Mohon tunggu...
Farly Mochamad
Farly Mochamad Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Sebagai lulusan baru teknologi informasi, saya adalah alumni Kebangsaan Lemhannas 2023 dan peserta Muhibah Budaya Jalur Rempah Indonesia-Malaysia bersama KRI Dewaruci 2024

.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Dari Revoluasi Hingga Perdamaian: Perjalanan Panjang Operasi Militer TNI

1 September 2024   20:07 Diperbarui: 1 September 2024   20:12 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transformasi ini mengarah pada beberapa perubahan mendasar dalam peran TNI. Salah satu perubahan utama adalah penarikan TNI dari arena politik. Pada masa Orde Baru, militer memiliki peran dominan dalam politik, dengan banyak perwira militer menduduki posisi penting di pemerintahan. Namun, di era Reformasi, peran politik TNI berkurang secara signifikan. Reformasi juga mendorong TNI untuk fokus kembali pada peran profesionalnya sebagai penjaga kedaulatan negara dan pertahanan teritorial.

Seiring dengan transformasi ini, TNI menghadapi tantangan baru, termasuk tuntutan untuk lebih menghormati hak asasi manusia (HAM) dalam operasinya, serta beradaptasi dengan peran baru dalam operasi internasional sebagai bagian dari pasukan perdamaian PBB. Selain itu, TNI harus menghadapi berbagai ancaman keamanan internal yang kompleks, mulai dari separatisme hingga terorisme, yang memerlukan pendekatan strategis yang berbeda dari era sebelumnya.

1. Operasi Rencong (1990-1998) dan Operasi Wibawa (2003-2005)

Wilayah Aceh telah menjadi salah satu fokus utama operasi militer di Indonesia, terutama dalam menghadapi Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sebuah gerakan separatis yang menuntut kemerdekaan Aceh dari Indonesia. Konflik ini berakar dari ketidakpuasan masyarakat Aceh terhadap pemerintah pusat, yang dianggap tidak adil dalam distribusi sumber daya alam, terutama pendapatan dari minyak dan gas.

Operasi Rencong dimulai pada awal 1990-an sebagai bagian dari upaya TNI untuk menumpas pemberontakan GAM. Operasi ini melibatkan sejumlah besar pasukan TNI yang dikerahkan ke Aceh, dengan tujuan utama menghapuskan kekuatan militer GAM. Operasi Rencong berlangsung dalam suasana kekerasan yang intens, dengan laporan tentang pelanggaran HAM yang meluas, termasuk penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, dan pembunuhan di luar hukum. Meskipun operasi ini berhasil melemahkan GAM, namun tidak sepenuhnya menghentikan perlawanan mereka.

Ketika reformasi politik mulai bergulir pada akhir 1990-an, konflik di Aceh juga mengalami dinamika baru. Pada awal 2000-an, GAM kembali memperkuat posisinya, dan konflik bersenjata meletus lagi. Sebagai tanggapan, pemerintah Indonesia meluncurkan Operasi Wibawa pada tahun 2003. Operasi ini adalah kelanjutan dari upaya militer untuk menumpas GAM, tetapi juga diiringi dengan upaya diplomatik untuk mencapai solusi damai.

Pada tahun 2005, setelah bertahun-tahun konflik dan melalui proses negosiasi yang panjang, tercapai kesepakatan damai yang dikenal sebagai Perjanjian Damai Helsinki. Kesepakatan ini menandai berakhirnya konflik bersenjata di Aceh. GAM setuju untuk meletakkan senjata dan mengakhiri tuntutan kemerdekaannya, sementara pemerintah Indonesia memberikan otonomi khusus kepada Aceh, termasuk hak untuk mengelola sebagian besar pendapatan dari sumber daya alamnya. Perjanjian ini juga membuka jalan bagi reintegrasi mantan kombatan GAM ke dalam masyarakat dan politik lokal.

Keberhasilan operasi militer dan diplomasi di Aceh mencerminkan perubahan pendekatan TNI dalam menangani konflik internal. Di era Reformasi, meskipun kekuatan militer tetap digunakan, namun solusi politik dan negosiasi menjadi bagian integral dari strategi TNI, menunjukkan adaptasi terhadap tuntutan baru dalam menjaga keutuhan NKRI.

2. Operasi Tinombala (2016-sekarang)

Operasi Tinombala merupakan salah satu operasi militer yang penting di era Reformasi, dengan fokus utama pada pemberantasan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang beroperasi di Poso, Sulawesi Tengah. MIT, yang dipimpin oleh Santoso (alias Abu Wardah), adalah kelompok militan yang berafiliasi dengan ISIS dan dianggap sebagai salah satu ancaman teroris paling berbahaya di Indonesia.

Operasi ini dimulai pada tahun 2016 sebagai upaya gabungan antara TNI dan Polri untuk menangkap atau menumpas anggota MIT. Santoso adalah target utama dalam operasi ini, karena ia dianggap sebagai pemimpin dan simbol dari kelompok tersebut. Operasi Tinombala melibatkan pengerahan pasukan dalam skala besar, penggunaan teknologi canggih, dan strategi penyerangan serta penjebakan yang terkoordinasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun