikontrolkan, ia segera lari dari menuju dinding kaca pemisah yang memisahkan antara dirinya dengan Yamaha Fino FI. Ia bak ulat yang menepel di pohon, begitu erat ia meraba dinding kaca pemisah itu. Aya heran dengan tingkah Alvi yang sangat aneh. Aya berlari menuju Alvi dan segera menarik tangannya. Seorang pegawai dealer yamaha tersebut keluar menghampiri mereka. dengan wajah tersipu malu, Alvidan Aya termanggut-manggut lantas kabur meninggalkan dealer tersebut.

“Kamu ngapain sih pakai acara nempel di dinding kaca segala? Malu tau!” Aya tidak bisa menahan malu. “Dari pada kamu ngga mandi, aku lebih malu tau.” Alvi tertawa.

Alhasil, Aya dan Alvi mendorong motor mereka yang sedang mogok ke bengkel seberang jalan. Mereka meninggal sepeda motor di sana, dan bergegas menuju selter trans Jogja untuk kembali melanjutkan perjalanan ke Malioboro. Ketika berada di daam trans Jogja, Alvi masih saja tersenyum-senyum mebayangkan dirinyaa jika memiliki yamaha Fino FI. Ia memeluk tiang besi di dalam trans Jogja tanpa memedulikan ramainya penumpang di dalam trans JoGJA. SEDANGKAN Aya hanya menggeleng kepala dan menghitung sisa uangnya yang awalnya hanya 50ribu rupiah kini menjadi 47ribu rupiah.

Sesampai di Malioboro, mereka berjalan sepanjang jalan untuk melihat-lihat barang-barang etnik khas Jogja. Alvi mengajak Aya untuk masuk ke beberapa toko untuk melihat beberapa pakaian dan aksesoris wanita. Setelah masuk ke satu toko, Alvi mengajak Aya untuk masuk ke toko lainnya, dan begitu selanjutnya. Aya menggerutu di dalam hati. Ia mulai lapar lantaran sebelum berangkat ke Malioboro, belum ada satu jenis makanan pun yang masuk ke dalam perut Aya. “Hei, katanya kita mau makan banyak! Kok malah belanja ngga jelas gini sih!?” gerutu Aya menagih janji. “oh iya, aku lupa. Pantesan aja dari tadi perutku lapar.” Alvi tertawa menggelitik Aya. “Tapi, tratirin aku!” Aya lagi-lagi menagih janji. Alvi bukanlah sekedar teman berjalan, tapi juga seorang sahabat yang selalu tepati janji. Hanya saja pikunnya tidak pernah berubah sejak zaman batu. Alvi mengajak Aya ke salah satu teman makanyang terbilang sangat bagus dan harganya sangat terjangkau. Aya memesan menu kesukaannya dan begitu pun dengan Alvi. Aya dan Alvi melahap makanan yang telah diantar pelayan resto tanpa peduli banyak mata-mata yang melirik mereka saat mereka sedang melahap makanan. Setelah kenyang, Alvi membayar ke kasir dan mereka keluar dari resto. Ketika di luar resto, Aya melihat ada es potong Singapura selang beberapa toko dari tempat mereka berdiri. Aya segera belari ke arah es potong tersebut karena Aya sangat senang dengan jenis desert satu ini. Sekarang giliran Alvi yang bergeleng kepala keheranan. Alvi mengikutinya untuk berlari, dan juga memesan satu ptong es Singapura. Ketika mereka sedang menunggu sajian es potong, tiba-tiba lewat beberapa anak kecil dengan pakaian lusuh dan wajah pucat pasi. Sudah dari sejak dulu Aya tidak bisa melihat anak kecil dengan kondisi fisik seperti itu. Ia mendekati beberapa anak kecil itu tanpa menanyakan apapun. Ia sadar dan tahu apa yang harus ia perbuat. Ia segera memesan banyak es potong Singapura dan membayar dengan sisa uangnya sendiri. Meskipun Aya hanya bersisakan uang 47ribu rupiah, ia tetap harus membelikan es potong tersebut untuk berbagi bersama beberapa anak jalanan yang ia hampiri. Jika ada orang lain yang lebih menderita darinya darinya, ia tidak segan-segan untuk merogoh isi dompetnya meskipun ujung-ujungnya sisa uangnya berbilang hanya tinggal beberapa lembaran uang ribuan saja. Alvi sangat salut dengan sikap yang diambil oleh sahabatnya ini. Alvi terharu melihat sahabatnya yang ia kenal super cuek dengan keadaan dan omongan orang lain, sahabatnya ini memiliki segudang kebaikan meskipun seringkali diperlakukan dengan tidak baik, dibohongi oleh pengemis, isi dompet terkuras banyak, namun kebaikannya itulah yang membuat ia terus ingin bersama sahabatnya. Alvi pun ikut membeli beberapa botol air mineral yang kemudian dibagikan kepada beberapa anak jalan trsebut. Aya dan Alvi saling tersenyum. Lalu mereka abadikan kebersamaan itu dengan berfoto bersama dengan anak jalanan. Ada sejuta nikmat di sana saat senangnya berbagi dengan orang yang lebih membutuhkan.

Setelah beberapa anak jalanan itu selesai menikamati es potong Singapura, Aya dan Alvi berpamita untuk pulang. Tidak terasa jam tangan sudah menunjukkan pukul 4 sore. Artinya sudah saatnya untuk pulang dan mengambil sepeda motor yang ia bawa ke bengkel beberapa jam yang lalu. Aya dan Alvi kembali naik trans Jogja. Tetapi, Aya tidak mempunyai uang sepeser pun untuk membayar ongkos trans Jogja. Demi shabatnya tercinta, Alvi yang akan membayar ogkos trans Jogja.

Sesampainya di tempat bengkel, sepeda motornya Alvi telah selesai di perbaiki. Alvi segera membayarnya dan Aya menyalakan sepeda motornya untuk kembali menikmati suasana sore Kota Yogyakarta. “Aku senang banget hari ini bisa berbagi dengan mereka yang masih membutuhkan. Dan semoga dengan berbagi seperti akan berkah dan tidak menimbulkan sikap somobong dalam hatiku.” Aya tersenyum sambil melihat raut wajah Alvi dari kaca spion. Alvi tersenyum dan bangga dengan sahabatnya ini. Meskipu pergi dengan keadaan tidak mandi pagi, ada keharuman dan kebaikan yang telah dilakukan oleh sahabatnya ini. Dengan damainya mereka berdua menikmati sepanjang jalan sambil menikmati indah langit sore Kota Yogyakarta.

http://www.youtube.com/watch?v=XdI1CHTM4Mw

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun