Mohon tunggu...
Fatata Riska Afrisa
Fatata Riska Afrisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa di IAIN Ponorogo jurusan PGMI saya memiliki minat dalam dunia pendidikan. Cita-cita saya adalah menjadi guru profesional yang dapat membentuk generasi dimasa mendatang yang berkompeten. Pengalaman saya adalah pernah mengikuti magang 1 di MI Ma'arif Cekok. Saya menyukai dunia literasi. Saya mulai menulis di website kompasiana atas saran dari dosen saya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Beban Ganda kepada Perempuan sebagai Bentuk Ketidaksetaraan Gender

26 Februari 2024   18:35 Diperbarui: 27 April 2024   08:16 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gender merupakan perbedaan sifat, peran, fungsi, dan status antara satu pihak dengan pihak yang lain. Bukan berdasarkan perbedaan biologis. Di era saat ini kesetaraan gender bukan lagi hal yang tabu untuk diperbincangkan. Masih banyak bentuk ketidaksetaraan gender yang berkembang dikalangan masyarakat. Salah satu permasalahan yang ada ialah persoalan tentang beban ganda yang di alami oleh perempuan. 

Beban ganda yang dialami oleh perempuan merupakan salah satu contoh ketidaksetaraan gender yang masih sangat relevan di masyarakat modern. Fenomena ini terjadi ketika perempuan harus menanggung tanggung jawab domestik dan pekerjaan secara bersamaan, tanpa keseimbangan yang tepat atau dukungan yang memadai dari lingkungan sekitarnya.

Beban domestik tradisional yang dihadapi perempuan mencakup tugas seperti merawat anak, mengurus rumah tangga, dan memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang membutuhkan. Di sisi lain, masih banyak perempuan yang ikut berkontribusi dalam hal mencari penghasilan.

Pada dasarnya ketika ada perempuan yang sudah menikah dan memilih mencari pekerjaan adalah hal yang lumrah. Akan tetapi letak kesalahannya adalah ketika perempuan bekerja tetap di pandang memiliki kewajiban untuk mengemban pekerjaan rumah.

Ketidakseimbangan ini menciptakan tekanan yang besar pada perempuan, baik secara fisik maupun mental. Mereka sering kali harus membagi waktu dan energi mereka di antara berbagai peran yang mereka mainkan, seringkali tanpa mendapatkan pengakuan atau apresiasi yang layak. Dampaknya bisa sangat merugikan, seperti tekanan mental, kelelahan fisik, kesulitan dalam menjaga keseimbangan kehidupan pribadi dan profesional, serta pembatasan terhadap peluang pengembangan karir dan kreativitas.

Ketika berumah tangga pekerjaan rumah tangga merupakan tanggung jawa bersama antara suami dan istri. Stereotip mengenai pekerjaan rumah tangga adalah tanggung jawab perempuan adalah hal salah yang berkembang terus menerus. Stereotip tersebut juga melahirkan opini bahwa laki-laki tidak boleh mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang kemudian berkembang menjadi budaya patriarki.

Oleh karena itu, penting untuk terus memperjuangkan kesetaraan gender dan mengubah norma sosial yang menghasilkan beban ganda ini. Melakukan pekerjaan rumah adalah hal yang wajar dilakukan oleh laki-laki, karena sebagai salah satu bentuk survive diri. Dukungan dari pemerintah, organisasi, dan perseorangan untuk mendorong pembagian tugas rumah tangga yang adil dan sistem kerja yang inklusif akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih seimbang dan adil bagi perempuan di seluruh dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun