Aksara atau huruf merupakan system tanda grafis yang dipakai manusia untuk berkomunikasi. Pada zaman dulu, berdasarkan peninggalan sejarah, aksara tertulis di situs benda-benda keras seperti tanduk kerbau, bambu, kulit kayu dan daun lontar. Tak terkecuali di Kerinci, aksara yang dipergunakan oleh suku Kerinci kuno bernama aksara Incung. Seperti halnya suku tua yang ada di Sumatera juga memiliki aksara tersendiri seperti aksara Batak, aksara Rejang, aksara Alas Gayo.
Aksara Incung Kerinci termasuk tulisan fonetik yang berjenis suku kata umumnya merupakan bunyi huruf-huruf hidup, sama dalam aksara Arab. Incung dalam bahasa Kerinci berarti miring atau seperti terpancung. Â Aksara Incung dibentuk oleh garis lurus, patah terpancung dan melengkung.
Aksara Incung Kerinci ini hampir mengalami kepunahan namun budayawan Kerinci mempelajari kembali aksara dari leluhurnya ini (sumber H. H. Sunliensyar). Salah satu usaha pelestarian aksara Incung adalah adanya pelajaran aksara Incung pada muatan lokal di sekolah-sekolah.
Upaya pelestarian aksara Incung juga dilakukan beberapa pengrajin batik tulis Kerinci yang menjadikan aksara Incung menjadi motif batik sehingga dihasilkan batik Kerinci motif Incung yang sangat menarik. Salah satunya adalah Emelya Wati dengan usaha batik Incoang-nya dengan motif-motif berciri khas Kerinci dan tentu saja yang utama adalah motif batik aksara Incung.
Awal mulanya para pengrajin batik yang bersentra di Kota Sungai Penuh ini mendapat pembinaan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Sungai Penuh. Mulai dari pelatihan membuat batik, dan diberi bantuan peralatan batik hingga hasil batiknya dijual kepada pemerintah kota. Dengan berbagai kelompok pembatik, usaha batik ini terus berkembang dan memiliki pasar tersendiri di masyakarat dan menjadi ciri khas batik Kerinci.Â
Semula pengrajin batik menggunakan pewarnaan alam seperti  kulit manggis, kulit jengkol,indigo, jalawe dan mahoni. Namun konsumen lokal kurang menyukai warna batik yang gelap dan lebih menyukai warna batik cerah. Konsumen dari luar negeri malah sangat menyukai batik dengan pewarnaan alam. Untuk mendapatkan warna batik yang cerah, pengrajin batik diajarkan menggunakan pewarna sintetis.Â
Harga batik ini juga beragam, batik cap lebih murah dari batik tulis, batik cap dengan harga Rp. 130.000 dan batik tulis Rp. 300.000-Rp. 700.000, dengan ukuran bahan batik 2 m x 115 cm. Harga batik ini tidak lepas dari proses pembuatan batik yang cukup lama, seperti batik dengan pewarnaan alam butuh waktu selama 20 hari untuk selembar kain batik. Para pengrajin batik juga terus berkreasi memodifikasi batik pada jaket, baju kaos sehingga diminati anak-anak muda.
Batik Kerinci dengan motif aksara Incung dan juga motif lainnya berciri khas Kerinci sangat diminati oleh masyarakat Kerinci dan juga dari luar Kerinci. Apalagi penggunaan batik bagi pegawai negeri maupun pegawai swasta sebagai seragam kerja setiap hari Kamis membuat minat pada batik Kerinci semakin tinggi.
Diharapkan dengan tingginya animo masyarakat pada batik dengan motif Incung ini, masyarakat mengetahui dan berminat untuk belajar mengenal aksara Incung. Melestarikan batik sekaligus melestarikan aksara Incung, dua hal dalam pelestarian budaya. Pelestarian budaya batik karena batik merupakan warisan budaya Indonesia, milik Indonesia asli. Juga pelestarian budaya peninggalan Kerinci kuno berupa aksara Incung. Semoga bisa berkembang dan tetap lestari.Â
Fatmi Sunarya, 01 September 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H