Saat ini sector pertanian menghadapi berbagai kendala mulai dari perubahan iklim ( Climate Change ), Kelangkaan pupuk dan mahalnya harga  Saprodi serta naiknya harga BBM yang berimbas pada melonjaknya biaya Transportasi.Â
Seiring dengan itu ada tantangan besar yang menanti di depan mata, yaitu usia Rata-rata petani di Indonesia sudah mulai renta, faktanya 70 persen sector pertanian masih diusahakan oleh generasi tua. Anak -- anak muda atau kaum Milenial  belum banyak yang tertarik dengan dunia tersebut.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS)  tahun 2020, 64,50 Juta penduduk Indonesia berada dalam kelompok Umur pemuda. Namun dari angka diatas, persentase pemuda yang bekerja  di sector pertanian hanya 21 %.Â
Menilik angka ini tentu menjadi perhatian serius bagi berbagai pihak karena usia tua bisa dikatakan tidak lagi produktif bekerja atau mengelola bisnis pertanian.
Seiring dengan itu  teknologi pertanian terus berkembang,  seiring dengan terjadinya modernisasi disektor pertanian tersebut. Dilansir dari Swadaya Online pertanian modern dicirikan antara lain, pertama,  memanfaatkan produk unggul yang produktivitasnya tinggi. Kemudian pemanfaatan  alat-alat dan mesin pertanian modern. Alat pertanian modern dapat mendongkrak produktivitas karena bisa mengurangi biaya produksi dan mepercepat proses efisiensi.
Ciri ketiga pertanian moder adalah pemanfaatan Internet Of Things (IoT ), Big data artificial intelligence, sensor dan hal yang terkait inovasi teknologi 4.0. terkait dengan sistim pertanian modern ini pengerjaan dan manajemennya lebih baik dilaksanakan oleh milenial karena mereka memang melek teknologi dan  lebih memahami tentang teknologi pertanian modern terebut.Â
Sebaliknya bagi generasi Tua, kebanyakan mereka belum mengetahui tentang alat atau mesin pertanin moderm, generasi tua tidak melek internet. Mereka lebih cenderung mengusakan sector pertanian dengan cara konvensional yang mengandung unsur kebiasaan dan Tradisonal.
Jika kondisi ini terus dipertahankan tentu Pertanian Indonesia akan ketinggalan jaman dan bisa dipastikan tingkat produksi tanaman pertanian terus mengalami penurunan karena sistim konvensional yang diterapkan oleh Petani Tua  sulit beradaptasi dengan perubahan iklim, kurang efisien dalam pengelolaan lahan dan seringkali terkendala dengan  masalah pemasaran.Â
Untuk factor terakhir yang disebutkan saat ini petani milenial sudah menerapkan aplikasi pemasaran online yang dapat menjangkau seluruh wilayah di Indonesia dalam  kurun waktu relative singkat.
Bandingkan dengan petani generasi tua yang selalu mengandalkan pasar tradisional untuk menjual produk nya, tidak jarang pula tergantung kepada toke, tengkulak atau pedagang pengumpul dan efeknya skala usaha tani tidak bisa diperbesar.Â
Menyikapi hal diatas perlu "pemain pengganti" atau regenerasi tenaga dalam sector pertanian dengan lebih banyak memainkan peran generasi muda dalam sector agribisnis dan usaha tani.Â
Artinya perlu regenerasi disektor pertanian, yang muda bisa menggantikan orang tuanya untuk memaneajemen usaha taninya sehingga lebih untung. Tentu saja dengan menerapkan konsep smart farming.
Terkait dengan hal diatas Ada beberapa alasan pentingnya regenerasi  petani, diantaranyaÂ
Pertama, ditengah  persoalan meningkatnya biaya produksi, perlu upaya menyiasatinya dengan cara menerapkan  usaha tani yang efisien.Â
Contohnya memupuk bisa menggunakan peralatan modern seperti Drone. Cara ini diyakini mampum menghemat waktu dan tenaga. Juga memanfaatkan pupuk  dan pestisida alternatif yang  bisa dibuat sendiri. Untuk tujuan ini sudah barang tentu perlu sekali peranan milenial yang melek teknologi.
Kedua , untuk menghadapi hambatan lahan termasuk kekeringan perlu dikembangkan Teknologi Hidroponik dan  irigasi tetes, pemanfaatan sprinkle  serta beberapa teknologi modern lainnya.Â
Ketiga untuk pengendalian hama bisa diterapkan dengan alat pengukur kelembaban, suhu, curah hujan dan pencahayaan yang terhubung dengan  suatu panel. Dengan cara ini resiko  munculnya penyakit yang disebabkan oleh katalisator kelembaban berupa jamur dan bakteri dapat diminimalisir.Â
Termasuk juga pengolahan panen dan pasca panen serta pemasaran yang  sebagian besar sudah secara online dengan berbagai aplikasi. Ini semua hanya bisa dikerjakan oleh milenial sedangkan generasi yang lebih tua bukan tidak  bisa namun persentasenya masih sedikit.
Bertitik tolak dari hal diatas perlu pengkajian lebih lanjut sehubungan dengan pentingnya regenerasi petani, soalnya di beberapa negara yang maju sector pertaniannya regenerasi petani ini dianggap sangat penting dan telah diundang -- undangkan.Â
Pun juga di Indonesia  pemerintah pun juga tidak tinggal diam, menurut data Kementan , 2020, ada 2000 petani milenial yang telah dikukuhkan dalam wadah  Duta petani milenial  / duta petani andalan (DPM / DPA ) hingga terbentuk satu juta pengusaha tani milenial.Â
Terkait hal ini  petani milenial menjadi jawaban  bagi regenerasi petani. Makanya keberadannya harus dterus ditambah dan diperkuat, kemudian didorong secara massif sehingga bisa memacu sector pertanian semakin naik. Jayalah Petani Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H