Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mimpi tentang Sebuah Buku

26 Juli 2020   18:15 Diperbarui: 27 Juli 2020   05:35 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Fatmi Sunarya/dokpri

Seperti pernah saya ceritakan sebelumnya, Ibu saya adalah seorang guru dan masa kecil lebih banyak dihabiskan di sekolah. Semenjak sudah bisa berjalan atau umur 2 tahun, saya sudah dibawa Ibu ke sekolah. Guru di zaman itu bergaji kecil dan tidak mampu bayar baby sitter.

Saya sudah bisa baca tulis umur 4 tahun dan duduk di bangku kelas 1 SD umur 5 tahun tapi belum resmi sebagai murid. Hanya mengikuti pelajaran tapi tidak menerima rapor kenaikan kelas. 

Perpustakaan adalah istana bermain di waktu itu. Anak-anak zaman dulu biasanya main tali, main petak umpet, main congklak, dan saya memilih menghabiskan membaca buku cerita di perpustakaan SD. Kalau belum selesai, pasti 3-5 buku dibawa pulang.

Bagaimana dengan anak-anak lain? Mereka kurang berminat, lebih berminat main di sungai, main di sawah, main layangan, pokoknya outdoor. Nah mungkin ini juga sebabnya, sekarang saya malah suka berkegiatan outdoor. Masa kecil kurang bahagia.....

Buku-buku yang saya baca membuat takjub, dan berpikir bagaimana caranya mengarang sebuah buku. Pernah saya coret-coret untuk menulis. Tapi tidak pernah menjadi sebuah tulisan, maklum masih SD.

Sejak saat itu, mimpi menjadi pengarang buku sudah tertanam di jiwa dan menjadi mimpi setiap menyibak lembar buku yang dibaca. Ketika SMP, saya juga aktif mengisi Mading (Majalah Dinding), dengan puisi, vinyet. Ada satu puisi saya tentang cinta yang membuat heboh satu sekolah. 

Zaman dulu, anak-anak SMP tabu ngomong soal cinta. Sampai guru Bahasa Inggris, Bapak Murdani bertanya, "Kamu tahu artinya cinta?"

Saya menggeleng, "Saya menulis saja, Pak."

Dapat kata-kata entah dari mana. Sampai sekarang, ketika saya kembali membaca puisi-puisi yang saya buat, saya kadang bingung ini kata dari mana? Kok jadi begini? Hanya sampai SMP gairah menulis saya, karena di SMA tidak ada media yang menfasilitasinya.

Saya kembali menulis ketika bekerja di sebuah LSM, karena didorong teman-teman kantor yang selalu heboh kalau tulisannya dimuat di Koran Kompas. Dulu mas Alvin Hidayat, tulisannya tentang Konservasi dan lain-lain selalu nongol di Koran Kompas dan Koran lokal lainnya.

Akhirnya setelah kirim sana kirim sini, Cerpen saya berjudul I Love Monday dimuat di Sriwijaya Post (Palembang) dan beberapa puisi di muat di Koran Haluan (Padang). Rasanya senangnya tak terkira, honornya dikirim pakai wesel pos. Kalau saya ngomong soal wesel pos pasti bisa menduga saya hidup dizaman apa, he he he

Setelah beberapa kali gagal muat di Koran akhirnya saya patah arang. Tahu ngga sih, dizaman itu mengirim cerpen atau puisi via Kantor Pos lho. Entah sampai entah engga juga ngga tahu. Kalau sekarang enak, kirim via email saja. Akhirnya saya mengakhiri kegiatan menulis saya.

Sekitar awal 2019 ada peristiwa yang membuat saya terpuruk dan tiba-tiba ingin menulis lagi. Sama seperti dulu, saya kirim-kirim tulisan ke alamat email redaksi. Namun hening, tidak ada jawaban. Baru Agustus 2019 saya browsing dan bergabung dengan Kompasiana. Jadi bulan depan, Agustus baru genap satu tahun saya di Kompasiana.

Umur satu tahun, layaknya anak kecil yang baru mulai bisa berjalan, masih mencari tapakan yang pas, kadang sempoyongan dan sering jatuh. Begitu juga halnya dengan saya di Kompasiana.

Beberapa kali saya ingin berhenti saja, tapi beberapa sahabat Kompasianer menahan, memberi semangat, memberi motivasi dan memberi tips tentang menulis. Kadang saya merasa serba salah memilih kata dalam menulis, khususnya puisi. Itu hal yang menyakitkan bagi seorang penulis. 

Ketika kebebasan dalam berekspresi tertahan. Saya menyerah, memilih menulis seperti air yang mengalir, entah kemana bermuara. Salah satu semangat yang tak pantang patah adalah cita-cita masa kecil yaitu memiliki sebuah buku.

Saya berusaha mewujudkan dengan difasilitasi oleh beberapa sahabat Kompasianer. Prosesnya relatif singkat, kumpulan puisi saya sekitar 150 puisi lebih sudah dibukukan. Puisi-puisi ini sudah ditayangkan di Kompasiana dan terima kasih banyak Kompasiana sudah memoderasi dengan baik.

Mungkin beberapa Kompasianer sudah menghasilkan banyak buku dan bagus-bagus. Buku kumpulan puisi saya ini hanyalah berisi puisi-puisi yang sederhana sesuai dengan sematan "Bukan Pujangga". 

Saya tidak punya ilmu seni sastra dan cenderung malas belajar. Memilih kata-kata pun sering browsing, sudah sesuai tidak dengan KBBI. Memori otak saya menyimpan dari tulisan-tulisan yang pernah saya baca dari kecil hingga kini.

Saya mengutip kata-kata sahabat saya, bahwa apa yang kita pancarkan saat ini adalah refleksi dari sebelumnya, karena otak memproses informasi dan memori yang terekam sebelumnya. Benarkah demikian?

Tugas penulis hanyalah menyajikan tulisan, bagus atau tidak bagus penilaiannya bersifat relatif. Saya hanya berharap bisa menulis sampai saya tidak mampu lagi untuk menulis. Saya ingin menulis cerpen lagi, karena cerpen saya yang sudah tayang di Kompasiana cuma satu, Cerpen: boejang lapoek.

Melahirkan sebuah karya adalah kebahagiaan, semoga juga bisa memberi kebahagiaan juga buat semuanya. Meninggalkan karya juga kebahagiaan, untuk yang pergi, yang masih menetap maupun yang datang.

Terima kasih untuk semua Sahabat Kompasianer semuanya, yang telah memotivasi, menginspirasi, memberi semangat, dan tak bosan selalu mengapresiasi. Semoga kita bisa selalu menulis bersama.

FS, 26 Juli 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun