Di kehampaan putih tak terhingga, seberkas cahaya redup melayang. Sosok tanpa nama, tanpa bentuk, hanya kesadaran yang terombang-ambing. Suara lembut, bagaikan bisikan angin, memecah keheningan.
"Selamat datang," suara itu menyapa. "Aku adalah sang Pencipta."
Sosok itu kebingungan. "Pencipta? Di mana aku? Apa yang terjadi?"
Sang Pencipta menjelaskan bahwa dia telah meninggal, jiwanya terlepas dari raga dan kini berada di alam baka. Sebuah telur raksasa terbentang di hadapan mereka, berisi alam semesta yang tak terhitung jumlahnya.
"Telur ini adalah ciptaanku," kata sang Pencipta. "Setiap alam semesta memiliki garis waktu yang berbeda, dan di dalamnya, kau telah bereinkarnasi berkali-kali."
Sang Pencipta membawa sosok itu menelusuri memori masa lalunya. Dia pernah menjadi seorang petani di Tiongkok kuno, merasakan beratnya bekerja di bawah pemerintahan kejam. Dia menjadi seorang pemikir Yunani, mendambakan pengetahuan dan kebenaran. Dia menjadi seorang budak di Amerika, merasakan kekejaman dan ketidakadilan. Dia menjadi seorang pemimpin revolusioner, memperjuangkan kemerdekaan dan kesetaraan.
Setiap kehidupan membawa pelajaran berharga. Rasa sakit dan penderitaan, cinta dan kebahagiaan, semua itu membentuk jiwa dan membantunya berkembang.
"Setiap kali kau menyakiti orang lain," kata sang Pencipta, "kau menyakiti dirimu sendiri. Setiap kebaikan yang kau lakukan, kau lakukan kepada dirimu sendiri. Karena kau adalah semua orang yang pernah hidup, dan semua orang yang akan hidup."
Sosok itu tercengang. Kesadaran baru melandanya. Rasa cinta dan kasih sayang yang tak terhingga muncul dalam dirinya. Dia memahami bahwa semua makhluk hidup adalah satu kesatuan, terhubung dalam jalinan kehidupan yang tak terputus.
Sang Pencipta tersenyum. "Kau telah siap," dia berkata. "Kini, kau akan menjadi bagian dari diriku."