Aku ingin Tuhan mempertemukan kita di jalan setapak.
Untukku, menepikan bayangmu sebatas dusta agar hargaku tetap bersahaja. Melupakanmu sama saja memaksaku untuk menghilangkan kenangan. Meninggalkan harapan untuk saling menggandeng tangan.
Aku ingin Tuhan segera menyadarkan, bahwa sebenarnya kita memang sengaja dipertemukan di persimpangan.
Apa aku begitu menjijikkan? Membuatmu meninggikan senyuman, berpaling muka mengacuhkan. Mengenalmu mengapa jadi begitu menyakitkan? Sembunyikan saja aku dari peradaban! Maka aku lebih memilih untuk tetap diam di tepian. Tak perlu menahan luka yang kau torehkan tepat disudut terdalam.
Bagaimana bisa Tuhan meluruhkan cinta, sedang kau tak sedikitpun memberi perhatian? Bagaimana mungkin untuk bangkit saat Tuhan sudah menjatuhkan aku ke dalam pelukan, sedang kau tetap tak sedetikpun memberi uluran tangan.
Apa harus aku merogoh sampai tergopoh? Melakukan tindakan senonoh hanya agar hatimu roboh. Jarum waktu nyaris tumpul, kapan kau mau datang merangkul? Merengkuhku dengan angkuh, sesumbar ingin segera melamar.
Aku tak terbiasa menunggu dengan ragu. Aku tak kuasa berteriak memanggil namamu. Aku tak bisa hanya terus berkhayal tentangmu.
Aku takut kehilangan seraut senyummu. Aku takut ditinggal seseorang yang bahkan belum sempat mendekat. Aku makin takut kehilangan apa yang bukan mejadi milikku.
Takut kehilangan yang tak pernah ada dalam genggaman, cinta kah dia?
KLICK THIS! http://fasihhradiana.blogspot.com/
FOLLOW MY TWITTER!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H