Mohon tunggu...
Muhammad Farukh Zihni
Muhammad Farukh Zihni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana Jakarta | NIM 42321010067

42321010067 - Desain Komunikasi Visual - Dosen Pengampu: Prof Dr Apollo, M.Si.Ak,CA,CIBV,CIBV, CIBG;

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bagaimana Teori Bologna dan Klitgaard Membentuk Upaya Melawan Korupsi

1 Juni 2023   14:00 Diperbarui: 1 Juni 2023   14:05 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aplikasi pemikiran Bologna terutama terlihat dalam upaya reformasi sistem pendidikan tinggi di Eropa. Tujuan utama dari proses Bologna adalah menciptakan kerangka kerja yang terintegrasi dan terbuka di antara negara-negara Eropa untuk pendidikan tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, beberapa langkah konkret telah diambil.

Pertama, proses Bologna mendorong adopsi kerangka kualifikasi yang terstandarisasi di seluruh negara peserta. Kerangka kualifikasi ini membantu menghubungkan sistem pendidikan tinggi dari berbagai negara dengan mengidentifikasi tingkat kualifikasi yang setara. Hal ini memfasilitasi mobilitas akademik dan profesional di antara negara-negara Eropa, memungkinkan siswa dan tenaga kerja untuk mentransfer kredit mereka dari satu negara ke negara lain dengan lebih mudah.

Kedua, proses Bologna menghasilkan penekanan pada pendekatan pembelajaran berbasis hasil atau kompetensi. Ini berarti bahwa kurikulum yang dikembangkan dalam kerangka Bologna didasarkan pada keterampilan, pengetahuan, dan kompetensi yang diharapkan dari lulusan. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan lulusan dengan keterampilan yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.

Ketiga, proses Bologna juga melibatkan upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem pendidikan tinggi. Negara-negara peserta diharapkan untuk mengadopsi praktik transparan dalam pengelolaan pendidikan tinggi, termasuk dalam hal penggunaan dana publik dan proses pengambilan keputusan. Hal ini bertujuan untuk mencegah praktik korupsi dan memastikan integritas dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi.

Keterkaitan antara pemikiran Bologna dan teori Robert Klitgaard terletak pada pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam mencegah korupsi. Klitgaard menekankan bahwa salah satu cara untuk mengurangi korupsi adalah dengan meningkatkan akuntabilitas publik dan transparansi dalam pengelolaan sumber daya publik. Pendekatan yang sama terlihat dalam aplikasi pemikiran Bologna, di mana transparansi dan akuntabilitas dianggap sebagai prinsip penting dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi.

Dengan menerapkan pemikiran Bologna, negara-negara Eropa berupaya menciptakan sistem pendidikan tinggi yang berintegritas dan berfungsi dengan baik. Prinsip akuntabilitas dan transparansi yang ditekankan dalam pemikiran Bologna sejalan dengan teori Klitgaard dalam mengurangi korupsi. Melalui upaya ini, diharapkan praktik korupsi dalam pendidikan tinggi dapat ditekan dan kualitas pendidikan tinggi dapat ditingkatkan.

Secara keseluruhan, pemikiran Bologna dan teori Klitgaard memiliki fokus yang serupa dalam mengurangi korupsi dengan mendorong transparansi, akuntabilitas, dan integritas. Dalam konteks pendidikan tinggi, aplikasi pemikiran Bologna memberikan landasan untuk membangun sistem pendidikan tinggi yang berkualitas dan bebas korupsi.

Sumber pribadi
Sumber pribadi

Kenapa ada Korupsi walau sudah ada peraturan yang melarangnya?

Tindakan korupsi merupakan fenomena kompleks dan multifaktorial yang tidak dapat dijelaskan secara singkat atau sederhana. Meskipun ada undang-undang yang melarang korupsi di hampir seluruh negara di dunia, praktik ini masih terjadi secara luas dalam berbagai tingkatan dan sektor masyarakat. Untuk memahami mengapa tindakan korupsi tetap ada meskipun ada hukum yang melarangnya, diperlukan pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa korupsi masih ada:

  • Ketidakpatuhan terhadap hukum: Meskipun ada undang-undang yang melarang korupsi, tidak semua individu atau kelompok masyarakat mematuhi hukum tersebut. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketidakpatuhan terhadap hukum termasuk kurangnya kesadaran akan konsekuensi hukum, kurangnya kepercayaan terhadap sistem peradilan yang tidak adil, dan rendahnya tingkat penegakan hukum yang efektif.
  • Ambisi dan keserakahan manusia: Korupsi sering kali dipicu oleh dorongan manusia untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok, terlepas dari konsekuensi yang merugikan masyarakat secara keseluruhan. Ambisi dan keserakahan manusia yang tidak terkendali dapat mendorong seseorang untuk terlibat dalam tindakan korupsi, terlepas dari adanya larangan hukum.
  • Ketidakadilan dan ketimpangan sosial: Ketidakadilan dan ketimpangan sosial dapat menciptakan iklim yang menguntungkan untuk praktik korupsi. Ketika kesenjangan ekonomi dan akses terhadap sumber daya tidak merata, individu atau kelompok yang memiliki kekuasaan dan pengaruh lebih besar cenderung memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi, dengan melibatkan tindakan korupsi.
  • Lemahnya tata kelola dan transparansi: Lemahnya tata kelola yang baik dan kurangnya transparansi dalam lembaga pemerintah dan sektor swasta dapat memfasilitasi praktik korupsi. Ketika proses pengambilan keputusan tidak transparan dan akuntabel, peluang untuk melakukan korupsi menjadi lebih besar. Ketidaktransparan dan kurangnya akuntabilitas juga dapat menciptakan lingkungan di mana tindakan korupsi dapat disembunyikan dengan mudah.
  • Rendahnya pendidikan dan kesadaran: Kurangnya pendidikan dan kesadaran tentang pentingnya etika, integritas, dan konsekuensi negatif korupsi dapat menjadi faktor penting dalam terus adanya praktik korupsi. Ketika masyarakat tidak memahami secara mendalam dampak negatif dari korupsi dan pentingnya pencegahan korupsi, mereka mungkin menjadi lebih toleran terhadap perilaku koruptif.
  • Kelemahan sistem hukum dan penegakan hukum: Kelemahan dalam sistem hukum dan penegakan hukum dapat menciptakan celah yang memungkinkan praktik korupsi terjadi. Jika mekanisme pengawasan dan sanksi tidak efektif, pelaku korupsi dapat merasa lebih aman dan terhindar dari konsekuensi hukum yang tegas.
  • Budaya dan tradisi yang mendukung korupsi: Beberapa masyarakat memiliki budaya dan tradisi yang memandang korupsi sebagai hal yang wajar atau bahkan dianggap sebagai cara untuk mencapai kesuksesan atau memperoleh keuntungan. Ketika praktik korupsi diterima secara sosial dan terinternalisasi dalam budaya, sulit untuk memerangi fenomena ini hanya dengan kebijakan dan undang-undang.
  • Korupsi di tingkat global: Tidak hanya pada tingkat nasional, korupsi juga terjadi di tingkat global. Praktik korupsi dalam bentuk suap dan penyuapan lintas negara dapat mempengaruhi stabilitas politik dan ekonomi di tingkat global.

Penting untuk diingat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan korupsi dapat berbeda antara negara dan konteks yang berbeda. Oleh karena itu, upaya pemberantasan korupsi harus memperhatikan faktor-faktor ini dan merancang strategi yang sesuai dengan situasi masing-masing negara.

Dalam kaitannya dengan teori dari Robert Klitgaard, faktor-faktor yang dijelaskan di atas dapat terkait dengan elemen-elemen dalam rumus Klitgaard tentang tingkat korupsi. Misalnya, kekuasaan monopoli dan ketidaktertiban dalam alokasi sumber daya berhubungan dengan faktor "M" (monopoly power) dan "D" (discretion) dalam rumus C=M+D-A. Ketika kekuasaan monopoli dan tingkat kebebasan dalam pengambilan keputusan tinggi, peluang terjadinya korupsi akan meningkat. Selain itu, rendahnya akuntabilitas dan penegakan hukum yang lemah dapat terkait dengan faktor "A" (accountability) dalam rumus tersebut. Dengan mengurangi kekuasaan monopoli, meningkatkan transparansi, memperkuat akuntabilitas, dan meningkatkan penegakan hukum, praktik korupsi dapat ditekan.

Penerapan Model Klitgaard dalam Upaya Anti-Korupsi di Bidang Ekonomi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun