Mohon tunggu...
Fathan Mubina
Fathan Mubina Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Pelajar

Bios-Theoretikos | S1 Ilmu Politik Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta | "Paid for with pride and fate" | E-mail: fathanm96@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

UU Cipta Kerja dalam Dominasi Oligarki: Memahami Arti, Melacak Implikasi

21 Oktober 2020   19:31 Diperbarui: 15 November 2020   01:30 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara itu, pertahanan pendapatan melibatkan penyewaan jasa kemampuan yang berbeda untuk mencegah sumber daya berharha diambil. Pergulatan oligark bergeser, menjadi mengarahkan sumber daya material bagi profesional spesialis (pengacara, akuntan, konsultan penghindaran pajak pelobi) untuk tetap menjaga sebanyak-banyaknya harta dan pendapatan mereka agar tidak jatuh ke tangan negara, sehingga melimpahkan beban negara dan bahkan pertahanan kekayaan kepada para pelaku yang lebih miskin dalam sistem.

Titik awal untuk menganalisis oligark dan oligarki di Indonesia modern, terletak pada konsentrasi kekayaan ekstem di tangan beberapa individu. Itu belum pernah terjadi di Indonesia hingga tahun 1970-an. Sebelum transformasi itu, Indonesia didominasi segala macam elite---politik, militer, agama, dan intelektual---tapi tak pernah oleh oligark. 

Para oligark Indonesia justru merupakan ciptaan kediktatoran Suharto yang memegang kekuasaan dua dasawarsa sesudah kemerdekaan. Efek keterlambatan itu serta perubahan konteks politik-hukum selama tiga dasawarsa pertama kemerdekaan bakal membentuk oligarki dan ekonomi Indonesia hingga abad keduapuluh satu. 

Rezim Orde Baru Suharto menyempurnakan prinsip-prinsip dasar akumulasi kekayaan lewat perampokan dan pengisapan di dalam konteks pemaksaan pembagian antar oligark. Satu kunci panjangnya umur kekuasaan Suharto adalah bahwa sejak awal dia membuat oligarki Indonesia bergotong-royong, kadang sukarela, kadang dipaksa. 

Jika pasal-pasal dalam kitab hukum dipakai secara selektif, menciptakan kesan adanya sistem hukum yang bisa menjerat oligark. Namun, sebenarnya hukum di Indonesia beroperasi bukan untuk menjinakkan para oligark secara umum, melainkan menegakkan aturan pembagian kekayaan antar oligark melalui "bagi-bagi". 

Para oligark yang tercipta pada awal periode Suharto mula-mula merupakan perpanjangan tangan rezim untuk penarikn dan pemindahan kekayaan, dan fungsi penting pertahanan kekayaan disediakan secara pribadi oleh Suharto. Lengsernya Suharto memiliki efek ganda dengan konsekuensi saling bertentangan. Hasilnya adalah transisi menuju oligarki penguasa kolektif yang sulit untuk dijinakan. Keadaan itu membuka jalan bagi hidup kembainya bentuk dan prosedur demokrasi institusional. 

Bukannya dilaksanakan oleh masyarakat madani, yang terlalu berantakan dan lemah untuk berperan demikian di Indonesia, demokrasi segera ditangkap dan didominasi oleh para oligark. Demokrasi elektoral tak memberi batas inheren bagi oligark. 

Sebaliknya, di Indonesia demokrasi elektoral memberikan cara baru untuk mengusahakan kepentingan oligarkis individu maupun kolektif. Lembaga-lembaga demokrasi malah memberdayakan, bukan mengekang, para oligark Indonesia sejak 1998. Lembaga-lembaga itu telah menyediakan arena untuk maraknya kerja sama dan persaingan antar-oligark.

Dalam konteks ini lembaga hukum harus dibahas terpisah. Pembangkitan kembali lembaga-lembaga hukum tidak mesti memiliki korelasi dengan demokrasi elektoral dan melibatkan dinamika kekuasaan yang berbeda. 

Lembaga pemerintahan dan penegak hukum yang efektif, terutama jika diberdayakan dengan cara tidak-pribadi, akan menjadi lebih kuat daripada individu-individu terkuat dalam sistem. Perlu dicatat bahwa lembaga-lembaga itu tidak menghilangkan oligarki---itu perkara material. Namun, lembaga-lembaga hukum dapat membatasi tindakan oligark, sehingga tidak bisa merebut atau mendominasi. 

Transisi ganda 1998---demokratis dan oligarkis---menyajikan kesempatan dan tantangan baru kepada para oligark Indonesia. Lembaga hukum yang rusak terbukti bukan tandingan lapisan oligark yang memiliki kekuasaan material. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun