Bumi Sakti Alam Kerinci, kabupaten yang terletak di Provinsi Jambi mempunyai keindahan alam nan elok hingga dijuluki "sekepal tanah surga" oleh Ghazali Burhan Riodja seorang Penyair Kerinci sekelas Chairil Anwar.
Sekepal tanah surga
Sebuah anugerah untuk dunia
Kita sudah sama sama mengecapnya
O, tanah juita
Pusaka sepasang arwah cinta
Hembusan wangi nafas sejukmu
Menenteramkan hidup insaniÂ
Gazali Burhan Riodja bin Haji Burhan Ilyas (1943-1970)
Selain keindahan alam nan elok, Kerinci juga menyimpan banyak hal mistis. Seperti beberapa tarian pemanggil roh yakni, Tari Asyek, sebuah tari memanggil roh nenek moyang juga Tari Ngangah sebuah tari menghibur roh harimau. Tari lainnya yang kini menjadi ikon seni budaya Kerinci adalah Tari Niti Mahligai. Setiap penampilan tari ini sangat memukau dan selalu ditunggu. Tari Niti Mahligai berasal dari desa Siulak Mukai Tengah, Kecamatan Gunung Kerinci, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.
Tari Niti Mahligai merupakan gabungan dari seni tari, silat, atraksi panutis (kebatinan khas Kerinci) atau mercok (sejenis debus khas Kerinci). Tarian ini mulai terkenal pada awal 2004 setelah dipertunjukan ke publik dan dikembangkan oleh generasi kelima Bagindo Rami yang mewarisi ilmu beladiri yang kemudian dikreasikan menjadi sebuah tarian.
Penari Niti Mahligai melakukan atraksi Panutis dan Mercok diantaranya menari diatas beling, duri, aur paku, mata pedang dan bara api. Tari Niti Mahligai adalah tari tradisional yang bersifat magis. Niti dalam bahasa Kerinci berarti berjalan diatas benda, mahligai berarti tahta, tarian ini mempunyai arti sebuah tarian yang dilakukan secara khusuk untuk suatu tujuan memperoleh tahta. Dahulunya tarian ini dipersembahkan dalam upacara pemujaan yaitu upacara penobatan gelar adat Bilan Salih (gelar adat yang disandang anak batino/kaum perempuan). Gelar Bilan Salih adalah gelar yang diberikan kepada kaum perempuan pendamping pemegang gelar adat laki-laki seperti Depati, Ninik Mamak. Upacara adat inilah yang disebut Naik Mahligai yang didalamnya terdapat tari Niti Mahligai.
Bilan Salih (pemegang gelar adat kaum perempuan) merupakan urang turunan, orang yang memiliki kekuatan ilmu yang berasal dari nenek moyang untuk memimpin dan melaksanakan upacara Naik Mahligai. Â Penari Tari Niti Mahligai biasanya perempuan yang berumur, memiliki pawang, dan ketika atraksi berlangsung maka penari akan dirasuki oleh roh nenek moyang yang diyakini melebihi kekuatan manusia. Para penari tidak sadar diri dalam melakukan atraksi.
Beberapa atraksi diantaranya :
Niti Gunung Kaco, penari akan menari diatas pecahan kaca
Niti Gunung Telo, penari akan berjalan di atas mangkok-mangkok kecil dan juga di atas batang pisang yang diatasnya diletakkan telur
Niti Gunung Tajam, penari akan berjalan di atas bambu-bambu runcing serta paku
Niti Gunung Pedam, penari akan menari di atas ujung pedang yang sangat runcing
Niti Gunung daun yaitu menari di atas daun kelor
Niti Laut Api yaitu menari di dalam bara api yang sangat panas
Berapa jumlah penari Tari Niti Mahligai tidak ditentukan, tergantung kesiapan penari dan biasanya 6 orang penari. Tarian ini menggunakan musik seruling, gendang, gong. Penari biasanya juga diambil dari garis keturunan  yang memiliki kekuatan batin. Ada ritual yang harus dijalani penari, seperti mandi balimau di sungai, ritual khusus bersama pawang yang membantu berkomunikasi dengan makhluk-makhluk yang energinya dipinjam. Pawang bisa memindahkan kekuatan gaib itu ke tubuh penari. Penari dalam Tari Niti Mahligai memakai pakaian adat Kerinci.
Tarian Niti Mahligai ini sudah dipertunjukkan di berbagai wilayah di Nusantara bahkan juga ke luar negeri. Pada zaman dahulunya tarian dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi dengan roh-roh nenek moyang. Pada zaman sekarang, lebih ditekankan untuk pelestarian budaya yang merupakan warisan dari nenek moyang. Tari Niti Mahligai dalam pertunjukannya kini juga menyesuaikan dengan tempat pertunjukan, karena ada beberapa atraksi yang tidak memungkinkan karena situasi tempat pertunjukan. Seperti Niti Laut Api, menari di dalam bara api jika pentasnya tidak memungkin tidak dilakukan. Umumnya untuk pentas-pentas seni lebih sering dilakukan atraksi Niti Gunung Kaco, menari diatas pecahan kaca. Seperti dalam cuplikan video berikut ini.
Tari tradisional merupakan warisan budaya dari nenek moyang kita dan memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat dari dahulu hingga sekarang. Melalui tarian, ekspresi ditunjukan dengan gerakan yang indah dan tiap tari memiliki ciri khasnya sendiri. Semoga tarian-tarian tradisional bisa tetap kita lestarikan, karena merupakan warisan budaya dari nenek moyang kita. Terima kasih.Â
Fatmi Sunarya, 27 November 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H