Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam pemenuhan kebutuhannya memerlukan interaksi dengan manusia lainnya. Adanya interaksi tersebut menimbulkan hak dan kewajiban dimana hak dan kewajiban tersebut dilindungi oleh hukum. Hukum diperlukan sebagai pelindung terlaksananya hak dan kewajiban tersebut agar hubungan interaksi antara manusia dapat berjalan harmonis dan seimbang.
Interaksi antar manusia dapat berjalan dalam berbagai bidang kehidupan manusia atas suatu tujuan tertentu sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Salah satu kebutuhan yang sangat menonjol dalam kehidupan manusia adalah kebutuhan ekonomi. Manusia berusaha memenuhi kebutuhan ekonomi dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Kemampuan setiap individu manusia berbeda-beda, hal tersebut terlihat pada bagaimana cara seseorang memenuhi kebutuhan ekonominya tersebut. Orang yang memiliki kemampuan dalam bidang tertentu akan sangat terbantu dengan kemampuannya tersebut. Misalnya seorang pengusaha akan mendapat banyak proyek apabila suatu negara tempat domisili perusahaan itu berada meratifikasi sejumlah perjanjian internasional terkait perekonomian seperti Asean Comprehensive Investment Agreement (ACIA) dalam lingkup perjanjian internasional lingkup regional ASEAN.
Kemampuan seorang pengusaha dalam bidang tertentu tidak cukup menjamin seseorang dapat memenuhi kebutuhan ekonominya secara menyeluruh. Seseorang perlu berinteraksi dengan orang lain baik dalam wilayah negaranya, ataupun bahkan hingga lintas negara dalam menjamin terpenuhinya target suatu perusahaan terutama dibidang penanaman modal perusahaan. Tidak dipungkiri bahwa terdapat suatu masa ketika seseorang memerlukan bantuan dari orang lain. Dalam mewadahi kebutuhan para investor organisasi internasional ASEAN telah memntuk suatu perjanjian “Agreement” di bidang investasi guna menunjang keterlibatan negara ASEAN dalam program ASEAN Economic Community 2015 (AEC 2015) yang mulai secara efektif di implementasikan pada 31 Desember 2015.
Unsur-unsur apa saja yang dapat dikatan perjanjian internasional itu sah atau tidak. Apakah tunduk pada ketentuan unsur-unsur pada pasal 1320 KUHPerdata (Hukum Nasional Indonesia), atau ada unsur-unsur dalam doktrin perjanjian internasional. Melihat terlebih dahulu mengenai pengertian perjanjian internasional yaitu,
Kata sepakat antara dua atau lebih subyek hukum internasional mengenai suatu obyek atau masalah tertentu dengan maksud untuk membentuk hubungan hukum atau melahirkan hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional.
Apabila menelaah sedikit mengenai pengertian yang diberikan oleh I Wayan Parthiana tersebut, dapat dipastikan pengertiannya masih terlalu luas dan kurang mengerucut. Sedangkan, ada beberapa jenis perjanjian yang tidak menimbulkan suatu hak dan kewajiban atau ada perjanjian yang sifatnya tidak terlalu mengikat. Berbeda dengan pendapat Triska dan Sulusser dalam artikel AJIL No. 52 (1958) 699-726 dan AJIL No. 51 (1957) 135-136 yang menyatakan perjanjian internasional hanya berupa traktat, karena traktat mewakili sumber-sumber materil yang kaitannya mengenai hubungan antar negara, dan dibedakan menjadi dua substasi perbedaan, yaitu,
- Traktat-traktat “yang membuat hukum” (law-making), yang menetapkan kaidah-kaidah yang berlaku secara universal dan umum,
- Traktat-traktat “yang membuat kontrak” (treaty contract), traktat hanya dua atau hanya beberapa negara.
Perihal pendapat Triska dan Sulusser tersebut, masih terlalu jauh dari objek kajian yang dibahas dalam artikel ini, sehingga, masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Karena, tidak hanya traktat saja yang menjadi sumber hukum internasional masih ada Agreement, Custom, Convenantdan lain-lain.
Sejalan dengan itu, membahas mengenai unsur-unsur suatu perjanjian internasional haruslah mengacu pada doktrin-doktrin yang ada, dikarenakan, doktrinpun dapat menjadi referensi penentuan arah suatu konsep kemana. Tentu saja untuk level perjanjian internasional tidak mengacu pada pasal 1320 KUHPerdata. Unsur-unsur dalam KUHPerdata itu lebih subjektif pada peranserta Naturlijk Persoon atau orang bukan pada subjek hukum “negara”. Berdasarkan pendapat para sarjana mengenai unsur-unsur perjanjian internasional, yaitu,
- Kata sepakat,
- Subyek-subyek hukum,
- Berbentuk tertulis,
- Obyek tertentu,
- Tunduk pada atau diatur oleh hukum internasional.
Unsur-unsur diatas bersifat kumlatif, bukan bersifat parsial atau bukan juga alternatif. Setiap negara yang hendak melakukan suatu kesepakatan antar negara baik dua atau lebih harus memenuhi unsur kumulatif tersebut, karena, apabila salah satu saja tidak dipenuhi maka sifatnya akan batal demi hukum. Dikaitkan dengan perjanjian Asean Comprehensive Investment Agreement (ACIA), maka setiap negara yang membuat ACIA haruslah memenuhi unsur kata “Sepakat”, kemudian dilakukan oleh subyek-subyek hukum internasional, sifatnya harus tertulis, obyek tertentu, dan tunduk pada ketentuan hukum internasional.
Analisis unsur-unsur yang diberikan oleh I Wayan Parthiana dikaitkan dengan ACIA, tentu dalam pembentukan perjanjian tersebut belum semua subyek hukum internasional (negara) menyepakati perjanjian tersebut dikarenakan haruslah diharmonisasikan dengan hukum nasional setiap negaranya. Supaya, dapat diharmonisasikan antara suatu perjanjian internasional dengan hukum nasional. Seperti halnya Indonesia pada saat pembentukan perjanjai ACIA pada tahun 2011, padahal dengan menyepakati lebih dini adanya perjanjian ACIA dapat mewadahi kepentingan pengusaha-pengusaha di Indonesia yang perseroannya telah melewati lintas negara atau yang disebutkan sebagai transnational company. Dengan demikian dapat antasipasi adanya permasalah yang menyangkut penanaman modal atau investor asing terhadap perseroan di Indonesia.
ACIA yang membentuk adalah negara-negara yang berada di kawasan ASEAN yang dicantumkan dalam pembukaan draft ACIA, yaitu,