Jika kita melirik teori-teori fisika yang ditulis oleh Thomas Kuhn, mengatakan bahwa paradigma itu berubah karena ada revolusi di dalam metodologi penelitian. Demikian juga Karl Popper mengajukan apa yang disebut dengan tentative solution. Masa sebelumnya kita tidak pernah menduga bahwa persaingan ilmu pengetahuan didorong oleh ideologi. Pasca atau dalam Perang Dunia II, kita mengerti bahwa teknologi itu seolah-olah dipermainkan oleh teknologi. Dan hal itu yang mempercepat riset ruang angkasa dari NASA. PD II mengajarkan kita bahwa kompetisi teknologi yang disponsori oleh teknologi akan terjadi katastrofik.
Menurut Michio Kaku menarasikan bahwa dalam 50-100 tahun kedepan, "manusia bisa mereplikasi neuron, yg bisa di download ke komputer dan diproyeksikan ke Mars dalam 3 menit melalui semacam laser beam, disana sampai di receving station, di download lagi neuron-nya, lalu di diproyeksikan ke wujud Avatar---bisa mengelilingi Mars, dikirim lagi neuron-nya dan di upload ke otak, dan kita bisa berbicara kita sudah pernah ke Mars."
Dalam konteks itu, para pemuka agama ingin mendapatkan atau mengklaim pengalaman spritual dengan membandingkan bahwa para Nabi-Nabi pernah mengalami hal seperti itu, melalui fenomena2 seperti mungkin isra mikraj atau mukjizat yg dimilikinya. Maka kita menghitung energi apa yang ada di dalam energi spritualitas manusia, sehingga bisa mengikuti dengan yang metafisik. Hal yang pernah didalilkan oleh fisikawan Inggris, Fritjof Capra yang mengatakan bahwa "Fisika dan metafisika adalah satu hal yang tidak bisa dipisahkan (koheren) dan singkron. Akan tetapi pada saat itu, Capra belum bisa membayangkan bahwa teknologi kita bisa "beam" ke atas dengan kemampuan "laser", lalu diamplifikasi berkali-kali dan akhirnya manusia memiliki pengalaman eksistensial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H