Don't judge a book by its cover. Begitu kata bijak, bahwa jangan menilai seseorang dari tampilan luar. Tapi coba lihat isi dompetnya. Ealah, bukan begitu juga kale.
Menilai seseorang, gunakan mata hati, selami jiwanya, dan ikuti nurani, kayak iklan pilkada ya. Begitu juga dengan daku, insting atau penilaian pada orang lain itu tak pernah salah.
Kalaupun salah, anggap saja khilaf. Begitulah, suatu hari saya khilaf. Ketika seseorang mondar mandir di depan rumah.
Pria dengan ciri-ciri berbadan tegap, bertato, berkumis, berjambang dan memakai slayer kepala. Kalau ditutupi mata sebelah, mirip bajak laut di pelem SpongeBob SquarePants.
Daku lapor ke ibu dan sekalian bertanya, apa punya hutang, siapa tahu dia debt korek kuping eh debt collector.
Engga, ibu menggeleng. Dan mulailah kami mengarang bebas. Apakah dia ingin mencuri? Merampok? Atau naksir sama anak gadis ibu? Saya dong .
Akhirnya, setelah dia capek mondar mandir kayak setrikaan, dia mengetuk pintu. Ibu rupanya penakut, daku disodorin buka pintu.
"Ini rumah Ibu Melati?" Tanyanya.
"Iya, benar. Ada apa ya? Suaraku bergerigi.Â
"Oh, syukurlah. Soalnya saya sudah lupa rumah Ibu Melati di mana. Ibu ada?"
Nah lho, nyari ibu khan...
Ibu keluar dengan takut-takut.Â
Si pria seram langsung bersimpuh di kaki ibu, sambil menangis meraung-raung. Waduh, tidak sesuai ekspektasi nih.
"Ini Iyan bu, anak murid ibu, yang bandel tapi ibu tak pernah marah. Ibu juga yang ngasih uang tiap mau cukur rambut. Hu..hu..hu, tangisnya."
Ibu bingung bin linglung. Ya iyalah mengajar SD selama 35 tahun, muridnya ada ribuan.
Namanya Bang Iyan tapi nama kerennya Bang Leo. Orang susah dan sekarang sukses. Sudah kerja di kapal selama 20 tahun dan punya rumah di Surabaya. Sstt, ngaku sebagai preman besar di Surabaya. Percaya? Entahlah.
Bang Iyan masih terisak-isak, dan daku tersenyum. Preman besar, bisa nangis ternyata. Preman juga manusia, jangan dibalik ya.
"Ini siapa yang senyam senyum," tanyanya dengan mata mendelik.Â
"Oh, anak ibu ya, kalau ada yang jahat lapor saja ya, katanya.
Dan begitulah, selama libur dan belum kembali ke Surabaya, tiap hari Bang Iyan membawa apel, anggur, sop, pisang goreng, pokoknya ada saja yang dibawa.
Baru kali ini bertemu preman berhati premium. Muka Rambo tapi hati Es Mambo.Â
Pesan penting, berbuat baiklah dengan orang lain, tanpa mengharap balasan. Karena Tuhan akan membalas dengan cara-Nya yang tak bisa kita duga.
FS, 11 Juli 22
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H