Tanggal 8 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional atau International Woman's Day (IWD). Peringatan Hari Perempuan Internasional ini merupakan pengakuan akan prestasi para perempuan tanpa memandang etnis, agama, budaya, ekonomi bahkan politik. Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, perempuan juga mendapat kesempatan yang sama dalam melakukan pergerakan dan perjuangan bersama kaum laki-laki. Kita mengenal Pahlawan Nasional Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu, R. A Kartini dan masih banyak lagi. Ada yang sudah diakui menjadi Pahlawan Nasional dan ada yang belum. Walaupun belum di akui, para perempuan pejuang  ini sudah ikut berjuang dalam kemerdekaan Indonesia.
Di Kerinci juga demikian, para perempuan bersama-sama dengan kaum laki-laki berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Sejarah perjuangan rakyat Kerinci yakni kepahlawanan Depati Parbo pernah saya tulis pada artikel yang lalu dengan judul "Mengenal dan Mengenang Depati Parbo, Pahlawan Kerinci". Perjuangan melawan penjajahan Belanda yang datang ke Kerinci pada tahun 1903 dipimpin oleh Depati Parbo. Perempuan yang ikut berjuang bersama Depati Parbo adalah Hj. Fatimah.
Hj. Fatimah merupakan sepupu dari Kasib atau yang lebih dikenal dengan nama Depati Parbo. Kelahiran Desa Lolo Kecil yang terletak di Gunung Raya, Kerinci. Bersuamikan Canai gelar Orang Tuo Lingkat yang berasal dari desa Lempur, Gunung Raya, Hj Fatimah tidak memiliki anak.
Belanda memasuki wilayah Kerinci dari dua penjuru, pertama dari arah Bangko, kedua dari daerah Muko-muko lewat Lempur. Karena masa perang, suami Hj. Fatimah yang sedang sakit diungsikan dari Lolo Kecil ke Lempur. Ternyata pasukan Belanda menyerang daerah Lempur sehingga menewaskan penduduk termasuk suami dari Hj. Fatimah.
Mendengar kabar kematian suaminya, Hj. Fatimah bergabung mengangkat senjata melawan Belanda bersama para Hulubalang Kerinci dibawah pimpinan Depati Parbo. Semangat, tekad dan dendam membuatnya tidak takut berada di garda terdepan menyambut pasukan Belanda. Dalam peperangan yang memakan waktu 3 hari, pasukan Belanda dengan jumlah ratusan dihadapi oleh para Hulubalang Kerinci dibawah komando Depati Parbo dengan menggunakan taktik gerilya.Â
Hj. Fatimah sendiri dengan bersenjatakan tombak menunggu pasukan Belanda di gerbang desa Lolo, dengan gagah berani Hj. Fatimah berhasil menewaskan 4 orang dari pasukan Belanda bahkan diantaranya berpangkat Letnan. Hal ini membuat pasukan Belanda marah besar dan membabi buta menyerang yang menyebabkan Hj. Fatimah gugur di medan perang.
Hj. Fatimah dimakamkan di Dusun Lolo, gugurnya pahlawan perempuan ini tidak menyurutkan perjuangan rakyat Kerinci melawan Belanda. Malah semakin berkobar di seluruh penjuru negeri. Walaupun akhirnya perjuangan rakyat Kerinci di bawah pimpinan Depati Parbo ini bisa dipatahkan dengan licik melalui perundingan tapi akhirnya Depati Parbo malah ditangkap dan dibuang ke Ternate.
Pada Hari Perempuan Internasional yang kita peringati tanggal 8 Maret ini, tentu para perempuan bisa belajar dari patriotisme perempuan pejuang kemerdekaan kita seperti Hj. Fatimah. Bagaimana keberanian dalam membela kebenaran, rela berkorban jiwa dan raga, patriotisme ini patut menjadi teladan.
Pada masa sekarang, tentu saja perempuan tidak mengangkat senjata tetapi perempuan berkiprah dalam memajukan bangsa. Perempuan harus menunjukkan partisipasinya, berkontribusi pikiran dan gagasan dalam karya yang berguna serta prestasi. Setiap kita bisa menjadi pahlawan  yang menyerahkan hidupnya untuk kemerdekaan, dengan cara ikut serta dalam menyumbangkan kemampuan yang kita miliki untuk kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa.Â
Seorang pahlawan tidak harus lahir dari medan perang, tetapi bisa berasal dari ruang tempat orang-orang mengabdikan hidup, gagasan, atau karyanya untuk kemajuan bangsa dan kemakmuran rakyat. Termasuk perempuan bisa menjadi pahlawan.