Mohon tunggu...
FATHAHURAHMAN
FATHAHURAHMAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Semarang

saya mahasiswa feb universitas negeri semarang. Saya sangat berminat untuk menulis, minat tersebut tumbuh karena saya sering membaca buku, koran, dan jurnal. Sehingga perlu bagi saya untuk mencurahkan apa yang sudah saya baca kedalam bentuk tulisan. Sebagai mahasiswa FEB, tentu topik yang saya minati berkaitan dengan Ekonomi dan Politik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Investasi Tinggi Tak Menjamin Penyerapan Tenaga Kerja

22 Maret 2024   09:14 Diperbarui: 22 Maret 2024   09:36 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi industri dengan teknologi tinggi (pexels.com)

Penulis: FATHAHURAHMAN & DAFFANDA MALIKA APRELLEZANO

(Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Semarang)

PR kita masih banyak, tetapi harapan kita untuk mewujudkan janji kemerdekaan dan UUD 45 yaitu tentang kesejahteraan masyarakat. Tapi apakah kita bisa mewujudkan kesejahteraan tersebut? Jika kita tidak memiliki pekerjaan? Permasalahan pengangguran selalu menghantui selama negara ini berdiri. Tetapi apakah hantu tersebut akan selalu bergentayangan dan mengubur harapan masyarakat Indonesia? Demi terciptanya kesejahteraan masyarakat, maka kita perlu merefleksikan diri dan mencari jalan keluar yang tepat demi mewujudkan janji tersebut.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 angka realisasi investasi penanaman modal dalam negeri adalah sebesar 674.923,4 miliar, yang meningkat dari 2022 sebesar 552.769 miliar. Sekilas realisasi investasi kita tampak gagah, tetapi mengapa tidak berbanding lurus dengan penciptaan lapangan pekerjaan? Jika dilihat dari kebijakan dan investasi yang masuk, saat ini memang lebih banyak pada sektor padat modal. Hal tersebut diakui Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, bahwa memang fokus kebijakan presiden Jokowi berorientasi pada hilirisasi padat modal dan padat teknologi, sehingga pada prakteknya akan sangat sedikit menggunakan tenaga kerja dan akan lebih banyak menggunakan mesin. Akibatnya, penyerapan tenaga kerjanya sangat terbatas, serta rendahnya kualifikasi masyarakat Indonesia terhadap teknologi. Dilema inilah yang pada hari-hari kedepan akan terus menghantui kita. Maka kita perlu mencarikan apa yang tepat bagi kualifikasi dan kemampuan tenaga kerja kita saat ini, agar bonus demografi kita betul-betul dapat dimanfaatkan. Disamping itu peran pendidikan sangat penting, agar kelak dikemudian hari masyarakat kita dapat sejalan dan beriringan dengan kemajuan teknologi dan globalisasi. Maka bukan suatu yang mustahil untuk kita dalam menerapkan industri padat modal jika masyarakat kita sudah siap.

Padat Modal dan Padat Karya 

Padat modal memang memiliki keunggulan tersendiri, dengan padat modal tentu output perekonomian yang dihasilkan akan lebih banyak ketimbang padat karya. Anggaran perusahaan dapat ditekan karena lebih sedikit menggunakan tenaga kerja, sehingga perusahaan dapat lebih produktif dalam memproduksi barang dan jasa. Kita pun perlu sejalan dengan perkembangan dunia dan situasi global, tetapi yang menjadi pertanyaan, apakah bangsa ini sudah siap untuk beralih kepada sektor-sektor padat teknologi? Bagi negara berkembang, industri padat modal bukanlah hal yang cocok. 

Padat modal memerlukan biaya yang tinggi dan sumber daya manusia yang tinggi, sehingga tidak cocok bagi negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki sumber daya manusia yang melimpah tetapi tidak dibekali dengan kualitas tenaga kerja yang mumpuni. Rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi pada masyarakat Indonesia membuat para pekerja Indonesia memiliki produktivitas yang rendah, sehingga perusahaan industri padat modal cenderung akan mendatangkan pekerja asing yang mumpuni untuk dipekerjakan. Hal tersebut dapat terlihat pada peningkatan jumlah TKA yang ada di Indonesia pada tahun 2022 sebanyak 111.746 pekerja mengalami peningkatan pada tahun 2023 sebanyak 121.206 pekerja. 

Dengan peningkatan investasi padat modal dibarengi dengan peningkatan jumlah TKA yang masuk ke Indonesia, tentu saja hasilnya tidak sesuai yang diharapkan oleh pemerintah. Hal inilah yang akan membuat persaingan dalam mencari pekerjaan semakin tinggi dan memperkecil kesempatan kerja. Tentu ini akan menjadi ancaman bagi tenaga kerja Indonesia karena akan memperluas ceruk pengangguran. Pengangguran bukan hanya soal permasalahan ekonomi akan tetapi juga menyangkut permasalahan sosial, kriminalitas yang tinggi dapat pula disebabkan oleh tingkat pengangguran yang tinggi. Maka dari itu perlu pula kita memperhatikan masalah pengangguran dan ketenagakerjaan, karna pada kenyataannya industri padat modal justru akan mengancam tenaga kerja Indonesia.

Pada negara berkembang yang memiliki tingkat pendidikan serta pengetahuan akan teknologi yang rendah, akan lebih cocok pada industri padat karya. Karena Indonesia lebih melimpah tenaga kerja dibandingkan modal. Sehingga dengan diterapkannya industri padat karya maka akan terserapnya tenaga kerja Indonesia, sehingga akan mengurangi pengangguran. Berbeda dengan industri padat modal yang lebih mengutamakan penggunaan teknologi dan pekerja yang memiliki kualifikasi yang tinggi, sehingga terserapnya tenaga kerja akan semakin sedikit. Maka pemerintah perlu memperhatikan permasalahan tenaga kerja Indonesia dan mengidentifikasi mana yang cocok bagi tenaga kerja Indonesia. Akan tetapi memang saat ini industri padat karya dan manufaktur sedang dalam kondisi yang sulit, perlambatan perekonomian dunia melemahnya mata rupiah, serta suku bunga yang naik membuat industri ini semakin terpuruk dan mengalami pelemahan ekspor, daya beli masyarakat pun juga belum pulih. Ini terlihat pada data BPS pada tahun 2023 ekspor tekstil mengalami penurunan 13% dibanding tahun sebelumnya pada semester satu. Pemerintah tentu perlu memperhatikan masalah ini. Karna pada hari-hari ini industri padat karya banyak sekali mem-PHK karyawanya. Sehingga pemerintah betul-betul diharapkan agar turun tangan membantu industri. Kebijakan jangka pendek seperti Pemberian intensif khusus perlu tetap dilanjutkan. Kolaborasi pemerintah dan swasta juga perlu dilakukan dengan mendukung pekembangan industri kecil menengah serta UMKM juga perlu terus diperhatikan, karna pada hari ini UMKM lah yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Dengan kata lain industri padat karya perlu perhatian khusus dari pemerintah, dengan harapan industri ini akan tetap berdiri tegak dan dapat menyerap tenaga kerja Indonesia. Perlu kita ketahui juga bahwasanya tenaga kerja merupakan unsur yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia yang berorientasi pada janji kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar 45 yaitu kesejahteraan masyarakat. Maka kebijakan yang berorientasi kepada janji kemerdekaan adalah kebijakan yang pro terhadap nasib tenaga kerja baik itu ketersediaan lapangan pekerjaan, upah tenaga kerja yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan, serta pendidikan dan pelatihan demi meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Maka ketika hal tersebut dapat diwujudkan kesejahteraan masyarakat pun dapat kita rasakan.

Fokus Kedepanya

KPU telah menetapkan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih, dimana paslon tersebut berorientasi pada berkelanjutan pemerintahan Jokowi, sehingga kedepan investasi padat modal akan terus bertumbuh. Akan tetapi, jika kita tetap ingin berorientasi pada industri padat modal, maka kualifikasi masyarakat kita perlu ditingkatkan lewat pelatihan dan pendidikan. Hal ini perlu menjadi fokus pemerintah selanjutnya agar masyarakat kita dapat ditempatkan pada investasi padat modal, sehingga industri tidak perlu lagi mengimpor tenaga kerja asing. Transfer teknologi perlu benar-benar diterapkan, sehingga industri padat modal dapat berjalan dengan efektif dan harapan Indonesia menjadi negara maju akan semakin dekat.

Secara kualitas dan produktivitas tenaga kerja Indonesia masih relatif rendah. Hal tersebut dikarenakan, tingkat pendidikan yang masih rendah, yang dimana penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi masih kurang. Yang kita ketahui di era Modernisasi ini, standar klasifikasi penerimaan tenaga kerja semakin meningkat, maka pemerintah semestinya perlu memandang bahwa pendidikan dan pelatihan adalah investasi masa depan demi meningkatkan produktivitas kita. Pendidikan vokasi perlu betul-betul diperhatikan, karena sekolah vokasi adalah pencetak pekerja yang langsung dapat titempatkan untuk bekerja, tetapi jika dilihat saat ini justru pengangguran paling banyak berada pada kelompok lulusan SMK. Mungkin karena apa yang dipelajari di sekolah tidak cocok dengan yang dibutuhkan perusahaan. Maka pemerintah perlu turun tangan dengan mengajak industri untuk berkolaborasi membuat kurikulum dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Hal ini akan menjadi solusi, jika diterapkan secara konsisten sehingga meningkatkan produktivitas dan kualitas tenaga kerja di Indonesia. kita perlu melihat dan mencontoh negara-negara seperti Jepang, Korea, dan China yang bukan hanya sukses membangun industri akan tetapi juga sukses membagun manusianya. maka ketika negara tersebut mendorong industrialisasi, sumber daya manusianya dapat pula ditempatkan pada industri. Dengan kualitas yang baik tentu pekerja kita juga diharapkan menerima upah yang baik. Dengan begitu janji kemerdekaan mengenai kesejahteraan sosial dapat dipenuhi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun