Penulis: FATHAHURAHMAN & DAFFANDA MALIKA APRELLEZANO
(Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Semarang)
PR kita masih banyak, tetapi harapan kita untuk mewujudkan janji kemerdekaan dan UUD 45 yaitu tentang kesejahteraan masyarakat. Tapi apakah kita bisa mewujudkan kesejahteraan tersebut? Jika kita tidak memiliki pekerjaan? Permasalahan pengangguran selalu menghantui selama negara ini berdiri. Tetapi apakah hantu tersebut akan selalu bergentayangan dan mengubur harapan masyarakat Indonesia? Demi terciptanya kesejahteraan masyarakat, maka kita perlu merefleksikan diri dan mencari jalan keluar yang tepat demi mewujudkan janji tersebut.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 angka realisasi investasi penanaman modal dalam negeri adalah sebesar 674.923,4 miliar, yang meningkat dari 2022 sebesar 552.769 miliar. Sekilas realisasi investasi kita tampak gagah, tetapi mengapa tidak berbanding lurus dengan penciptaan lapangan pekerjaan? Jika dilihat dari kebijakan dan investasi yang masuk, saat ini memang lebih banyak pada sektor padat modal. Hal tersebut diakui Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, bahwa memang fokus kebijakan presiden Jokowi berorientasi pada hilirisasi padat modal dan padat teknologi, sehingga pada prakteknya akan sangat sedikit menggunakan tenaga kerja dan akan lebih banyak menggunakan mesin. Akibatnya, penyerapan tenaga kerjanya sangat terbatas, serta rendahnya kualifikasi masyarakat Indonesia terhadap teknologi. Dilema inilah yang pada hari-hari kedepan akan terus menghantui kita. Maka kita perlu mencarikan apa yang tepat bagi kualifikasi dan kemampuan tenaga kerja kita saat ini, agar bonus demografi kita betul-betul dapat dimanfaatkan. Disamping itu peran pendidikan sangat penting, agar kelak dikemudian hari masyarakat kita dapat sejalan dan beriringan dengan kemajuan teknologi dan globalisasi. Maka bukan suatu yang mustahil untuk kita dalam menerapkan industri padat modal jika masyarakat kita sudah siap.
Padat Modal dan Padat KaryaÂ
Padat modal memang memiliki keunggulan tersendiri, dengan padat modal tentu output perekonomian yang dihasilkan akan lebih banyak ketimbang padat karya. Anggaran perusahaan dapat ditekan karena lebih sedikit menggunakan tenaga kerja, sehingga perusahaan dapat lebih produktif dalam memproduksi barang dan jasa. Kita pun perlu sejalan dengan perkembangan dunia dan situasi global, tetapi yang menjadi pertanyaan, apakah bangsa ini sudah siap untuk beralih kepada sektor-sektor padat teknologi? Bagi negara berkembang, industri padat modal bukanlah hal yang cocok.Â
Padat modal memerlukan biaya yang tinggi dan sumber daya manusia yang tinggi, sehingga tidak cocok bagi negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki sumber daya manusia yang melimpah tetapi tidak dibekali dengan kualitas tenaga kerja yang mumpuni. Rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi pada masyarakat Indonesia membuat para pekerja Indonesia memiliki produktivitas yang rendah, sehingga perusahaan industri padat modal cenderung akan mendatangkan pekerja asing yang mumpuni untuk dipekerjakan. Hal tersebut dapat terlihat pada peningkatan jumlah TKA yang ada di Indonesia pada tahun 2022 sebanyak 111.746 pekerja mengalami peningkatan pada tahun 2023 sebanyak 121.206 pekerja.Â
Dengan peningkatan investasi padat modal dibarengi dengan peningkatan jumlah TKA yang masuk ke Indonesia, tentu saja hasilnya tidak sesuai yang diharapkan oleh pemerintah. Hal inilah yang akan membuat persaingan dalam mencari pekerjaan semakin tinggi dan memperkecil kesempatan kerja. Tentu ini akan menjadi ancaman bagi tenaga kerja Indonesia karena akan memperluas ceruk pengangguran. Pengangguran bukan hanya soal permasalahan ekonomi akan tetapi juga menyangkut permasalahan sosial, kriminalitas yang tinggi dapat pula disebabkan oleh tingkat pengangguran yang tinggi. Maka dari itu perlu pula kita memperhatikan masalah pengangguran dan ketenagakerjaan, karna pada kenyataannya industri padat modal justru akan mengancam tenaga kerja Indonesia.
Pada negara berkembang yang memiliki tingkat pendidikan serta pengetahuan akan teknologi yang rendah, akan lebih cocok pada industri padat karya. Karena Indonesia lebih melimpah tenaga kerja dibandingkan modal. Sehingga dengan diterapkannya industri padat karya maka akan terserapnya tenaga kerja Indonesia, sehingga akan mengurangi pengangguran. Berbeda dengan industri padat modal yang lebih mengutamakan penggunaan teknologi dan pekerja yang memiliki kualifikasi yang tinggi, sehingga terserapnya tenaga kerja akan semakin sedikit. Maka pemerintah perlu memperhatikan permasalahan tenaga kerja Indonesia dan mengidentifikasi mana yang cocok bagi tenaga kerja Indonesia. Akan tetapi memang saat ini industri padat karya dan manufaktur sedang dalam kondisi yang sulit, perlambatan perekonomian dunia melemahnya mata rupiah, serta suku bunga yang naik membuat industri ini semakin terpuruk dan mengalami pelemahan ekspor, daya beli masyarakat pun juga belum pulih. Ini terlihat pada data BPS pada tahun 2023 ekspor tekstil mengalami penurunan 13% dibanding tahun sebelumnya pada semester satu. Pemerintah tentu perlu memperhatikan masalah ini. Karna pada hari-hari ini industri padat karya banyak sekali mem-PHK karyawanya. Sehingga pemerintah betul-betul diharapkan agar turun tangan membantu industri. Kebijakan jangka pendek seperti Pemberian intensif khusus perlu tetap dilanjutkan. Kolaborasi pemerintah dan swasta juga perlu dilakukan dengan mendukung pekembangan industri kecil menengah serta UMKM juga perlu terus diperhatikan, karna pada hari ini UMKM lah yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Dengan kata lain industri padat karya perlu perhatian khusus dari pemerintah, dengan harapan industri ini akan tetap berdiri tegak dan dapat menyerap tenaga kerja Indonesia. Perlu kita ketahui juga bahwasanya tenaga kerja merupakan unsur yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia yang berorientasi pada janji kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar 45 yaitu kesejahteraan masyarakat. Maka kebijakan yang berorientasi kepada janji kemerdekaan adalah kebijakan yang pro terhadap nasib tenaga kerja baik itu ketersediaan lapangan pekerjaan, upah tenaga kerja yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan, serta pendidikan dan pelatihan demi meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Maka ketika hal tersebut dapat diwujudkan kesejahteraan masyarakat pun dapat kita rasakan.
Fokus Kedepanya