Menjalankan hobby menulis tidaklah mudah bagi saya. Saya, wanita yang kebetulan hobby menulis, harus bisa membagi waktu antara pekerjaan kantor, rumah dan hobby menulis. Tidak membagi waktu saja, juga mesti berbagi pikiran antara urusan kantor, rumah dan menulis. Tidak lupa pula mesti berbagi perhatian, anak-anak tetap mesti di perhatikan juga orang tua yang sudah uzur tetap dipantau.
Apalagi ditengah pandemi Covid-19 ini, kondisi kesehatan harus tetap terjaga. Beban pekerjaan yang berat sering membuat kita stress dan drop. Belum lagi kekhawatiran akan terjangkit wabah ikut membuat kita stress. Ternyata hidup ini berat ya. Hanya kitalah yang bisa meminimalisir supaya menjadi ringan. Dengan cara mengurai tumpukan pekerjaan itu menjadi bagian-bagian yang kecil. Disiplin waktu, membuat prioritas pekerjaan akan meringankannya.
Kunci utama adalah mengatur waktu, hal ini harus benar-benar diperhatikan. Jangan dibiarkan pekerjaan menumpuk, mesti dikerjakan secara rutin.
Saya, sebagai wanita pekerja di salah satu lembaga, dalam masa pandemi ini diwajibkan WFH (Work From Home) dan juga mendapat giliran piket dua kali seminggu di kantor. Pekerjaan tetap seperti biasa, hanya bekerjanya di rumah saja dan sesekali piket di kantor.
Anda tahu sendiri, kalau bekerja dirumah, wanita pasti gelisah. Melihat tumpukan pakaian kotor, piring kotor, mesti memasak, membereskan rumah, menyetrika, berbelanja keperluan sehari-hari. Dan daftar pekerjaan semakin panjang kalau diurai satu persatu. Belum lagi anak yang mesti dibantu belajar dari rumah. Saya juga heran, malah selama belajar dari rumah ini, tugas anak-anak semakin banyak.Â
Saya sering diminta bantu membuat video, editing video, mengajarkan cara penggunakan rumus perhitungan di Excel dan banyak lagi. Saya cukup prihatin juga dengan cara belajar seperti ini. Kasihan anak-anak lain yang tidak punya fasilitas laptop, kuota internet dan minim bimbingan dari orang tua.
Mengenai WFH (Work from home) sendiri bagi saya, juga cukup menguras pikiran dan tenaga. Saya kebetulan bekerja di bagian keuangan, kalau di bagian lain mungkin kegiatannya banyak di tunda atau pending dulu. Kalau di bagian keuangan pekerjaan tetap seperti biasa. Honor staf, operasional kantor jalan terus. Tentu saja laporan keuangan juga tetap diminta. Saya harus aktif meminta kelengkapan laporan pada staf lain. Mesti jemput bola, supaya tidak keteteran.
Nah, untuk menulis sendiri bagaimana? Dalam hal ini, saya menulis di Kompasiana. Biasanya saya segera menulis jika ada inspirasi atau mood lagi bagus. Kadang saya tulis beberapa lalu saya simpan sebagai draft yang nanti saya edit kembali. Saya juga dengan senang hati meluangkan waktu untuk membaca dan vote tulisan-tulisan Kompasianers. Karena menurut saya, tulisan ya untuk dibaca, harus mendapat apresiasi sebagai sebuah karya.
Dengan banyak kegiatan-kegiatan yang saya lakukan, saya mengatur waktu dengan sebaik-baiknya. Saya biasa mengerjakan pekerjaan rumah pagi-pagi sekali, dilanjutkan dengan WFH tugas kantor dan sore saya bisa beristirahat dan juga menulis. Hanya di bulan Ramadan pada bagian memasak pindah ke sore hari.
Kemudian ada pertanyaan, haruskah wanita menulis? Kalau punya bakat, minat, kenapa tidak. Saya menuruti nasehat Ibu, banyak membaca juga banyak menulis. Karena sering membaca dan menulis, ingatan kita selalu terasah. Obat supaya tidak pikun. Bagi saya menulis adalah memberi semangat hidup, menulis adalah menghidupkan jiwa. Apa yang bisa ditinggalkan penulis selain tulisan? Tidak ada. Hanya tulisan untuk keabadian.
FS, 3 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H