Selain gemar menulis, saya juga gemar jalan-jalan. Kegemaran dari kecil barangkali. Ketika saya masih SD, jika Bapak dinas ke luar kota saya pasti menangis mau ikut. Untuk diketahui kami berdomisili di sebuah Kota di Propinsi Jambi. Jarak Kota kami ke Ibukota Provinsi (Kota Jambi) 419 km, butuh waktu 8-9 jam. Nah saya rela capek demi ikut Bapak.
Begitu juga tiap hari saya suka ngintilin abang saya naik motor. Kalau tidak di boncengin motor, saya bisa ngambek berhari-hari. Peristiwa tragis menimpa abang saya, kakak laki-laki satu-satunya. Abang saya meninggal dunia dalam kecelakaan motor pada saat berusia 15 tahun karena melewati jembatan yang masih dalam perbaikan tanpa penahan disisinya. Abang saya beserta motornya terjatuh ke sungai. Semenjak itu saya stop jalan-jalan karena tak punya teman jalan.
Hobby jalan-jalan muncul kembali, ketika bekerja di WWF (World Wide Fund), LSM yang bergerak dibidang konservasi. WWF saat itu punya project kerjasama dengan TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat). Petualangan dimulai dari seringnya survey ke lapangan, ke hutan-hutan adat atau ke hutan-hutan di daerah penyangga TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat).
Bisa dibayangkan dengan durasi bekerja selama 8 tahun, saya hampir sudah mengelilingi wilayah TNKS yang berada di 4 Provinsi (Provinsi Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Bengkulu). Ketika project berakhir saya dan rekan-rekan menyempatkan bersama-sama melakukan pendakian ke Gunung Kerinci.
Gunung Kerinci adalah Gunung tertinggi di Sumatera dan Gunung Berapi tertinggi di Indonesia, dengan ketinggian 3.805 meter diatas permukaan laut. Disamping "survey plus" versi kantor itu, kami juga punya grup rekan sekantor khusus perempuan yang selalu penuh jadwal jalan-jalannya. Mulai naik sepeda, motor atau kami membujuk sopir kantor untuk traveling di hari Sabtu-Minggu.
Setelah masa-masa manis di WWF berakhir, saya akhirnya melakukan acara jalan-jalan pribadi. Daerah kami sangat kaya akan wisata alam yang aksesnya masih harus ditempuh dengan jalan kaki.
Saya mulai melakukan pendakian Gunung Kerinci kembali, pendakian Danau Gunung Tujuh (1.950 mdpl) beberapa kali, mengunjungi air terjun-air terjun yang indah, danau-danau, sumber air panas dan yang lebih mengasyikan adalah ke pelosok-pelosok negeri. Istilah kami adalah ke dusun-dusun yang penuh dengan keragaman. Apa yang dilihat di dusun? Mulai dari arsitektur bangunan lama, budaya, budidaya pertaniannya, kulinernya, yang lebih penting adalah orang-orangnya. Unik dan menarik.
Hobby ini rutin dan harus saya lakoni sampai hari ini. Â Kebetulan saya juga hobby memotret. Biasanya hari Minggu adalah "me time", khusus jalan-jalan dan memotret. Namun semenjak pandemi Covid-19 ini, saya tidak melakukannya.
Pernah sekali, karena bosan dirumah saja saya memutuskan untuk ke Danau Kerinci yang aksesnya lebih mudah dan dekat. Menghindari keramaian, saya mencari pinggir danau yang sepi pengunjungnya. Hanya memandang nelayan sedang menjala ikan. Namun setelah itu saya tidak berani melakukannya.
Setelah masa Pandemi Covid-19 ini saya sudah menyusun rencana ingin traveling. Kemana? Rahasia dong. Terus terang saja, Gemini itu orangnya pembosan. Lama-lama dirumah saja bikin jenuh. Jadi ketika ada yang menanyakan, apa yang saya rindukan di masa pandemi Covid-19 ini adalah jalan-jalan.
Mungkin ada yang bertanya, biaya jalan-jalannya bagaimana. Wah acara jalan-jalan saya minim biaya. Cukup isi bensin motor full tank, bisa seharian jalan-jalan. Mungkin lebih mahal Ibu-ibu seleb yang nongkrong di cafe atau ke mall, itu bukan passion saya.
Jalan-jalan bagi saya, menyatu dengan alam. Alam selalu jujur tak pernah ingkar, selalu terbuka menyajikan keindahannya. Perasaan damai, sejuk, segar itu selalu di dambakan. Dan saya sangat rindu jalan-jalan.
FS, 7 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H