[caption caption="studi banding ke Universitas Padjajaran bulan oktober lalu"][/caption]
Ada yang beranggapan bahwa generasi muda saat ini kurang mencintai tanah airnya sendiri. Segala sesuatunya selalu mengikuti tren dari budaya barat. Entah itu dari cara berpakaian, makanan yang dikonsumsi, atau lingkungan pergaulannya. Lalu, anak muda zaman sekarang lebih suka berantem, suka merusak diri sendiri dengan minuman keras atau narkoba, dan cenderung bersikap apatis. Bahkan jika ditanya “siapa saja nama-nama pahlawan revolusi?” Voila! Mereka seakan tak mengenal jasa-jasa para pahlawan itu.
Memang miris jika melihat keadaan seperti itu. Tetapi, jika kita lihat dari sisi positifnya, pada dasarnya generasi muda saat ini juga sedang berjuang melawan krisis kebangsaan dan jati diri mereka di tengah kerasnya kehidupan di peradaban manusia yang semakin canggih dan modern ini. Para anak muda itu pasti memiliki cara mereka sendiri dalam memberikan kontribusi mereka untuk memajukan bangsa dan negara. Termasuk juga saya yang notabene merupakan salah satu generasi muda di zaman modern ini, saya pun memiliki cara sendiri yang dapat saya lakukan di usia muda saat ini.
Belajar lambang dedikasi untuk bangsa dan negara
Tak terasa sudah 12 tahun lebih saya menempuh bangku pendidikan sebagai seorang pelajar. Saat ini saya masih berstatus sebagai mahasiswi jurusan Sastra Jepang Universitas Diponegoro, Semarang. Selama 5 semester ini, saya telah banyak mendapatkan ilmu yang berharga dari sensei-sensei (panggilan dosen dalam bahasa Jepang) yang telah mengajar saya.
Dari yang awalnya hanya tahu tulisan-tulisan bahasa Jepang kini secara perlahan saya mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jepang, meskipun tidak terlalu fasih. Selain itu, saya merasa senang karena mendapat kesempatan untuk bertukar pikiran dengan native speaker asal Jepang yang sempat menjadi volunteer. Dari situlah saya banyak belajar mengenai budaya Jepang sekaligus memperkenal budaya Indonesia kepada orang-orang Jepang itu. Dengan belajar bahasa, mampu menjadi modal saya dalam berkomunikasi dengan masyarakat dunia di kemudian hari.
Aktif berorganisasi lambang pembentukkan karakter
Pasti pernah dengar bukan ungkapan “Kupu-kupu” dalam dunia mahasiswa? Yap! “Kupu-kupu” alias kuliah pulang – kuliah pulang merupakan sebutan bagi kalangan mahasiswa yang hanya beraktivitas seputar belajar dan pulang ke kost. Eits! Memang tidak salah jika hanya melakukan hal seperti itu. Toh, tugas mahasiswa memang untuk belajar, bukan? Dulu sewaktu masa sekolah, saya juga bukanlah siswa yang gemar berorganisasi. Kegiatan yang saya lakukan hanya seputar kegiatan ekstrakulikuler semata. Tapi, semenjak duduk di bangku kuliah, saya merubah mindset itu. Saya mulai belajar untuk aktif berorganisasi baik dalam lingkungan kampus maupun di luar kampus. Saya telah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Sastra Jepang selama dua periode sebagai staf di bidang Ekonomi dan Bisnis. Berbagai kegiatan himpunan telah saya lakukan seperti seminar, studi banding, bakti sosial dan sebagainya. Saya juga berkesempatan untuk menjadi ketua acara dalam sebuah workshop. Pertama kalinya saya ditunjuk menjadi ketua membuat saya mendapatkan banyak pelajaran dalam hal tanggung jawab dan kerjasama. Selain itu, saya juga mengikuti komunitas menulis bernama “Aksara” yang dipelopori oleh kakak senior saya dari jurusan teknik. Dari semua kegiatan itu telah banyak pengalaman yang bermanfaat yang saya petik untuk menyokong pembentukkan karakter diri saya agar kelak menjadi pemimpin yang berkualitas.
[caption caption="foto bareng ayumi-san, hehe"]
Tuhan lambang rasa syukur dan Orang tua lambang ucapan terima kasih sebagai pahlawan tanpa tanda jasa
Meskipun saya disibukkan dengan berbagai kegiatan, mulai dari kuliah hingga berorganisasi, tapi saya tidak melupakan dua hal yang sangat penting terkait perjalanan hidup saya dalam menggapai impian saya. Selama saya merantau ke daerah orang, saya selalu ingat bahwa salah satu tujuan saya dalam menuntut ilmu adalah membahagiakan kedua orangtua. Bagi saya, mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Sampai saat ini, ayah saya masih berjuang untuk mencari nafkah guna membiayai kuliah saya.
Dan sebagai balas jasa beliau, saat ini yang bisa saya lakukan yaitu menggapai ilmu setinggi-tingginya agar kelak menjadi “Orang sugguhan”. Tidak lupa juga hal yang terpenting yaitu ibadah. Disela-sela kesibukan, saya berusaha agar tidak meninggalkan sholat lima waktu serta mengaji. Karena hal itulah yang juga diajarkan oleh orangtua saya semenjak saya kecil. Kedua hal itu merupakan kekuatan tersendiri bagi saya di kala suka maupun duka merantau jauh dari keluarga.
Bangkit Pemudi-Pemuda!
Hidup Mahasiswa!
Salam mudasiana!
Rabu, 28 Oktober 2015
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Mudasiana dan FB Mudasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H