Kawan,
Kita selalu berdua mengejar bola
Saat matahari tergelincir jelang senja
Berbau tengik
Bersimbah peluh di bawah terik
Kulit kita terbakar
Laksana tembikar
Itu dulu, saat kita bocah
Kawan,
Kita menyisihkan rupiah demi rupiah
Demi membeli barang mewah
Selembar kaos bola
Terpajang di kamar sempit tak berjendela
Tak dipakai
Hanya tersimpan diampai
Itu dulu, saat remaja
Kawan,
Ternyata kemiskinan tetap menyelubung
Kita kembali harus menabung
Demi selembar tiket pertandingan bola
Mendukung sang idola
Stadion megah nan lapang membuat ternganga
Kita tertawa dalam euforia
Itu kemarin, saat kita masih duduk berdua
Kawan,
Kita masih tertawa bersama, bukan?
Ah kita saling kehilangan
Gelap
Sungguh gelap
Dalam kekacauan dan ketakutan
Terlepas genggaman tangan
Kawan, ternyata engkau adalah kawan sejati
Kita berdua diantar pulang saat matahari meniti pagi
Menuju hamparan makam
Di samping lapangan tempat kita bermain bola di masa silam
Kapan kita bermain sepak bola lagi, kawan?
Kenapa tanah lapang ini begitu lengang
Tak ada sorak sorai kata menang
FS, 03 Oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H