Pada kehidupan sehari-hari tanpa disadari, manusia selalu membicarakan menganai hal-hal yang berbau metafisika. Metafisika sendiri merupakan salah satu cabang ilmu filsafat yang mempelajari dan memahami mengenai penyebab segala sesuatu atau hal tententu menjadi ada. Metafisika juga merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempelajari dibalik realitas atau "di balik yang ada". Metafisika menjadi salah satu cabang filsafat yang membahas persoalan tentang keberadaan (being) atau eksistensi (existence).
Istilah metafisika berasal dari kata Yunani metaphysica (sesudah fisika); dari kata meta (setelah, melebihi, di balik, tersembunyi) dan physikos (dunia yang tampak) atau physis (alam). Jadi metafisika yang dapat diartikan sesuatu yang ada di balik atau di belakang benda-benda fisik.
Metafisika juga dapat didefinisikan sebagai studi atau pemikiran tentang sifat yang terdalam (ultimate nature) dan kenyataan atau keberadaan. Aristoteles tidak memakai istilah metafisika melainkan proto philosophia (filsafat pertama). Filsafat pertama ini memuat uraian tentang sesuatu yang ada di belakang gejalagejala fisik seperti bergerak, berubah, hidup, mati.
Contoh sederhannya, ada sebuah kursi di dalam sebuah ruang kelas. Kursi itu terlihat bagus dan kokoh, lalu ada anak bertanya "siapa yang membuat kursi sebagus ini ya?". Nah pertanyaan itulah menjadi dasar dari adanya metafisika. Dimana hal itu menanyalan tentang siapa orang yang membuat sehingga kursi itu ada. Pertanyaan itu muncul Ketika bentuk fisik kursi telah jadi dan berada di ruang kelas. Maka dari itu cabang  ilmu ini dinamakan metafisika atau  sesudah fisik.
Untuk mendeskripsikan secara lebih jelas posisi dan kedudukan metafisika, juga dapat dikemukakan bahwa ilmu pengetahuan dan pemikiran manusia melewati 3 jenis tahapan yaitu:
- Abstraksi pertama, yaitu fisika atau physos (alam) yang berarti hal yang bisa diamati dan dirasakan secara indrawi.
- Abstraksi kedua, matematis yaitu hal-hal yang tidak terlihat atau sesuatu yang lebih mendalam dari bentuk fisik seperti pengetahuan dan ilmu .
- Abstraksi ketiga, teologi atau "filsafat pertama". Dengan mengabstraksi dari semua materi dan berpikir tentang seluruh kenyataan, asal dan tujuannya, tentang asas pembentukannya, bersifat teleologi, asas pertama dalam mendapatkan hakikat realitas dan sebagainya.
Metafisika ini lebih mencoba memahami makna yang lebih besar dari kehidupan dan alam semesta. Hakikat tersebut biasanya bersifat abstrak dan di luar jangkauan pengalaman manusia biasa. Matafisika secara prinsip mengandung konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan tidak dapat diterangkan dengan kaidah penjelasan yang ditemukan dalam ilmu yang lain. Maka dari itu, rasa ingin tahu manusia yang diimplementasikan dalam sebuah pertanyaan "apa" dan "mengapa" memiliki sebuah batasan, di mana yang di luar jangkauan pikiran manusia merupakan kuasa Tuhan Yang Maha Esa.
Metafisika disebut sebagai cabang ilmu filsafat yang memiliki sifat abstrak karena tidak ada jawaban yang benar-benar mutlak. Jadi, semua tergantung dengan presepsi individu masing-masing.
Ibaratnya gunung yang manusia lihat hanyalah sebuah kerucut biasa yang berada di atas permukaan bumi, ternyata memiliki dasar yang jauh berada di dalam lautan. Begitulah dunia ilmu yang terlihat dan yang ada dalam benak manusia temyata hanyalah permukaan (terapan) saja dari sebuah dunia yang begitu luas yaitu dunia Paradigma atau dunia landasan ilmu.
Metafisika juga sebagai suatu bangun enigmatik membentuk wawasan pikir yang kuat, karena melatih akal kita untuk senantiasa memahami sesuatu secara sungguh-sungguh dan mau mengerahkan segenap kemampuan yang kita miliki untuk memecahkan suatu persoalan. Beberapa peran metafisika dalam ilmu pengetahuan yaitu:
- Pertama, metafisika mengajarkan cara berpikir yang cermat dan tidak kenaI lelah dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
- Kedua, metafisika menuntut orisinalitas berpikir yang sangat diperlukan bagi ilmu pengetahuan.
- Ketiga, metafisika memberikan bahan petimbangan yang matang bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
- Keempat, metafisika berpijak pada kualitas (entah materialisme ataupun spiritualisme) akan mewarnai perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Seorang penganut materialisme cenderung mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan yang bersifat exact (ilmu-ilmu pasti) , sedangkan peganut spiritualisme cenderung mengembangkan ilmu-ilmu kerohanian (sosiaI, humaniora, dan keagamaan). Hal yang terbaik tentunya memadukan kedua bidang ilmu tersebut.
- Kelima, metafisika yang berpijak pada segi kuantitas (monisme, dualistne, ataupun pluralisme) akan menjadikan visi ilmu pengetahuan berkembang menurut ramifikasi (percabangan) yang sangat kaya dan beraneka ragam (dualis dan pluralis), namun tetap berpijak pada pola-pola yang standar (monis).
Di samping itu, belajar dasar-dasar metafisika akan turut mengarahkan manusia untuk berupaya mengerti lebih dalam tentang keberadaannya sebagai manusia yang diciptakan Tuhan dan semua kepemilikannya merupakan sebuah titipan. Melalui berpikir metafisis tersebut manusia dapat meredam hedonisme dan materialisme. Hal ini selaras dengan karakteristik metafisika yang menekankan kepada pengetahuan akal budi, di mana isi dari pengetahuan akal budi itu lebih pasti ketimbang dengan pengetahuan inderawi yang senantiasa dalam perubahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H