Ya, sebagaimana pihak PT dan LSM punya concern pada konservasi.
Pengembangan kopi Arabika ini juga dilakukan sebagai langkah pencegahan petani merambah hutan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Jadi, petani dilarang menanam dalam kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat. Jika terjadi pelanggaran misalnya ada yang menanam dalam kawasan, maka petani tersebut dicoret sebagai petani binaan/tidak dibeli kopinya.
Hal ini diejawantahkan sebagai salah satu bentuk keterlibatan petani pada konservasi. Selain, mencegah terjadinya kerusakan pada tanah akibat penggunaan pestisida dan herbisida yang berlebihan, misalnya.
Perlu untuk kita ketahui juga bahwa, ada banyak keluhan dari konsumen kopi dari luar negeri tentang produk kopi dalam negeri, ihwal petani kita masih memakai pupuk kimia. Bahkan adakalanya produk kopi yang memakai pupuk kimia juga ditolak konsumen, karena mereka lebih memilih produk yang menggunakan pupuk organik.
Pabrik milik PT ini mengolah kopi yang dibeli langsung dari petani. Tentu saja sebelum di ekspor, standar dan mutu kebersihan sudah dijaga dengan baik. Petani kopi di Kayu Aro rata-rata menyetor kopi 10 ton per harinya.
Saya sendiri tidak terlibat pada PT ini, karena sejak tahun 2017 saya sudah mengundurkan diri dari LSM tersebut. Namun, sampai saat ini saya tetap mendukung pengembangan Kopi Arabika Kerinci ini.
Lokasi pabrik kopi ini terletak di Sungai Lintang, Kecamatan Kayu Aro Barat, Kabupaten Kerinci. Pabrik Kopi ini juga menerapkan system recycle (dari kopi kembali ke kopi). Begitupun dengan limbah dan ampas kopi dari olahan pabrik dijadikan pupuk organik.
Untuk saat ini Pabrik Kopi Arabika di Kerinci lagi gencar-gencarnya melakukan ekspor produk kopi ke luar negeri. Mereka bekerjasama dengan dua perusahaan besar di negeri Paman Sam, Amerika.
Perusahan Amerika ini juga memiliki cabang di Eropa, seperti Inggris dan Jerman. Selebihnya, produk kopi ini dijual di dalam negeri, termasuk menjalin kerja dengan Starbucks.