Karena Kota Sungai Penuh semula adalah ibu kota Kabupaten Kerinci yang menjadi pusat pemerintahan serta pusat perdagangan, maka ketika menjadi daerah otonomi, potensi yang dimiliki adalah di sektor perdagangan. Sektor utama, sektor perdagangan dan jasa ini harus dikembangkan agar meningkatkannya pendapatan daerah.
Sementara pemerintahan Kabupaten Kerinci yang semula berpusat di Kota Sungai Penuh dipindahkan ke Bukit Tengah, Kecamatan Siulak. Sesuai kesepakatan, penyerahan aset paling lambat 5 tahun setelah terbentuknya pemerintahan baru.Â
Namun pengalihan aset ini butuh waktu yang cukup lama, karena Kabupaten Kerinci butuh waktu menyiapkan ibu kota kabupaten maupun pusat pemerintahannya.Â
Pengalihan aset dari Kabupaten Kerinci ke Kota Sungai Penuh kemudian dilakukan sebanyak tiga tahap, tahap pertama pada 26 Mei 2013, tahap kedua pada 24 Maret 2016, dan penyerahan sebagian aset PDAM Tirta Sakti yang ada di wilayah Kota Sungai Penuh pada 14 Februari 2018.Â
Baru pada tanggal 18 Juni 2021 seluruh aset yang berada di wilayah Kota Sungai Penuh diserahkan secara tuntas dari Kabupaten Kerinci ke Pemerintah Kota Sungai Penuh.Â
Penyerahan aset yang memakan waktu lama disebabkan Kabupaten Kerinci membutuhkan dana untuk berbagai pembangunan sarana penunjang di ibu kota baru, Bukit Tengah. Sementara alokasi dana dari Pemerintah Pusat diberikan kepada Kota Sungai Penuh selaku daerah otonomi baru.
Pemekaran daerah ada dampak positif dan juga ada dampak negatif. Dampak positif, bisa mengembangkan daerahnya dengan potensi yang ada.Â
Pertumbuhan ekonomi juga meningkat dan pelayanan publik lebih cepat dan tepat. Kehidupan demokrasi juga tumbuh mulai dari tingkat bawah sampai tingkat atas, masyarakat dapat memilih pemimpin daerahnya.
Sementara dampak negatif dari pemekaran daerah adalah eksploitasi sumber daya alam yang berpengaruh pada lingkungan. Dengan otonomi daerah, dalam lingkaran kepemimpinan daerah sering terjadi KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).Â
Kita bisa melihat banyak pejabat daerah yang terjerat kasus korupsi. Hal ini disebabkan pada pelaksanaan otonomi daerah terdapat pelimpahan wewenang dalam pembuatan kebijakan, keuangan, dan administrasi tanpa disertai pembagian wewenang di daerah. Dan hal ini membuka penyelewengan wewenang.Â