Layaknya mega terbasuh hujan
Begitu pun rakyat pedesaan
Rimba menutup gerbang seakan menyekamkan diri
Tak lagi bersura bahkan mencicit
Pipit mengetuk pintunya
Tidak ada jawaban...
Kelam sunyi sesekali terdengar sautan jangkrik
Desa ini dulunya makmur
Suci nibak rahmat Ilahi
Simbahan darah tak pernah terpercik mengenai bumi
Kuningnya padi pertanda desa kami terberkahi
Oleh dia !! dia licik !! jahat, bahkan tercela !!
Aih !!
Potret desa kami mengusung etika kebinasaan
Bulir padi dirampas habis untuknya
Ontel petuah ditebas ganas olehnya
Hei ! Kami ini anak negeri !
Janjimu itu tak ada arti, kawan !!
Setelah kau umbarkan untaian katamu itu di pan sang Khaliq
Kau makan seluruh hak kami begitu saja, hah !!!?
Kami tak perlu muluk-muluk mu lagi
Lebih baik, kau pecahkan saja gelas kaca di atas kepalamu sendiri
Kau anggap kepingan kacanya bak berlian yang kau cari
Itu kan yang kau mau?
Salam dari kami, sudut barat negeri
Semoga yang KUASA-lah menjadi penentu hidupmu
Bukan kami, yang kau jadikan imbas hawa nafsumu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H