Mohon tunggu...
Fasih Radiana
Fasih Radiana Mohon Tunggu... -

Kalimatku sederhana, hanya ingin berbagi cinta lewat sederet kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gagal Lolos SNMPTN? Gagal Lagi di SBMPTN? Masih Juga Belum Berhasil? Ini Tipsnya!

29 Juli 2013   02:32 Diperbarui: 8 Februari 2016   17:20 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pengambilan Keputusan....

Setelah istikhoroh, saya belum juga menemui jawabannya. Saya melakukan solat istikhoroh untuk kedua kalinya. Saya pun tidak berhenti mencari pandangan dan pendapat dari kerabat, teman, guru, dan orang-orang di sekitar saya. Saya menemui satu orang, hanya satu orang ini saja yang memilih prodi tata rias. Tapi saya tidak menerima itu begitu saja, saya terus mencecarnya dengan berbagai macam pertanyaan. "Kenapa tata rias?" "Karena itu passion-mu." "Ah, sastra juga passion-ku." "Ya karena kalau cuma mau nulis aja kamu nggak perlu kuliah kan?" "Kalau mau kecantikan, saya juga bisa kursus. Kenapa mesti kuliah?" "Yaudah, kamu ambil sastra aja kalo gitu." "Kok jadi berubah pikiran?" "Ya kamu dikasih pendapat malah tanya terus...." Tahukah? Sebenarnya saya berhenti di titik ini. Setelah saya bertanya pada satu orang ini, saya tidak mau bertanya lagi pada yang lain. Iya, sebenarnya saya sudah tahu pilihan hati saya. Saya hanya mencari dan terus mencari pendapat mana yang menyetujui saya untuk prodi tata rias. Lalu mengapa saya terus bertanya seolah saya tidak percaya pada pendapatnya? Itu hanya untuk memastikan bahwa saya benar-benar memilih prodi tata rias sebagai jalan saya. Tapi saya belum selesai sampai di situ. Saya solat istikhoroh untuk ketiga kalinya. Sebenarnya ada hal-hal yang membuat saya dilema berat.

Begini ... kalau saya mengambil S1 bahasa dan sastra, maka peluang lolos lebih besar karena saya punya dua pilihan prodi. Selain itu memang benar gelarnya adalah sarjana. Saya juga suka dengan bidang itu. Kalau saya mengambil D3 teknik kecantikan dan tata rias tentu saja hanya ada satu pilihan, dan lagi selama ini saya hanya begitu tertarik dan mempelajari secara autodidak, itu pun saya pelajari tidak seberapa banyak. Sedikit sekali. Dan selain itu ... hanya Diploma! Ah. Tapi tahukah? Saya bahkan tahu betul hati saya condong pada prodi yang lebih banyak saya temui kekurangannya ini....

Saya temukan kuncinya!

Ikhtiar. Kata seorang sahabat, kita ini hanya bisa membuka jalan. Berencana. Iya, lalu kehendak tetap ada pada Allah. Pasrah. Bukan pasrah yang sebatas di bibir. Tapi betul-betul menyerahkan dan mengembalikan segala urusan pada Allah semata. Tahukah? Saya begitu takut dan gemetar pada saat SNMPTN dan SBMPTN. Dalam doa selalu saja pasrah yang memaksa. Pasrah meminta terbaik tapi dalam hati paling dalam ... ada kecondongan untuk memilih yang mana. Ikhlas. Berlapang dada dengan segala keputusan Allah nantinya. Saya benar-benar menerapkan itu semua, bukan hanya sebatas teori. Lalu apa hasilnya? Saya begitu diberi ketenangan. Saya betul-betul berada pada posisi paling nyaman. Bahwa selama ini kita kurang pasrah, kita kurang ikhlas. Kita kurang percaya pada kehendak Allah.

Hikmah yang mengubah segala sudut pandang dan pola pikir saya....

Bahwa selama ini saya hanya tertipu oleh kilaunya dunia. Bahkan saya sama sekali tidak tahu, sama sekali tidak pernah terbesit dalam benak untuk prodi pilihan pertama yaitu Ilmu Komunikasi UGM. Ternyata semua hanya ilusi. Hanya karena faktor-faktor seperti ... gengsi, hasrat dunia, kebanggaan sementara, dan hal-hal sejenis itu. Saya hanya sibuk dengan pikiran saya yang terdoktrin bahwa saya akan sangat kehilangan harga diri kalau gagal masuk universitas nomor satu di Indonesia itu. Siapa yang tidak bangga bisa menuntut ilmu di UGM? Ah, saya bahkan sempat berpikir betapa malunya saya dan orang tua jika tidak berhasil menjadi mahasiswi UGM. padahal si A, B, C saja bisa! Ternyata ada hal-hal yang bisa menghalangi jalan terbaik menurut Allah ketika kita bersikukuh untuk berada di tempat yang kita inginkan. Apalagi saya tahu banyak dari mereka yang berhasil lolos UGM dengan kapasitas otak yang saya rasa saya lebih mumpuni dari mereka. Dan saya yakin tidak sedikit dari kalian merasakan hal yang sama. Apalagi ini hanya karena faktor alamamater saya yang berlatar belakang SMK. Betapa tidak adilnya ... Tapi Allah mengembalikan saya. Allah menampar-nampar wajah saya. Itu mengapa saya begitu beryukur tidak pernah luput berdoa, "Ingatkan saya ketika saya mulai salah arah, peringatkan saya dengan keras ketika saya mulai salah arah." Lalu, kalau saya betul-betul menginginkannya mengapa saya melepas Ujian Mandiri UGM? Justru memilih Universitas Negeri Yogyakarta? Bahwa Allah selalu memberi petunjuk bagi orang-orang yang ingin petunjuk dari-Nya.

Banyak orang-orang mendoakan saya begini sebelum saya melaksanakan ujian UNY, "Semoga lolos UNY ya!" Betapa terkejutnya mereka ketika saya menjawab, "Semoga saya diberi hasil terbaik oleh Allah. Kalau memang jalannya, inshaAllah bisa." Dalam benak saya, bukan saya sok alim, bukan sama sekali. Saya betul-betul takut salah langkah. Saya betul-betul takut. Pada waktu itu saya sama sekali tidak condong dengan pilihan UNY, UIN, atau UII. Di mana pun saya nanti, itulah jalan terbaik untuk saya bagi Allah. Bahwa Allah mengetahui apa yang tidak saya ketahui. Dan boleh percaya atau tidak, betapa bersyukurnya saya dengan kejadian-kejadian beberapa bulan terakhir. Kalau kalian mau mendapatkan ketenangan dan ketentraman hati, sungguh, dunia akan datang padamu ketika kamu dekat dengan Tuhanmu.

Satu lagi! Mungkin benar kata Mario Teguh. Jadikan dirimu penasihat bagi sesamamu, maka Tuhan akan mengujimu dengan nasihatmu sendiri. Percayalah, itu nyata. Saya memang sempat berpikir, apa Allah memberi saya jalan seperti ini agar akhirnya bisa saya jadikan motivasi yang mungkin berguna bagi orang lain. Dan ... jadilah tulisan sepanjang ini; sepanjang jalan saya yang begitu berliku ;)

Salam,

Fasih Radiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun