Indonesia disebut sebagai negara agraris, karena sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Sumber daya alam Indonesia melimpah ruah dan lahan yang subur sehingga usaha-usaha pertanian menghasilkan produk pertanian yang banyak serta beragam bahkan menjadi pengekspor komoditas pertanian.
Begitu juga halnya di Kerinci, sebagian besar penduduk bermata pencaharian di bidang pertanian, dan sebagian besar adalah usaha pertanian padi sawah.Â
Hal ini sesuai dengan luas area persawahan di Kerinci  sekitar 34.674 Ha berdasarkan data tahun 2017 (BPS Kerinci 2018, 136).
Sebagian besar lahan sawah di Kerinci merupakan milik bersama keluarga atau beberapa keluarga yang disebut kalbu. Di mana terdapat aturan gilir ganti sawah yang telah diatur berdasarkan kesepakatan antar keluarga.Â
Gilir ganti lahan sawah berkaitan dengan sistem kewarisan, dalam sistem kewarisan di Kerinci kedudukan ahli waris perempuan lebih diperhatikan.Â
Sistem gilir ganti lahan sawah merupakan cara pemakaian harta warisan berupa sawah yang ditinggalkan oleh si pewaris yang kemudian oleh ahli waris tidak dibagikan tetapi digunakan atau dikelola untuk memperoleh hasil secara bergantian sesuai kesepakatan bersama.
Contoh Ibu A mewariskan sawah pada anak-anaknya B, C, D, E, F, maka sawah tersebut pengelolaannya bergilir antara anak-anak B, C, D, E, F. Tahun ini giliran B, tahun berikutnya C dan begitu seterusnya.
Jika sepetak sawah dibagi dengan banyak orang tentu tiap orang mendapat bagian/luas yang kecil, untuk itulah dibuat aturan sistem gilir ganti lahan sawah, agar semua mendapat giliran menggarap sawah warisan ini.
Dalam pengelolaan sawah, di Kerinci terdapat kearifan lokal yakni "baselang". Baselang dalam bahasa Kerinci berarti saling meminjam. Baselang merupakan gotong royong pengerjaan sawah.Â
Baselang juga tidak dalam pengelolaan/pengerjaan sawah saja, dalam mendirikan rumah juga diterapkan baselang sebagai gotong royong bersama-sama membangun rumah.