Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Desa Muak Menyimpan Sejarah Peradaban Megalitikum Kerinci

22 Maret 2022   10:56 Diperbarui: 22 Maret 2022   13:19 2213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu saya berkunjung ke Desa Muak yang terletak di Kecamatan Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci. Jarak dari Kota Sungai Penuh ke Desa Muak lebih kurang 26 km, dibutuhkan kurang dari satu jam perjalanan untuk ke sana. Desa Muak dikenal sebagai desa yang menyimpan sejarah peradaban megalitikum satu-satunya di Kabupaten Kerinci yang terkaya dan masih bisa disaksikan hingga kini. 

Zaman megalitikum adalah zaman batu besar, di mana manusia pada zaman tersebut menggunakan peralatan dari batu besar, mega berarti besar, lithos berarti batu. Budaya megalitikum merupakan budaya pemujaan terhadap roh leluhur. Peninggalan megalitikum banyak terdapat di Indonesia berupa kubur batu, menhir (batu tegak), dolmen (meja batu), sarkofagus (kubur batu yang ada wadah penutup), waruga (kubur batu bentuknya seperti rumah), punden berundak (berbentuk anak tetangga) dan arca batu. 

Di Desa Muak peradaban megalitikum yang dapat kita jumpai adalah Situs Batu Patah, Situs Batu Berrelief, Situs Batu Gong yang kesemuanya itu terletak dalam kawasan permukiman warga. Peninggalan ini diduga menjadi media persembahan buat matahari pada zaman Proto Melayu.

Batu Patah ditemukan pada tahun 1972 ketika pembukaan jalan. Batu Patah merupakan batu besar yang dipahat berbentuk silindrik dengan posisi rebah, berukuran panjang 4,20 m, lebar 1 m dan tinggi 1,17 m. Karena bentuknya patah maka dinamakan batu patah. 

Batu Berelief Muak, Batu Patah/Foto Fatmi Sunarya
Batu Berelief Muak, Batu Patah/Foto Fatmi Sunarya

Batu Berelief Muak, Batu Patah/Foto Fatmi Sunarya
Batu Berelief Muak, Batu Patah/Foto Fatmi Sunarya

Sementara Batu Berrelief dan Lumpang Batu berjarak 1 km dari lokasi Batu Patah. Lumpang Batu berbentuk persegi tidak beraturan dengan diameter kurang lebih 60 cm dengan lubang menyempit ke bawah berdiameter 30 cm. Di sebelah lumpang batu terdapat Batu Berrelief berbentuk lonjong tidak beraturan dengan tinggi 35 cm dan diameter 66 cm. Ada pahatan berbentuk manusia, kuda, gajah, kerbau, anjing dan tumbuhan sulur-suluran. Karena mempunyai motif gambar maka disebut batu berrelief. Oleh masyarakat setempat batu berrelief ini disebut juga Batu Berlukis.

Situs Batu Berelief dan Lumpang Batu Muak/Foto Fatmi Sunarya
Situs Batu Berelief dan Lumpang Batu Muak/Foto Fatmi Sunarya

Batu Berelief dan Lumpang Batu Muak/Foto Fatmi Sunarya
Batu Berelief dan Lumpang Batu Muak/Foto Fatmi Sunarya

Selanjutnya adalah Batu Gong yang berjarak 5 km dari Batu Patah, situs ini terletak jauh dari jalan raya dan mesti berjalan kaki. Lokasinya berada di tengah-tengah ladang. Batu Gong sebenarnya batu silindrik hanya oleh masyarakat disebut batu gong karena bentuknya seperti gong. Batu Gong berdiameter 1,5 m, panjang 3 m dan terdapat ukiran binatang dan manusia.

Batu Gong, sumber foto https://mozaikminang.wordpress.com/2009/10/16/desa-megalitikum-di-kerinci/
Batu Gong, sumber foto https://mozaikminang.wordpress.com/2009/10/16/desa-megalitikum-di-kerinci/

Situs peninggalan peradaban megalitikum saat ini sudah dipagar besi di bawah pengelolaan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi, dilindungi dengan Undang-undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dengan adanya peninggalan di wilayah Kerinci diketahui bahwa sudah terbentuk permukiman dusun purba sejak 4000 SM atau yang biasa disebut sebagai Zaman Batu Tengah.

Pada masa lalu masyarakat memiliki kepercayaan akan adanya pengaruh yang kuat dari orang yang telah mati terhadap kesejahteraan kehidupan masyarakat, sehingga  mendorong masyarakat mendirikan bangunan batu besar (megalitik). Mereka berharap leluhur dapat menjaga dan melindungi kehidupan mereka. 

Warisan peradaban megalitikum atau peninggalan masa lampau ini wajib dijaga kelestariannya oleh kita bersama. Selain menjadi objek wisata, juga bisa mengenal asal usul atau perkembangan kehidupan nenek moyang kita di masa lampau. Dibutuhkan peran pemerintah dan kesadaran masyarakat untuk menjaga situs ini agar keberadaannya tetap lestari dan tidak ada tangan-tangan jahil yang merusaknya. 

Sumber 1

Fatmi Sunarya, 22 Maret 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun