Kota Bandung, tak akan pernah aku lupakan kamu. Saksi bisu pelangiku menghabiskan sisa hidupnya, saksi bisu sang senja dan sang fajar yang bersama dalam suka dan duka.
Ini hanyalah sebuah ungkapan indah untukmu, pria tak sempurna pengagum sajak dan hujan.
Bagai jantung yang dialiri darah dan seperti matahari yang dikelilingi semesta. Bukankah kamu tau bahwa kamu adalah kekuatanku? Aku telah menyimpan segenap harapan yang selalu aku semogakan ketika aku berdoa kepada Tuhanku. Aku selalu meminta dan berharap bahwa kita akan selalu bersama, Pelangiku. Namun, takdir tak seindah senyumanmu. Takdir begitu jahat, ia datang dalam hidupmu dan membuat hidupmu penuh ketidakadilan, Kau begitu sempurna untuk menerima semua ini. Tapi, aku tahu Tuhan itu sangat menyayangimu, ia menyempurnakan senyummu, menguatkan langkahmu, dan membiarkanmu menghabiskan sisa waktu denganku. Sekarang, aku bagai sebuah debu yang ditiup angin. Tak tau arah kembali. Aku tau aku salah tetapi aku ingin marah kepada Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H