Mohon tunggu...
Muhammad Niki Ade Saputro
Muhammad Niki Ade Saputro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Muhammad Niki Ade Saputro, Pasuruan 30 September 2004. Anak ke 2 dari 3 bersaudara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perbandingan Hukum Waris BW dan Adat

17 Juli 2024   14:35 Diperbarui: 17 Juli 2024   14:37 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

judul : perbandingan hukum waris BW dan Adat

Tema : Mencari Keadilan Dalam Pembagian Warisan BW Dan Adat

Pendahuluan
Hukum waris merupakan salah satu aspek penting dalam sistem hukum di Indonesia. Pengaturan mengenai pewarisan tidak hanya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek/BW), tetapi juga terdapat dalam hukum adat yang berlaku di berbagai daerah di Indonesia. Kedua sistem hukum waris ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar, baik dari segi filosofi, prinsip, maupun tata cara pembagian warisan.

Di satu sisi, hukum waris BW menganut sistem individual dan bilateral, di mana harta warisan dibagikan secara individual kepada ahli waris sesuai bagian masing-masing. Di sisi lain, hukum waris adat menganut prinsip komunal dan unilateral, di mana harta warisan dianggap sebagai milik bersama dan pembagiannya disesuaikan dengan sistem kekerabatan yang berlaku di masing-masing daerah.

Perbedaan mendasar antara kedua sistem hukum waris ini seringkali menimbulkan permasalahan dalam praktiknya, khususnya dalam hal mencari keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, artikel ini akan mengkaji lebih dalam mengenai perbandingan antara hukum waris BW dan hukum waris adat, serta upaya untuk mencari keadilan dalam pembagian warisan.

Hukum Waris BW: Sistem Individual dan Bilateral
Hukum waris BW diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Sistem hukum waris BW menganut prinsip individual dan bilateral, yang artinya harta warisan dibagikan secara individual kepada ahli waris sesuai bagian masing-masing.

Dalam hukum waris BW, ahli waris terdiri dari beberapa golongan, yaitu:
1. Golongan I: Anak-anak dan keturunannya.
2. Golongan II: Orang tua (ayah dan ibu) dan saudara-saudara beserta keturunannya.
3. Golongan III: Kakek, nenek, dan seterusnya ke atas.
4. Golongan IV: Saudara-saudara dari orang tua (paman, bibi) dan keturunannya.

Pembagian harta warisan dalam hukum waris BW dilakukan secara individual sesuai dengan bagian masing-masing ahli waris. Pembagian ini didasarkan pada ketentuan mengenai hak mutlak (legitieme portie) yang telah diatur dalam BW. Ahli waris yang berhak atas harta warisan adalah mereka yang masih hidup pada saat pewaris meninggal dunia.

Keunggulan dari sistem hukum waris BW adalah adanya kepastian hukum dalam pembagian harta warisan. Setiap ahli waris memiliki bagian yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Namun, sistem individual ini juga memiliki kelemahan, yaitu dapat menimbulkan perpecahan di antara ahli waris dan kurang memperhatikan aspek kebersamaan dalam keluarga.

Hukum Waris Adat: Sistem Komunal dan Unilateral
Berbeda dengan hukum waris BW, hukum waris adat di Indonesia memiliki karakteristik yang lebih beragam dan dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang berlaku di masing-masing daerah. Secara umum, hukum waris adat menganut prinsip komunal dan unilateral.

Prinsip komunal dalam hukum waris adat berarti bahwa harta warisan dianggap sebagai milik bersama keluarga, bukan milik individual. Harta warisan tersebut dikelola dan dimanfaatkan bersama-sama oleh anggota keluarga. Pembagian harta warisan tidak dilakukan secara individual, melainkan berdasarkan kesepakatan dan pertimbangan tertentu.

Sementara itu, prinsip unilateral berarti bahwa garis keturunan yang diakui dalam pewarisan adalah hanya melalui satu pihak, baik pihak laki-laki (patrilineal) atau pihak perempuan (matrilineal). Hal ini berbeda dengan sistem bilateral dalam hukum waris BW yang mengakui garis keturunan dari kedua belah pihak.

Contoh sistem hukum waris adat yang menganut prinsip patrilineal adalah pada masyarakat Batak, di mana harta warisan diwariskan kepada anak laki-laki. Sementara itu, pada masyarakat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal, harta warisan diwariskan kepada anak perempuan.

Keunggulan dari sistem hukum waris adat adalah adanya rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang kuat dalam pengelolaan harta warisan. Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan, yaitu kurangnya kepastian hukum dalam pembagian warisan dan adanya potensi konflik di antara ahli waris.

Mencari Keadilan dalam Pembagian Warisan
Perbedaan mendasar antara hukum waris BW dan hukum waris adat seringkali menimbulkan permasalahan dalam praktik pembagian warisan. Kedua sistem hukum waris ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga dibutuhkan upaya untuk mencari keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan pluralisme hukum. Dalam hal ini, pembagian warisan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan baik hukum waris BW maupun hukum waris adat, serta mengakomodasi kepentingan dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Pada praktiknya, pendekatan pluralisme hukum dapat diwujudkan melalui beberapa langkah:
1. Memberikan kebebasan bagi ahli waris untuk memilih sistem hukum waris yang akan digunakan dalam pembagian warisan.
2. Mengupayakan negosiasi dan musyawarah di antara ahli waris untuk mencapai kesepakatan mengenai pembagian warisan.
3. Melibatkan tokoh adat atau pihak ketiga yang dianggap netral dan dapat dipercaya untuk memfasilitasi proses pembagian warisan.
4. Mempertimbangkan aspek keadilan substantif, di mana pembagian warisan tidak hanya berdasarkan ketentuan hukum formal, tetapi juga memperhatikan kondisi dan kebutuhan masing-masing ahli waris.

Dengan pendekatan pluralisme hukum ini, diharapkan dapat dicapai solusi yang adil dan dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat dalam sengketa pembagian warisan. Selain itu, upaya ini juga dapat menjadi sarana untuk menjaga keharmonisan dan keutuhan keluarga.

Penutup
Perbedaan antara hukum waris BW dan hukum waris adat dalam sistem pewarisan di Indonesia menunjukkan adanya keragaman dan kompleksitas dalam pengaturan mengenai pewarisan. Masing-masing sistem hukum memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dibutuhkan upaya untuk mencari keadilan dalam pembagian warisan.

Pendekatan pluralisme hukum menjadi salah satu solusi yang dapat diterapkan, di mana pembagian warisan mempertimbangkan aspek hukum formal maupun nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Melalui upaya ini, diharapkan dapat dicapai keadilan bagi semua pihak yang terlibat dan terpeliharanya keharmonisan dalam keluarga.

Pada akhirnya, pemahaman yang lebih mendalam mengenai perbedaan dan persamaan antara hukum waris BW dan hukum waris adat, serta kemampuan untuk mengakomodasi kepentingan berbagai pihak, menjadi kunci dalam mencari keadilan dalam pembagian warisan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun