Bapaknya pulang sekitar pukul setengah sepuluh malam, menyincing sarung dan kopyah yang terjempit sela ketiak, ia berlari kecil karena gerimis cukup mengganggu udara juga membuat air menyiprat mengenai pori-pori betis belakangnya ketika sandal hijaunya melangkah menginjak genangan. Ada selametan katanya di rumah pak Rohmat. Ibu dan adik Ning yang bontot masih dengan senyam senyum berbincang tipis-tipis dengan keluarga mas Broto di ruang tamu, menunggu kepulangan Bapak untuk memastikan hubungan keduanya.
"Itu lhoo, nyatus (tahlilan dalam rangka mendoakan 100 hari meninggalnya seseorang)"
Ning masih sibuk di depan cermin pigura kayu dengan ukiran khas jepara peninggalan nenek bapaknya. Sembari menyisir rambut panjangnya juga sekali dua mengusap-usap layar ponselnya, bergulir-gulir di kolom Facebook nya, menyisir sambil berp
ikir, juga menerka-nerka
"Apakah aku harus mengganti status lajang di Facebook ku ini..."
Sembari melirik bingkisan mas Broto yang dua hari lalu melamarnya, namun belum ada kepastian dari orang tua Ning.
" Ngarti dari mana ?? "
" Pokoknya ngarti deh, ada yang ngebisikin "
" Manusia ?"
" Iya lah, memangnya aku orang sakti ! "
Belakangan ini mas Broto belagak sok misterius karena mengetahui sedikit hal tentang sedikit isu dan tentang sedikit data yang dia peroleh. Beberapa orang di lingkungan pergaulannya pun sebenarnya sudah mulai membicarakannya diam-diam, tapi karena perangai nya memang santun juga sikapnya yang adem, tidak ada yang sampai hati menyampaikan keluh kesah orang-orang tentang dirinya.