Nenek moyang kita dahulunya menulis di benda-benda yang terdapat di lingkungan sekitar, seperti di atas tanduk kerbau. Pada tanduk kerbau tertulis aksara kuno Kerinci yang bernama aksara Incung berisikan tentang tambo atau silsilah.
Benda-benda pusaka ini dimandikan dengan aneka macam limau (jeruk). Nanti, air limau ini ditampung dalam ember, dibungkus dengan plastik dan dibagikan ke masyarakat wilayah adat Nenek Limo Hiang Tinggi dan perwakilan masyarakat adat dari desa tetangga.Â
Setelah benda pusaka dibersihkan/dimandikan maka disimpan kembali kecuali gading gajah untuk diperlihatkan kepada pemangku adat, alim ulama serta masyarakat.Â
Gading gajah terbungkus kain sorban bermotif batik akan dibawa ke sungai Batang Sangkir, sungai yang berada di Hiang.
Alim ulama membacakan doa, kemudian gading gajah dimasukkan ke dalam lubuk sungai dan masyarakat turun ke sungai untuk memperebutkannya.Â
Gading gajah ini berpindah tangan dari satu orang ke yang lain sampai ritual ini selesai dan gading gajah kemudian dibungkus kembali dengan kain sorban bermotif batik dan dikembalikan ke tempat penyimpanan benda pusaka.
Ritual mandi gading dengan salat istisqa tidak bisa dipisahkan, ini menunjukan bahwa dalam tradisi turun temurun dari nenek moyang yang merupakan kearifan lokal tapi tetap berpegang pada agama Islam yang dianut masyarakat.Â