Mohon tunggu...
Farrel Aufariza
Farrel Aufariza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Tanjungpura Pontianak

Farrel Aufariza. Mahasiswa Universitas Tanjungpura Pontianak. Prodi Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Respon China terhadap Konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan

15 Mei 2024   12:42 Diperbarui: 15 Mei 2024   12:56 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita ketahui bahwa Korea Utara dan Korea Selatan sudah menjadi musuh bebuyutan semenjak pasca Perang Dunia ke II, Adanya dua negara superpower pada saat itu yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet yang memiliki Ideologi yang sangat berbeda, dimana Amerika Serikat menggunakan Ideologi Demokrasi Liberal dan Uni Soviet yang ber-ideologi Komunis.

Semenanjung Korea pada saat masih merupakan bagian dari daerah yang dikuasai oleh Kekaisaran Jepang sebelum kekalahannya di Perang Dunia ke II. Setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia ke II, Uni Soviet dan Amerika saling berusaha untuk menguasai wilayah tersebut, dan pada akhirnya diputuskan bahwa wilayah Semenanjung Korea dibagi menjadi 2 Wilayah yang dimana Uni Soviet dengan Ideologi Komunisnya menduduki wilayah Korea Utara dan Amerika Serikat dengan Ideologi Demokrasi Liberalnya menduduki wilayah Korea Selatan.

Hal ini membuat timbulnya konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan sehingga timbul perang yang kita kenal dengan nama Perang Korea. Perang Korea ini dimulai pada tahun 1950 dan berakhir pada tahun 1953, akan tetapi perang ini sayangnya berakhir dengan gencatan senjata dan tidak ada perjanjian yang dilakukan secara formal, sehingga dapat disimpulkan bahwa Korea Utara dan Korea Selatan pada saat ini sebenarnya masih berperang.

Sumber : cnbcindonesia.com
Sumber : cnbcindonesia.com

Dan baru baru ini, Amerika Serikat dengan dua negara sekutunya, yaitu Jepang dan Korea Selatan, mengadakan latihan militer Angkatan Laut bersama yang dilaksanakan di perairan Pulau Jeju di Korea Selatan. Latihan militer Angkatan Laut ini melibatkan kapal induk Amerika Serikat USS Carl Vinson dan beberapa kapal penghancur Aegis milik militer Korsel dan Jepang.

Latihan Militer ini seperti ingin menunjukkan kekuatan baru dan mempertajam kemampuan dalam melawan ancaman Korea Utara dengan senjata nuklir dan militernya yang dikenal sangat kuat. Ketiga Negara yang menggelar latihan militer gabungan ini disaat pemimpin Korea Utara Kim Jong Un masih terus melaksanakan uji coba senjata dan juga melontarkan beberapa ancaman yang dinilai provokatif, hal inilah yang membuat ketegangan regional semaking meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Peluncuran satelit pengintai menggunakan teknologi rudal balistik yang dianggap telah melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa ini juga menimbulkan kekhawatiran bagi Korea Selatan dan Jepang yang secara geografis cukup dekat dengan Semenanjung Korea. Ini yang menjadi faktor terjadinya kerja sama militer antara Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Jepang untuk melawan ancaman dari Korea Utara.

Dengan adanya ketegangan dan potensi perang yang terjadi antara Korea Utara dan Korea Selatan, China disini yang bisa kita sebut sebagai negara tetangga dan termasuk sahabat Korea Utara, telah buka suara. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Wang Wenbin mengatakan "Dalam situasi ini, kami berharap semua pihak terkait tetap tenang dan menahan diri dari mengambil tindakan yang memperburuk ketegangan, menghindari eskalasi situasi lebih lanjut, dan menciptakan kondisi untuk dimulainya kembali dialog yang bermakna".

Bisa dikatakan bahwa China disini sebagai pihak penengah atau mediator, dan tindakan yang diambil China sudah sangat benar dan menginginkan perdamaian serta penyelesaian yang dilakukan secara diplomatik, bukan dengan gencatan senjata. China disini telah menunjukkan bahwa sangat pentingnya memiliki kesadaran akan menjaga perdamaian dan stabilitas antara Korea Utara dan Korea Selatan.

China sangat serius akan hal ini dan sangat menginginkan perdamaian untuk kedua belah pihak, Menteri Luar Negeri Wang Yi pada konferensi pers "Kebijakan Diplomasi dan Hubungan Luar Negeri China" mengatakan harus konsisten dan fokus untuk mencapai perdamaian dan stabilitas jangka panjang di Semenanjung Korea serta mengecam siapapun yang memanfaatkan isu di Semenanjung Korea untuk mengembalikan konfrontasi seperti pada saat Perang Dingin, harus memikul tanggung jawab yang besar dan bagi siapapun yang ingin merusak perdamaian akan menanggung akibat yang sangat besar, ucapnya.

Sumber : TribunKaltim.co
Sumber : TribunKaltim.co

China pertegas bahwa mereka akan turut mendukung kemajuan hubungan baik dan perdamaian antara Korea Utara dan Korea Selatan dan mengaggap hal seperti ini tidak akan memberikan keuntungan pada siapapun.

Tetapi, jika seandainya konflik akan terus memanas dan mencapai puncaknya, China tidak mungkin hanya diam dan hanya memberikan bantuan lewat berdialog saja. China akan mengambil keputusannya, bisa dengan mengusulkan sebuah perjanjian untuk kedua negara tersebut atau membantu dan memihak ke Korea Utara, mengingat hubungan China dengan Korea Utara yang saling memperlihatkan kepeduliannya msing masing seperti pada Hari Tahun Baru, kedua pemimpin mendeklarasikan tahun 2024 sebagai "Tahun Persahabatan Tiongkok-DPRK" dan dengan ini dapat disimpulkan bahwa China disini ingin mempertahankan hubungan persahabatan dan menjaga kerja sama yang sudah terjalin sejak lama antara kedua negara tersebut.

Walaupun memang sedikit sulit untuk memprediksi apa yang akan selanjutnya akan dilakukan oleh China karena China disini memiliki hubungan yang cukup kompleks dengan negara negara yang sedang berkonflik di Semenjung Korea saat ini. Secara historis, China telah menjadi sekutu Korea Utara sejak lama dan selalu memberikan dukungan kepada negara tersebut.

Namun, China juga memiliki hubungan dalam sektor ekonomi dan diplomatik yang sangat penting dengan Korea Selatan dan juga Amerika Serikat. Hal inilah yang membuat kita tidak bisa menebak keputusan apa yang akan dilakukan China di konflik ini. Yang bisa dilakukan China saat ini hanya membantu meredam dan menyarankan perdamaian untuk menghindari konflik yang berkepanjangan. Karena setiap keputusan besar yang diambil oleh China akan bergantung pada berbagai faktor yaitu penilaiannya terhadap situasi ini, kepentingan nasionalnya sendiri, serta dengan pihak pihak yang terlibat dalam konflik ini.

Dalam situasi yang sangat serius seperti ini, pengambilan keputusan juga tidak bisa asal asalan dan harus memikirkan dampak jangka pendek dan jangka panjangnya, oleh karena itu dibutuhkannya kerja sama dari negara negara yang sedang berkonflik disini dan sama sama memiliki keinginan untuk mencapai tujuan akhir yang adil bagi negara yang sedang berkonflik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun