Dari awal dibuka perkebunan teh ini, tenaga kerja didatangkan dari Pulau Jawa, hingga saat ini penduduk Kayu Aro didominasi orang Jawa. Kedatangan buruh dari Jawa ini dimulai dari 1920-an yang diambil dari daerah dengan penduduk padat yakni dari Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.Â
Pekerjaan buruh ini mulai dari menanam, merawat dan mengolah hasil tanaman teh.Â
Memang, menurut mantan direktur NV HVA, Andrian Geodhard, kebun teh Kayu Aro yang dibangun di tanah yang subur ini direncanakan menjadi perkebunan teh terbesar dan termodern di dunia. Bahkan upah pekerja di kebun teh Kayu Aro lebih tinggi 30 persen dari pekerja kebun teh lainnya.Â
Pekerja kebun teh di zaman kolonial ini mendapat upah yang layak dan fasilitas yang memadai tetapi para pekerja dituntut bekerja keras dan disiplin khas kolonial.Â
Target pekerjaan sudah ditentukan dan jika hasil pekerjaan dibawah target maka buruh akan dikenakan hukuman baik kekerasan verbal maupun fisik serta pemotongan gaji.Â
Perempuan bertugas dalam memetik teh, pemeliharaan tanaman teh, bekerja di pabrik atau menjadi pembantu majikan. Tenaga kerja laki-laki menangani pekerjaan yang berat seperti pembukaan lahan, pemeliharaan tanaman teh atau perbaikan mesin.
Kerinci, sama halnya dengan daerah lain dalam penguasaan Kolonial Belanda. Kolonial Belanda melakukan pemungutan pajak juga melakukan kerja paksa, seperti membuka ruas jalan Sungai Penuh – Tapan, Sungai Penuh arah ke Solok -Sumatera Barat, Sungai Penuh menuju arah ke Bangko dan menggali banjir kanal/sungai buatan di Danau Kerinci.Â
Dalam kerja paksa ini puluhan bahkan ratusan rakyat Kerinci meninggal dunia karena kurang gizi dan diperlakukan secara tidak wajar.
Setelah lepas dari Belanda dan Indonesia diduduki Jepang, perkebunan teh Kayu Aro diambil alih oleh Jepang tahun 1942 hingga Indonesia merdeka.Â
Perkebunan teh Kayu Aro ini baru pada tahun 1959 secara resmi diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan mengalami perubahan status dan manajemen yakni : tahun 1959 s/d 1962 menjadi Unit Produksi dari PN Aneka Tanaman VI, tahun 1963 s/d 1973 bagian dari PNP Wilayah I Sumatera Utara.Â