Mohon tunggu...
Faron Ramadhan
Faron Ramadhan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Perjuangan Masuk SMAN 16 Bekasi

6 Agustus 2017   15:14 Diperbarui: 6 Agustus 2017   15:26 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedikit cerita dari saya, nama saya Faron Ramadhan. Saya berasal dari SMPIT Yapidh. Saya bersekolah di Yapidh sejak menduduki bangku Sekolah Dasar. Sejak saya memasuki tahap Sekolah Menengah Pertama saya merasa jenuh dengan sekolah yang saya tempati ini dan hingga akhirnya saya memutuskan untuk berhijrah.

Seiring berjalan waktu saya mulai bertambah umur dan memasuki masa remaja. Saya memiliki tujuan agar bisa berpindah dari sekolah ini dan ingin mencoba masuk sekolah negeri. Saat saya meminta izin kepada orangtua agar saya bisa berpindah ke sekolah Negeri, mereka belum merestuinya dengan alasan "belum siap lah, ilmu agamanya gimana lah, hapalan qurannya mau dikemanain lah, dan sebagainya..."

Beberapa lama kemudian sejalan dengan bertambah nya umur. Saya memperlihatkan bukti kepada orangtua bahwa saya bisa memberikan perubahan sikap yang signifikan. Saya jadi bersikap lebih dewasa, memiliki pendirian yang teguh, serta memiliki bekal ilmu agama yang sudah cukup. Orang tua saya melihat perkembangan serta kesiapan saya. Orang tua saya sudah merestui agar saya bisa berpindah sekolah dengan syarat harus masuk sekolah Negeri Favorit agar bisa mempermudah saya masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Mulai dari sini saya memiliki target yang harus saya kejar. Sebuah cita cita, keinginan yang kuat, harapan, pendongkrak, tujuan hidup yang harus saya capai demi masa depan yang lebih baik, demi membuat orangtua manangis bukan karena sedih melainkan bangga dengan prestasi dan, nilai saya.

Saya mulai mengikuti bimbel, private, les, dan lain lain. Saya menggandakan waktu belajar saya tiga kali lipat. Saya mulai lebih menekuni ibadah ibadah sunnah dan terus berdoa serta belajar. Demi sebuah impian.

Saya sudah memiliki target yang akan saya capai. Saya memiliki pendirian dan akan terus saya pertahankan. Tetapi segala sesuatu tidak ada yang berjalan mulus selalu ada gangguan yang siap menerkam kita dikala lengah tetap waspada dan fokus pada tujuan jangan mudah tergoda dengan godaan godaan dunia yang akan membuat lalai dan tejatuh.

Saya terus maju dan melangkah, terus berusaha. Hingga tiba waktunya saya membuktikan usaha dan jerih payah yang saya lakukan. Membayar setiap tetes keringat yang saya keluarkan. Selama 4 hari saya menjalani Ujian Nasional (UN). Soal demi soal saya kerjakan berdasarkan pelajaran yang saya pelajari selama tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama. Goresan demi goresan pensil dikertas lembar jawaban. Hingga ujian pun sudah saya jalankan dan saya selesaikan. Sekarang tinggal waktunya menunggu dan berdoa agar medapatkan hasil yang memuaskan yang akan membayar semua usaha saya.

Sudah tiba waktunya saya bisa melihat hasil usaha saya, nilai Ujian Nasional yang saya kerjakan. Semua siswa dipanggil dan dikumpulkan semua gelisah dan bingung, semua berucap dalam hati "semoga nem ku tnggi...". Saya merasakan hal yang dirasakan setiap siswa gugup dan tegang.

Amplop dibagikan kepada setiap siswa dan semua merobek amplopnya bersama sama dan melihat selembr kertas, hasil nilai siswa pada Ujian Nasional. Semua saling bertanya "berapa nem lu?...". Setelah saya melihat kertas tersebut dan melihatnya, saya mendapatkan nilai tersebut "284,50". Saya merasakan kekecewaan yang amat dalam sebab hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Pikir saya "mau bagaimana lagi..." ini lah yang saya dapat dan hanya sebatas inilah kemampuan yang saya miliki, inilah ketentuan yang tuhan berikan. Setidaknya saya sudah melakukan apa yang harus saya lakukan. Saya sudah berusaha, dan berdo'a.

Saya merasa malu ingin memberikan kertas tersebut kepada orangtua saya. Saya takut orangtua saya yang telah memfasilitasi dan membiayai setiap biaya yang saya perlukan agar saya belajar, keringat dan darah telah mereka keluarkan saya takut membuat mereka kecewa dengan nilai yang saya yang dapat.

Tidak, saya harus siap menerima konsekuensinya dan menerima resikonya. Dengan memberanikan diri saya memberikan kertas tersebut kepada mereka.

      Saya bisa melihat dan merasakan ekspresi yang mereka berikan setelah melihat kertas tersebut. Mereka tersenyum lebar dan berkata "berapapun hasilnya, kamu tetaplah kebanggaan ku nak, kamu tetaplah anak lelaki ku yang akan menggantikan posisi ayah suatu hari nanti, menjadi kepala keluarga, dan memberikan kami cucu yang lucu dimasa depan nanti, anak yang akan selalu membanggakan kami , anak yang berguna bagi agama, bangsa dan negara, tetap lah berusaha dan belajar lah dari pengalaman, terus berdo'a dan berusaha, karena Allah akan terus bersama mu dan menjaga mu..."

        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun