Mohon tunggu...
Mochammad Farros Fatchur Roji
Mochammad Farros Fatchur Roji Mohon Tunggu... Programmer - IT Engineer at Solar Nusantara

Security Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Money

Moralitas dalam Matematika Keuangan: Mengkritisi Sistem Bunga Majemuk di Bank

8 Desember 2024   02:18 Diperbarui: 8 Desember 2024   02:25 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kecil, saya dididik oleh ayah untuk terus belajar matematika dan komputer. Ayah menekankan bahwa pemahaman matematika yang kuat adalah dasar dari segala hal yang lebih besar, dan komputer mampu mempercepat proses tersebut. Sejak kelas 2 SD, saya mulai mengikuti olimpiade matematika hingga menjadi juara 1 di kecamatan dan mewakili kecamatan di olimpiade kabupaten. Saya terus berpartisipasi hingga SMP, di mana saya sempat menjuarai beberapa lomba, seperti juara 1 di tingkat kabupaten, dan ikut berpartisipasi di tingkat provinsi. Di SMA, saya bersekolah di pondok pesantren dan terus mengikuti olimpiade matematika, bersaing hingga tingkat nasional.

Setelah lulus SMA, saya melanjutkan pendidikan di jurusan Statistika di salah satu institut favorit di Surabaya. Di sinilah saya pertama kali mengenal matematika keuangan, yang membuka wawasan baru bagi saya. Saya selalu penasaran, jika selama ini saya mempelajari matematika, bagaimana penerapannya di bidang ekonomi. Dulu, saya membayangkan ekonomi terlihat sangat rumit. Saya melihat guru ekonomi yang berkali-kali mencoba membangun bisnis, namun selalu gagal, yang membuat saya bertanya-tanya bagaimana bisa beliau gagal berulang kali, padahal beliau adalah guru ekonomi. Hingga saat mulai mempelajari matematika keuangan, saya benar-benar terkejut karena yang dibahas adalah perhitungan bunga. Saya bertanya-tanya, bagaimana bisa uang itu identik dengan bunga? Hal ini mengejutkan saya karena sebelumnya, di pondok pesantren, saya pernah mempelajari tentang riba yang dijelaskan sebagai dosa besar.

Saya mulai menyadari bahwa ada bisnis yang tidak memerlukan banyak aktivitas namun dapat menghasilkan keuntungan besar, yaitu bisnis pinjaman. Dalam bisnis ini, waktu dianggap sebagai uang, karena keuntungan besar dapat diperoleh hanya dengan menunggu dan mengambil bunga dari pinjaman yang diberikan. Sistem pinjaman ini sudah berjalan sangat stabil di era sekarang.

Dosen saya dalam mata kuliah matematika keuangan, Pak Imam Syafawi, semoga beliau senantiasa diberikan kesehatan, juga sering mengkritik sistem bunga yang ada di bank konvensional. Pada umumnya, bank menggunakan bunga majemuk (compound interest), bukan bunga tunggal (simple interest), yang memungkinkan mereka menghasilkan keuntungan secara eksponensial. Namun, hal ini sangat merugikan nasabah, terbukti dengan tingginya angka gagal bayar yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun