Hendak memejamkan mata di malam indah yang di hiasi kerlip bintang, baru ingat kalau besok tanggal 9 Agustus 2020 sudah satu tahun bergabung di Kompasiana. Setahun yang lalu tanggal 9 Agustus 2019 saya mulai bergabung di Kompasiana.
Awalnya tidak ada yang mengajak atau mengenalkan Kompasiana. Ini bermula ketika rindu menulis kembali. Seperti sudah saya ceritakan di tulisan terdahulu. Saya hopeless, patah arang karena beberapa tulisan yang saya kirim via email ke beberapa redaksi media online tidak ada balasan. Lalu saya browsing dan menemukan blog Kompasiana. Mendaftar sendiri, belajar sendiri dan bingung sendiri juga waktu itu.
Saya juga tidak mengerti tentang pemberian label apakah pilihan atau tidak, rating dan sebagainya. Saya post tulisan bisa berkali-kali dalam sehari. Mengetahui dikasih label pilihan atau artikel utama malah beberapa hari kemudian. Komentar pertama saya dapatkan dari Pak Tjiptadinata Effendi. Saking senangnya dikomentari, komentar beliau langsung saya share di FB.
Makanya walaupun jarang komentar, setidaknya saya vote sahabat Kompasianer yang baru bergabung. Saya pernah berada di posisi yang sama, merasakan senangnya ada yang vote atau komentar atau juga follow. Saat itu saya tertarik dengan puisi Sahabat Kompasianer bernama Ikhlas, yang membawa saya berteman dengannya di FB. Ikhlas juga yang memberi nomer WA saya pada admin sebuah Whatsapp Grup (WAG) Kompasianer.
Di WAG itulah saya belajar, menyimak, bertanya bagaimana menulis yang menarik. Anggota WAG adalah Sahabat Kompasianer yang aktif menulis. Sayangnya saya harus meninggalkan sahabat-sahabat saya tersebut karena alasan pribadi. Namun semua kontak  sahabat saya di WAG tersebut tetap saya simpan. Dan di Kompasiana juga tetap bisa berkomunikasi.
Akhirnya secara solo dan tetap berkomunikasi dengan beberapa sahabat Kompasianer, saya masih bertahan sampai saat ini. Walaupun ada beberapa hal yang kadang membuat "down".
Saya sudah tidak lagi muda, maka tak begitu ambisius atau mempunyai target. Menulis mengalir apa adanya. Tidak peduli akan perolehan poin dan mulai tidak peduli akan contreng biru. Kalau awal menulis saya selalu cek poin, sebal kalau masih simbol mata satu di Junior. Pengennya mata dua di Taruna he he he.
Saya juga tidak ingin menyebut data statistik saya, seperti dapat Artikel utama berapa kali, pilihan berapa kali, atau sudah dapat K-reward berapa banyak. Ada nasihat dari salah seorang Sahabat Kompasianer agar saya selalu rendah hati dan bersyukur apapun yang saya peroleh saat ini.
Di atas langit masih ada langit. Di Kompasiana masih banyak penulis yang kaya pengalaman, artikel-artikelnya bagus dan menarik serta jam terbangnya tinggi. Saya baru satu tahun, masih "balita" dalam menulis. Saya belajar banyak dari mereka. Dan mereka sangat low profile, tidak menyombongkan diri, mau berbagi, dan pada penulis inilah saya sangat respect.
Sesungguhnya, saya berderai air mata membuat video ini. Satu tahun saya merasakan hal yang luar biasa. Ada begitu banyak kebahagiaan, pun banyak juga kesedihan. Â