Desa Pulau Tengah, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, adalah sebuah desa yang berada di pinggir Danau Kerinci. Disamping terkenal dengan masjid keramat yang pernah saya tulis dengan judul Wisata Religi ke Masjid Keramat Koto Tuo Pulau Tengah, Â desa Pulau Tengah juga terkenal dengan Tarian Ngagah Harimau atau dalam bahasa Pulau Tengah Ngagah Imau. Ngagah artinya menghibur, dengan arti menghibur roh harimau yang mati agar harimau lain tidak mengganggu.
Tarian Ngagah Harimau berfungsi sebagai Tari penolak Bala. Ngagah harimau adalah ritual atau persembahan menghormati roh harimau yang mati. Bagi masyarakat Kerinci, harimau adalah makhluk karismatik yang dipercaya sebagai titipan dari nenek moyang untuk menjaga hutan.Â
Harimau sering di panggil Ninek (nenek) yang berarti makhluk yang dituakan. Jika ada serangan harimau bagi masyarakat Kerinci bukanlah ancaman tetapi merupakan "teguran" dari orangtua.
Dari zaman dulu Masyarakat Kerinci dan Harimau hidup berdampingan dengan damai. Pertalian batin antara masyarakat Kerinci dan harimau khususnya di Pulau Tengah, harimau dipercayai menunjuk jalan pulang jika ada yang tersesat di rimba. Masyarakat juga tidak memburu harimau bahkan bala akan datang jika membunuh harimau. Ini ditandai dengan mantra Ngagah Harimau untuk menghormati harimau yang mati berbunyi :
Uuu...nek moyang tingkaih, ngak bugle Mangku Gunung Rayo
Uuu...nek sarintak ujoa panah, ngak bugle Panglimo Tangkaih
Uuu...hulubalo tigea badoa sebatoa wujudnya tigea
Jika ada harimau yang ditemukan mati, maka akan ditutup dengan kain putih, ditandu ke balai adat dan diletakkan ditempat yang tinggi. Alat bebunyian bernama Terawak dari tempurung akan dipukul untuk menjemput roh harimau. Alat Terawak ini dilekatkan ke tanah dengan keyakinan harimau mempunyai telinga/pendengaran di tanah yang diinjaknya.
Kain penutup muka harimau dan diletakan persembahan benda pengganti, taring diganti dengan keris, kuku diganti dengan sebilah pedang, ekor diganti dengan tombak, suaranya diganti dengan pukulan gong, warna mata diganti dengan kelopak betung, serta belangnya diganti dengan warna kain.
Harimau yang mati kemudian diarak ke desa, di depan harimau pemuda berebutan ngagah (menghibur) arwah harimau dengan silat dan gerakan harimau serta tarian. Dalam ritual ini banyak yang kesurupan. Setelah ritual ini selesai baru harimau dikuburkan di pinggir desa.
Tari Ngagah Harimau diciptakan dan dibuat koreografi oleh Bapak Harun Pasir. Bapak Harun Pasir yang lahir di Pulau Tengah dan saat ini berusia 80 tahun merupakan seniman alam. Gerakan tarian Ngagah Harimau merupakan tiruan dari gerak harimau yakni gerak menyerang, gerak menyeru, gerak jatuh, gerak selamat datang dan gerak sumpah. Â
Bapak Harun Pasir berusaha mempertahankan, mengangkat, serta mengembangkan seni dan budaya Kerinci yang lama hilang. Usaha yang tak pernah menyerah, hingga dirinya menyebut sebagai suara parau manusia kerdil dari pinggiran danau kerinci.
Usahanya tidak sia-sia dan tari Ngagah Harimau ini mulai bergaung setelah menyabet juara 2 pada Anugerah Pesona Indonesia dalam aktraksi budaya terpopuler pada tahun 2017. Agar budaya ini tetap berkelanjutan beliau mendirikan Sanggar Seni Telaga Biru dengan tujuan anak-anak muda melanjutkan tradisi budaya ini.
Tari Ngagah Harimau saat ini jika dipertunjukkan sifatnya melestarikan tarian dan budaya, dengan menggunakan simbol harimau. Dengan kata lain, jika dahulu dilakukan karena menghormati harimau yang mati maka kini jika dipertunjukkan hanya untuk pelestarian budaya.Â
Tari Ngagah Harimau ini merupakan kearifan budaya lokal masyarakat khususnya desa Pulau Tengah menghormati harimau sebagai makhluk perwujudan dari nenek moyang. Tentu saja ini semata-mata merupakan warisan tradisi dari nenek moyang kita yang pada zaman itu menganut kepercayaan animisme, dinamisme, totemisme.Â
Seperti juga harapan dari Bapak Harun Pasir, selayaknya kita tetap melestarikan budaya asli Indonesia karena budaya adalah identitas bangsa. Â Salah satu cara melestarikan dan menghargai budaya kita adalah dengan mempelajarinya, memperkenalkannya dan mempertahankannya. Semoga budaya Indonesia tetap lestari di tengah era globalisasi ini. Salam budaya, salam lestari.
Sumber video dari National Geographic Magazine Indonesia
FS, 16 Agustus 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H