Oleh: Fathan Farras Aufaa
Pada tanggal 2 Maret 2020, pemerintah mengumumkan untuk pertama kalinya terdapat dua kasus pasien Covid-19 di Indonesia. Saat itu masyarakat mengalami panic buying atau bisa disebut dengan aksi borong kebutuhan pokok yang membuat ketersediaan kebutuhan pokok menjadi langka sementara. Tidak lama setelah itu, semua barang kebutuhan pokok sudah kembali tersedia di supermarket ataupun pasar.
Beberapa minggu setelah kasus Covid-19 pertama di Indonesia, kasus Covid-19 mengalami lonjakan dan di saat itu pemerintah menganjurkan semua masyarakat menggunakan masker. Di sisi lain ada banyak oknum yang memanfaatkan situasi ini, seperti menimbun masker dan menjual masker-masker bekas yang dijual kembali.Â
Tetapi pemerintah lagi lagi berhasil membuat oknum tersebut rugi karena pemerintah dengan sigap memproduksi masker-masker dengan waktu yang terbilang cepat.
Tetapi beberapa bulan lalu pemerintah mengumumkan bahwasanya tanggal 9 Desember 2020 akan dilaksanakan Pilkada dan keputusan ini sangat mengundang kontroversi, karena bulan kemarin tanggal 25 September 2020 Indonesia sempat menyentuh angka tertinggi yaitu 4823 kasus per harinya.Â
Dan sekarang 28 Oktober 2020 mengalami penurunan 3520 kasus per harinya, tapi itu bukan berarti kita bisa tetap santai apalagi sampai mengadakan Pilkada di tengah pandemi ini.Â
Bisa dibilang pemerintah telat dalam menghadapi virus Covid-19 ini dan terlalu menganggap remeh, ditambah masyarakat yang kurang disiplin dalam mengikuti arahan pemerintah seperti Social Distancing, Physical Distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Padahal peran masyarakat juga sama pentingnya dalam memutus rantai virus Covid-19.
Miris melihat banyak tempat ibadah, wisata hingga kuliner yang merupakan sarana pertumbuhan ekonomi ini dibatasi dengan ketat khususnya di Tangerang, Banten ini. Tetapi Pilkada tetap saja dijalankan dengan bertameng tetap mengikuti protokol Covid-19.Â
Padahal kita bisa belajar dari negara tetangga kita yang serumpun yaitu Malaysia, yang terlebih dahulu mengadakan Pilkada dan terjadi lonjakan dua hari berturut-turut sejak awal Juni 2020.Â
Meskipun di sisi lain Singapura berhasil menjalaninya dengan baik, belum tentu eksekusi yang dilakukan pemerintah Indonesia disertai masalah kedisiplinan masyarakatnya akan membuahkan hasil yang sama baiknya seperti negara Singapura, ditambah negara mereka yang terbilang sangat kecil dan tidak bisa dibandingkan dengan negara indonesia yang sangat besar dan luas  wilayahnya.
Melansir dari news.detik.com edisi 21 September 2020 Gubernur Banten Wahidin Halim mengusulkan agar pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ditunda akibat pandemi Covid-19. Bawaslu Banten menyerahkan sepenuhnya keputusan itu kepada KPU, DPR dan pemerintah pusat.Â
Karena kasus Covid-19 yang terus meningkat di empat wilayah Banten yaitu Pandeglang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon yang akan menyelenggarakan Pilkada.Â
Mekanisme penundaan sendiri sebetulnya sudah diatur di UU 6 2020 di penjelasan pada Pasal 201A. Di situ disebutkan bahwa Pilkada pada Desember 2020 bisa ditunda jika bencana nasional akibat pandemi Covid-19 belum juga bisa diatasi.Â
Lebih baik menunggu perkembangan vaksin yang sudah kita dapatkan dari tiga negara yaitu China, Uni Emirat Arab, dan Inggris. Setelah vaksin sudah tersedia, warga yang sudah diprioritaskan diberi vaksin dan semua kondisi sudah stabil, baru kita bisa melaksanakan Pilkada tanpa rasa khawatir lagi.
Sepertinya para aktor politik sudah tidak sabar menunggu, dalam merebut kursi politik tanpa memikirkan banyaknya hal yang harus dipertimbangkan lagi.Â
Padahal dengan pergantian kursi politik ini belum tentu membuat kondisi di daerah tertentu menjadi lebih baik, apakah mereka para pasangan calon kepala/wakil kepala di daerah Provinsi Banten sudah siap menghadapi beratnya mencari solusi untuk perekonomian daerah provinsi banten?Â
Terlebih di masa pandemi Covid-19 ini yang segala halnya serba dibatasi, bahkan pemerintah harus mencari solusi bagaimana semua masyarakat tetap sehat ditambah dengan semua kebutuhan tercukupi.
Pak Gubernur Banten Wahidin Halim sudah mengambil langkah yang tepat yaitu mengusulkan Pilkada Serentak 2020 ditunda terlebih dahulu, tetapi lagi lagi banyak sekali dampak buruk dari Covid-19 seperti PHK yang terjadi di banyaknya perusahaan.Â
Melansir dari bantenprov.go.id edisi 16 Juni 2020 Wagub mengatakan, dengan pembagian bansos tersebut, pemerintah khususnya Pemprov Banten ingin memastikan bahwa meski dalam kondisi PSBB, warga Banten bisa tetap bertahan. "Jadi tidak ada alasan untuk tidak mematuhi protokol kesehatan," imbuhnya.Â
Tetapi seperti yang kita tahu bahwa bansos hanya bersifat sementara, seharusnya pemerintah juga menyediakan lapangan pekerjaan karena tidak semua kalangan punya cukup dana untuk membuka  Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), meskipun produsen smartphone Oppo akan membangun pabrik di daerah Tangerang dan membutuhkan 8000-an pekerja tetap saja belum menutupi apabila skala yang kita lihat adalah satu provinsi.
Kesimpulannya, meskipun banyaknya tindakan dari Pemerintan Provinsi Banten bisa dibilang masih kurang dalam membantu perekonomian masyarakat.Â
Pemerintah Provinsi Banten seharusnya bisa menggunakan APBD untuk membuka lapangan pekerjaan sehingga mengurangi angka pengangguran yang cukup tinggi. Dan yang pastinya menunda Pilkada Serentak 2020 sebab kasus penularan virus Covid-19 ini masih tinggi-tingginya, sebaiknya dilaksanakan setelah vaksin tersedia dan semua kondisi kembali seperti semula.
*Penulis merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fisip, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H