China juga menjadi salah satu sumber investasi asing langsung (FDI) terbesar di Indonesia, menempati peringkat kedua secara global. Dari tahun 2019 hingga September 2024, total investasi China di Indonesia mencapai USD 34,19 miliar, yang menyumbang 18% dari total FDI. Investasi ini mencakup berbagai sektor strategis, termasuk pertambangan, energi terbarukan, dan infrastruktur. Proyek-proyek ini tidak hanya meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru yang signifikan.
Salah satu wujud nyata dari investasi tersebut adalah proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, bagian dari Belt and Road Initiative (BRI). Proyek ini menjadi simbol kerja sama erat kedua negara dalam pembangunan infrastruktur strategis. Kereta cepat ini diharapkan tidak hanya mempercepat konektivitas antara dua kota besar, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah yang dilalui jalurnya.
Selain perdagangan dan investasi, kerja sama Indonesia dan China juga merambah ke sektor kesehatan dan bioteknologi. Inisiatif seperti pembangunan National Gene Bank dan pusat bioteknologi di Indonesia mencerminkan upaya kedua negara dalam mendukung riset dan inovasi. Dengan nilai investasi mencapai USD 1,5 miliar, proyek ini berpotensi memperkuat sektor kesehatan di Indonesia sekaligus meningkatkan daya saing dalam bidang bioteknologi di tingkat global.
Hubungan erat ini menunjukkan potensi besar kerja sama ekonomi Indonesia-China, yang tidak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi saat ini tetapi juga membangun fondasi untuk kemitraan yang lebih kuat di masa depan. Dengan pengelolaan yang bijak, hubungan ini dapat menjadi motor penggerak utama dalam meningkatkan kesejahteraan dan posisi strategis Indonesia di kancah internasional.
Diplomasi Budaya dan Pendidikan
Diplomasi budaya telah menjadi jembatan penting dalam mempererat hubungan antara Indonesia dan China, melampaui aspek ekonomi. Salah satu bentuk nyata dari hubungan ini adalah pertukaran pelajar dan kerja sama di bidang pendidikan yang terus meningkat. Ribuan mahasiswa Indonesia setiap tahun menempuh studi di berbagai universitas terkemuka di China, mempelajari teknologi, bahasa, dan budaya setempat. Hubungan ini tidak hanya memperkuat koneksi antara individu, tetapi juga menciptakan pemahaman yang lebih dalam antara kedua negara.
Selain itu, festival budaya seperti Tahun Baru Imlek telah menjadi simbol penerimaan budaya Tionghoa di Indonesia. Pengakuan Imlek sebagai hari libur nasional adalah salah satu wujud nyata dari keterbukaan masyarakat Indonesia terhadap warisan budaya Tionghoa yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan sosial di tanah air. Festival ini tidak hanya dirayakan oleh komunitas Tionghoa, tetapi juga diikuti oleh masyarakat umum, mencerminkan harmoni dan keberagaman budaya yang ada di Indonesia.
Dengan terus berjalannya inisiatif-inisiatif budaya dan pendidikan, hubungan Indonesia-China semakin menunjukkan kedalaman, tidak hanya sebagai mitra strategis dalam ekonomi, tetapi juga dalam membangun saling pengertian dan penghormatan di tingkat masyarakat. Diplomasi budaya ini menjadi dasar yang kokoh untuk menjalin hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan.
Tantangan dalam Hubungan Bilateral
Meskipun hubungan antara Indonesia dan China terus berkembang dengan pesat, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan kerja sama bilateral kedua negara. Meskipun kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi terus menunjukkan angka yang positif, isu-isu strategis yang lebih kompleks muncul sebagai bagian dari dinamika hubungan ini. Tantangan-tantangan tersebut tidak hanya berkaitan dengan masalah ekonomi, tetapi juga aspek politik dan sosial yang dapat memengaruhi persepsi publik dan kebijakan luar negeri Indonesia.
Salah satu tantangan paling signifikan dalam hubungan Indonesia-China adalah sengketa Laut China Selatan. Indonesia, meskipun bukan pihak langsung dalam klaim wilayah ini, tetap teguh mempertahankan kedaulatan atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di sekitar Natuna, yang menjadi titik sentral dalam ketegangan ini. China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan berdasarkan "sembilan garis putus-putus" yang mereka anggap sebagai wilayah maritim mereka. Namun, klaim ini berbenturan dengan kedaulatan Indonesia atas wilayah ZEE Natuna. Meskipun Indonesia secara konsisten menegaskan bahwa wilayah tersebut merupakan bagian dari kedaulatan nasionalnya dan bukan bagian dari sengketa Laut China Selatan, ketegangan yang muncul akibat klaim China tetap menjadi isu yang memengaruhi hubungan kedua negara. Ketegangan ini juga memiliki dampak pada kestabilan geopolitik kawasan, mengingat Laut China Selatan merupakan jalur perdagangan internasional yang sangat strategis. Oleh karena itu, diplomasi yang hati-hati dan kebijakan yang bijaksana sangat diperlukan agar Indonesia dapat menjaga kedaulatan teritorialnya sambil mempertahankan hubungan baik dengan China.