Mohon tunggu...
Fatah Anshori
Fatah Anshori Mohon Tunggu... Penulis -

membaca, membaca, membaca, menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyulut Rasa Nasionalisme

8 Desember 2015   15:13 Diperbarui: 8 Desember 2015   15:22 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

bebarapa hari yang lalu, tepatnya ketika saya tengah mengikuti perkuliahan Sistem Perkemihan. saya tidak menyangka sebelumnya, akan mendapat banyak pengetahuan tentang carut-marutnya bangsa ini. sebab sebelumnya Dosen pengajar mata perkuliahan Sistem Perkemihan itu terkenal amat membosankan dengan teori-teorinya yang sering kali Beliau comot dari berbagai macam buku tebal karangan orang-orang pintar itu.

Sontak saya terkejut ketika dalam perkuliahan pagi itu. Beliau lebih banyak menyampaikan materi tentang bangsa ini. tentang sistem pemerintahan yang cacat, tentang mirisnya bangsa ini sebab telah lama diekploitasi kekayaan alamnya oleh bangsa lain, Freeport Contohnya, yang kontarknya konon diperpanjang lagi, yang dulu rencananya akan berakhir di tahun 2041 kini tidak jadi. enath sampai kapan akan berakhir.

Padahal yang saya tahu baru-baru ini telah terungkap penambangan illegal di Pulau Buru tepatnya di Gunung Botak telah dieksploitasi besar-besaran. Waktu itu disebutkan dalam harian Kompas penambangan itu telah mencapai diameter 1Km dengan kedalaman kurang lebih 200 m. Dengan ini kita tahu betapa kayanya bangsa ini. Namun sayangnya masih belum bisa mengoptimalkan Sumber Daya Alam yang melimpah ruah itu.

Dalam buku Pak Amien Rais 'Melangkah Karena Dipaksa Sejarah' pun menyebutkan bahwa sebetulnya bangsa ini amat kaya, selain kekayaan alam berupa gunung emas, Freeport itu. masih banyak lagi kekayaan alam yang masih tersimpan dalam bumi ibu pertiwi ini. Beliau juga optimis dan mengatakan bahwa belum terlambat bagi kita untuk memperbaiki bangsa.

Persoalan selanjutnya mengenai bagaimana metode dalam memperbaiki generasi selanjutnya? Disitu Beliau berasumsi bahwa harus ada satu generasi yang dimusnahkan. Sebab menurut pandangan Beliau ketika satu generasi dimusnahkan akan memacu timbulnya benih-benih baru yang suci dan tidak terpengaruh kejelekan-kejelekan dari generasi sebelumnya. Kurang lebih itu semacam metode kudeta. namun sepertinya metode semacam itu kurang etis atau amat melanggar pancasila, khususnya sila pertama, jika diterapkan di Indonesia.

Diakhir cerita beliau merasa gelisah bercampur kecewa lantaran aspirasi yang disampaikan dengan semangat menggebu-gebu didepan mahasiswanya itu tak mungkin tersampaikan pada para pemegang kekuasaan negara ini. sehingga selanjutnya dipenghujung waktu perkuliahan yang amat melenceng dari mata kuliah yang seharusnya. beliau mewanti-wanti agar pesannya tadi selalu disampaikan dari mulut-kemulut. lebih-lebih lagi dapat tersampaikan pada para pemangku kekuasaan itu.

Menyikapi permasalahan tersebut, saya senang lantaran masih ada orang yang memikirkan bangsanya. Kejadian tersebut setidaknya dapat menyulut rasa nasionalisme kami. Sebagai warga negara memang sudah sepatutnya beraspirasi, toh itu termasuk hak dari seriap warga negara. seperti yang kita tahu negara kita menganut sistem pemerintahan Demokrasi. sehingga seharusnya kita tahu ada banyak sekali media untuk beraspirasi, seperti berkhutbah dalam sholat jumat, memberikan dakwah dalam suatu pengajian, atau berpidato didepan umum. Namun ada cara lain jika aspirasi kita ingin tersampaikan secara luas melewati ruang dan waktu. sungguh memang benar-benar ada. caranya yaitu dengan menulis.

beraspirasi dengan menulis dimedia massa seperti koran, sosial media, lebih-lebih lagi jika dapat menuliskan menjadi sebuah buku. sudah pasti pesan-pesan kita akan tersampaikan secara luas melintasi ruang dan waktu. Akan selamanya dapat tersampaikan meskipun jasad telah remuk ditelan bumi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun