Apakah kamu pernah sedang patah hati lalu berkonflik dalam keluarga. Dirimu merasa tak punya arti sama sekali.
Kekasihmu meninggalkanmu, keluarga juga seolah meninggalkanmu, padahal sebenarnya tidak. Dirimu hanya sedang hampa.
Dirimu mungkin memilih mengelola sendiri kepahitan hidup menjadi manis untuk dikecap.
Keluar, keluarlah dari lubuk kesedihanmu, begitu kira-kira isi mantra patah hati. Iya seperti diriku yang ringan kaki melangkah ke mana aku suka.
Keras hati dan keras kepala terkoneksi dengan sempurna. Kaki menghentak keras, bumi mendengar kemarahan yang terpendam.
Begitulah, mulut tak bicara tapi hati bercakap-cakap dengan riuhnya. Sampai aku lupa, aku berada di mana ini?
Sebuah rumah kayu di pinggir hutan. Oh, apakah aku seorang putri yang dibuang ke hutan. Lalu memakan buah apel dan tertidur selamamya, kemudian menunggu sang pangeran membangunkan dari tidur panjang. Ah itu dongeng.
Aku mulai mencubit pipi, ini bukan mimpi. Aku mengitari rumah yang ternyata jendela belakangnya terbuka. Aku kembali berimajinasi, jangan-jangan rumah perompak. Ingin rasanya mengambil langkah seribu.
"Eit, mau ke mana nak," sebuah sapaan terdengar di telinga. Seorang nenek sedang asyik mengunyah daun sirih. Air liurnya berwarna merah pekat di sudut bibir.
Aku terpana. Nenek sihir, yang jahat sedang ingin menjebak mangsanya, begitu terlintas di pikiran. Tapi, ini tahun 2022, zaman kuda gigit roti, mustahil.