Happy weekend! Ucapan yang saya terima di hari Sabtu yang cerah merona. Happy weekend too, balas saya. Dan kitapun rebah di rumah masing-masing. Begitukah? Jangan dong, walaupun di masa pandemi yang mengkuatirkan ini kita tetap berkegiatan. Bagi pekerja kantoran seperti saya dengan jam kerja eight-to-four, rutinitas itu kadang membosankan dan perlu menyegarkan diri.
Biasanya hari Sabtu dan Minggu, saya akan jalan-jalan mencari pemandangan yang hijau. Tapi karena pandemi dan kita mau tak mau harus memilih untuk tetap dirumah saja. Kalaupun keluar rumah paling untuk berbelanja.
Sabtu ini akhirnya saya menjenguk kebun di belakang rumah. Kebun ini lebih banyak berisi "tanaman warisan", yang ditanam oleh almarhum bapak saya dan dilanjutkan dengan orang yang mengolah kebun ini dulunya. Â Tanaman warisan itu berupa pohon cengkeh, kuini, rambutan, jambu merah, nangka.
Sementara saya hanya mengisi kebun dengan pohon pisang dan tanaman singkong yang tidak perlu perawatan. Lahan kebun penuh dengan pohon pisang dan harga pisang di pasaran juga mahal. Selain untuk konsumsi sendiri dan menyehatkan untuk dikonsumsi, pisang biasanya dijual juga. Kalau untuk singkong, di desa saya ini banyak terdapat industri rumah tangga yang memproduksi keripik singkong, kerupuk singkong (opak). Biasanya setelah tanaman singkong layak di panen, saya serahkan seluruhnya untuk diborong oleh yang memanen.
Hari ini saya sangat senang bisa berkeliling kebun dan walaupun saya bukan fotografer handal, tapi saya suka memotret. Berkeliling kebun sambil memotret dan panen jambu merah sangatlah menyenangkan. Lumayan, jambu merah bisa dibuat jus jambu merah.
Pohon nangka yang terletak di depan rumah, konon pohon nangka ini umurnya lebih tua dari saya. Tapi masih rajin berbuah. Nangka kalau di Kerinci adalah campuran untuk masakan daging dalam acara kenduri. Jadi setiap acara pernikahan atau kenduri lainnya, nangka paling dicari.
Pohon cengkeh hanya tiga batang dan tahun lalu hanya dua batang yang berbuah. Yang satu mungkin lagi ngambek he he he. Baru bulan kemarin saya menjual buah cengkeh kering hasil panen tahun lalu yang saya simpan di kardus, dengan harga lumayan Rp. 108.000/kilo. Waktu panen tahun kemaren harga cengkeh kering anjlok hanya berkisar Rp. 50.000-Rp. 60.000.
Saya bukan petani yang serius, maksudnya kebun ini tidak saya olah dengan baik. Tidak ada waktu dan kalau bayar pekerja upahnya perhari agak mahal. Upah harian pekerja biasanya berkisar Rp. 100.000-Rp. 125.000. Mungkin jika saya tidak bekerja lagi nantinya, kebun saya ini akan saya kelola dengan baik.
Selain tanaman ternyata kebun saya juga berisi penyeludup setia. Iya bajing, saya menangkap basah lagi memakan pepaya.Â
Bajing memang sering bikin kesal. Panen durian gagal total gara-gara bajing. Berharap durian runtuh, eh durian yang masih muda sudah bolong oleh si bajing.
Selain bajing, hari ini saya juga berhasil memotret burung ruak-ruak yang mengendap diam-diam. Ternyata, menghabiskan waktu di kebun cukup menyenangkan walaupun dikerubuti nyamuk-nyamuk nakal.
Pandemi, bagi yang hobby jalan-jalan dan memotret memang menyakitkan. Tapi jangan patah semangat, bisa manfaatkan waktu di rumah dengan berkebun. Jika tidak punya lahan yang memadai bisa berkebun dengan media pot, menanam sayur atau bunga hias. Tetap sehat dan semangat semuanya, kita berharap pandemi ini segera berlalu.
FS, 17 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H