KRI Nanggala-402 adalah nama yang tidak asing di telinga banyak orang yang mengikuti perkembangan angkatan laut Indonesia. Kapal selam ini, dengan semua cerita dan kontroversinya, telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah maritim Indonesia. Dari proses pembangunannya hingga tragedi yang menimpanya, KRI Nanggala memiliki kisah yang penuh warna dan makna.
Sejarah dan Pembangunan KRI Nanggala
1. Nama dan Asal Nama
KRI Nanggala merupakan kapal selam kelas Cakra yang dibangun untuk memperkuat armada maritim Indonesia. Nama "Nanggala" diambil dari senjata Prabu Baladewa, yang juga dikenal sebagai Balarama dalam pewayangan Jawa. Prabu Baladewa adalah salah satu tokoh penting dalam epik Mahabharata, dikenal karena kekuatan dan kebijaksanaannya. Nama Nanggala bukan hanya mencerminkan kekuatan fisik, tetapi juga menandakan kekuatan dan ketahanan kapal selam dalam menjalankan tugas-tugasnya di bawah laut.
2. Pesanan dan Proses Pembangunan
a. Pemilihan Pembuat dan Perjanjian:
Pada 2 April 1977, pemerintah Indonesia memutuskan untuk memesan kapal selam ini dari Howaldtswerke-Deutsche Werft (HDW), sebuah perusahaan pembuatan kapal selam terkemuka yang berbasis di Jerman. Pemilihan HDW sebagai pembuat KRI Nanggala mencerminkan komitmen Indonesia terhadap modernisasi armada angkatan lautnya. HDW dikenal dengan teknologi canggih dan keahlian dalam pembuatan kapal selam, yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan operasional TNI AL.
b. Proses Pembangunan:
Proses pembangunan KRI Nanggala dimulai dengan pemasangan lunas pada Maret 1978 di fasilitas HDW. Lunas adalah bagian dasar dari kapal yang menjadi fondasi utama untuk konstruksi lebih lanjut. Setelah tahapan ini, kapal diluncurkan pada 10 September 1980. Peluncuran ini menandai tahap awal dari kapal selam yang dirancang untuk menghadapi berbagai tantangan di laut.
c. Biaya dan Spesifikasi:
Biaya total pembangunan KRI Nanggala mencapai US$285 juta, setara dengan sekitar Rp4,43 triliun pada saat itu. Angka ini mencerminkan besarnya investasi yang dilakukan oleh Indonesia untuk memperkuat pertahanan maritimnya. Kapal ini selesai dibangun pada 6 Juli 1981 dan mulai beroperasi pada 21 Oktober 1981.
KRI Nanggala memiliki spesifikasi yang signifikan, dengan panjang 59,5 meter, lebar 6,3 meter, dan sarat air 5,5 meter. Ukuran ini menjadikannya kapal selam yang relatif besar dan kompleks, dengan kemampuan untuk menampung berbagai sistem persenjataan dan teknologi canggih. Kapal ini dirancang untuk operasi bawah laut yang efektif, termasuk misi pengintaian dan pertahanan.
Secara keseluruhan, pembangunan KRI Nanggala merupakan langkah strategis dalam upaya Indonesia untuk memperkuat armada maritimnya, dengan dukungan dari teknologi dan keahlian internasional yang dihadirkan oleh Howaldtswerke-Deutsche Werft.
 Spesifikasi Teknis dan Fitur
1. Kelas dan Jenis
KRI Nanggala termasuk dalam kelas Cakra, yang merupakan kapal selam serbu diesel-listrik yang dirancang untuk operasi bawah laut. Kelas Cakra, juga dikenal sebagai kelas Type 209, dikembangkan oleh Howaldtswerke-Deutsche Werft (HDW) di Jerman dan merupakan salah satu kapal selam yang paling canggih pada masanya. Kapal selam ini dirancang untuk memiliki kemampuan tempur yang sangat baik, serta teknologi mutakhir untuk mendukung misi pertahanan dan pengintaian.
2. Sistem Pendorong dan Kecepatan
KRI Nanggala dilengkapi dengan sistem pendorong yang canggih, terdiri dari empat mesin diesel MTU 12V493 AZ80 GA31L, masing-masing menghasilkan tenaga 2.400 tenaga kuda (hp). Sistem ini didukung oleh empat alternator Siemens yang masing-masing bertenaga 1,7 megawatt (MW), serta motor listrik Siemens yang menghasilkan tenaga 4.600 hp. Kombinasi sistem pendorong ini memberikan performa yang mengesankan untuk kapal selam tersebut.
a. Kecepatan di Permukaan: Kapal selam ini dapat mencapai kecepatan maksimum 11 knot (20 km/jam) saat berada di permukaan.
b. Kecepatan Saat Menyelam: Saat menyelam, KRI Nanggala dapat mencapai kecepatan maksimum 215 knot (398 km/jam). Kecepatan ini menunjukkan kemampuan kapal selam dalam melakukan manuver cepat di bawah air.
c. Jangkauan Operasi: KRI Nanggala memiliki jangkauan operasi sekitar 8.200 nautikal mil (nmi) atau 15.200 kilometer (km) pada kecepatan 8 knot (15 km/jam), memungkinkan kapal selam ini untuk melakukan operasi jarak jauh yang efektif.
3. Â Sistem Sensor dan Pemroses
KRI Nanggala dilengkapi dengan berbagai sistem sensor dan kendali yang canggih untuk mendukung kemampuan deteksi dan penargetan:
a. Sistem Kendali Senjata: Signaal Sinbad, sebuah sistem kendali senjata yang memberikan kemampuan untuk mengelola dan meluncurkan senjata dengan presisi.
b. Radar Permukaan: Thomson-CSF Calypso, radar permukaan yang digunakan untuk deteksi objek di permukaan laut.
c. Sonar: Atlas Elektronik CSU 3-2, sistem sonar canggih yang memungkinkan kapal selam untuk mendeteksi dan melacak target di bawah air dengan akurasi tinggi.
4. Peralatan Perang Elektronik dan Tipuan
KRI Nanggala juga dilengkapi dengan peralatan perang elektronik dan sistem pertahanan untuk menghadapi ancaman modern:
a. Perang Elektronik: ESM Thomson-CSF DR2000U, yang digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi sinyal elektronik dari ancaman musuh. Sistem ini bekerja sama dengan CMS Kongsberg MSI-90U Mk 2 untuk menyediakan manajemen peperangan elektronik yang komprehensif.
b. Senjata: KRI Nanggala dipersenjatai dengan delapan tabung torpedo 533 mm dan 14 torpedo AEG SUT. Senjata ini memberikan kemampuan tempur yang kuat untuk menghadapi ancaman di bawah air dan melaksanakan misi tempur dengan efektivitas tinggi.
Dengan spesifikasi dan fitur-fitur ini, KRI Nanggala adalah kapal selam yang sangat efektif dan andal dalam melaksanakan berbagai misi di bawah laut, berkat kombinasi teknologi mutakhir dan desain yang diperhitungkan dengan matang.
Kontroversi dan Masalah Operasional
1. Jumlah Awak Melebihi Kapasitas
Salah satu kontroversi utama terkait KRI Nanggala adalah isu jumlah awak yang melebihi kapasitas. Menurut Kepala Staf Angkatan Laut, Yudi Margono, kapal selam ini dirancang untuk menampung hingga 57 orang. Namun, sejumlah pihak, termasuk anggota Komisi I DPR, Mayjen (Purn.) TB Hasanuddin, telah mengungkapkan kekhawatiran mengenai kapasitas sebenarnya dari kapal selam ini. Laksamana Muda TNI Muhammad Ali menjelaskan bahwa batas kapasitas 33 orang sering kali hanya didasarkan pada jumlah tempat tidur yang tersedia, bukan kapasitas aktual kapal selam dalam situasi operasional. Hal ini menimbulkan perdebatan mengenai apakah kapal selam tersebut benar-benar mampu menampung jumlah awak yang diinginkan tanpa mengorbankan keselamatan dan kenyamanan.
2. Keluhan Komandan terhadap PT PAL
Komandan KRI Nanggala, Letnan Kolonel Heri Oktavian, pernah mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap perawatan kapal selam yang dilakukan oleh PT PAL Indonesia. Dalam wawancara dengan Edna C. Pattisna, seorang reporter Kompas, Heri mengeluhkan kualitas dan ketepatan waktu perawatan yang dilakukan oleh PT PAL. Keluhan ini mencakup masalah teknis dan perakitan kapal selam, termasuk isu yang dihadapi dengan perakitan KRI Alugoro (405). Ketidakpuasan ini menciptakan ketegangan antara perwira dan pimpinan terkait pemeliharaan kapal selam, serta menyoroti tantangan yang dihadapi dalam memastikan kapal selam tetap dalam kondisi operasional yang optimal.
3. Masalah Mati Listrik
Masalah operasional lainnya yang pernah dialami oleh KRI Nanggala adalah insiden mati listrik yang terjadi pada 27 April 2021. Dalam sebuah konferensi pers, Laksamana Muda Iwan Isnurwanto, mantan awak kapal selam, menceritakan pengalaman ketika kapal selam mengalami gangguan listrik yang signifikan. Pada saat itu, kapal selam turun ke kedalaman 90 meter dalam waktu 10 detik dan miring 45 derajat ke belakang. Para awak diinstruksikan untuk berpindah ke bagian depan kapal untuk menyeimbangkan kapal selam. Masalah ini disebabkan oleh sekring yang putus, yang mengakibatkan gangguan pada sistem listrik kapal. Kepala kamar mesin berhasil mengatasi situasi dengan menghembuskan tangki pemberat pokok dan tangki tahan tekan untuk menyeimbangkan kapal selam dan mengembalikannya ke posisi stabil.
Insiden-insiden ini menyoroti tantangan yang dihadapi dalam operasional kapal selam, termasuk masalah teknis dan perawatan, serta pentingnya pemeliharaan yang tepat dan kesiapsiagaan kru dalam menghadapi situasi darurat.
Tragedi dan Nasib KRI Nanggala
1. Tenggelamnya KRI Nanggala
Pada 21 April 2021, Indonesia mengalami tragedi yang memilukan ketika KRI Nanggala, kapal selam yang telah lama menjadi kebanggaan angkatan laut, mengalami kecelakaan yang menyebabkan tenggelamnya kapal beserta 53 awaknya. Tragedi ini terjadi di Laut Bali, di kedalaman 838 meter, di mana kapal selam tersebut ditemukan pecah menjadi tiga bagian. Kecelakaan ini bukan hanya menandai salah satu kehilangan terbesar dalam sejarah angkatan laut Indonesia, tetapi juga membawa duka mendalam yang menyelimuti keluarga korban dan seluruh bangsa. Dengan seluruh awak kapal yang terhormat dan berani kehilangan nyawanya, tragedi ini mencerminkan betapa beratnya beban dan risiko yang dihadapi oleh mereka yang melayani di bawah laut.
2. Penyebab dan Investigasi
Penyebab pasti dari tenggelamnya KRI Nanggala masih dalam proses investigasi mendalam. Sementara spekulasi mencakup kemungkinan masalah teknis, kegagalan sistem, atau kesalahan manusia, tim gabungan TNI Angkatan Laut dan berbagai pihak terkait bekerja tanpa lelah untuk mengungkap penyebab sebenarnya dari tragedi ini. Investigasi ini bertujuan untuk mencari kejelasan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan tersebut, serta untuk memastikan bahwa langkah-langkah pencegahan diambil agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Proses ini tidak hanya membutuhkan keahlian teknis tetapi juga perhatian penuh terhadap detail dan keadilan bagi para korban.
3. Dampak Tragedi
Kehilangan KRI Nanggala membawa dampak emosional dan praktis yang mendalam bagi angkatan laut dan masyarakat Indonesia. Tragedi ini bukan hanya merenggut nyawa para awak kapal yang berani, tetapi juga menimbulkan duka yang mendalam bagi keluarga mereka dan kesedihan yang menyelimuti bangsa. Selain dampak emosional, tragedi ini menimbulkan kritik terhadap pengelolaan dan pemeliharaan kapal selam, serta mendorong pemerintah dan angkatan laut untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem serta prosedur yang ada. Dalam menghadapi dampak ini, penting bagi semua pihak untuk bekerja sama dalam memperbaiki kekurangan dan memastikan keselamatan awak kapal di masa depan.
Kehilangan ini adalah pengingat yang menyentuh hati akan risiko yang dihadapi oleh mereka yang berdedikasi untuk melayani negara, serta pentingnya komitmen untuk keselamatan dan kesiapsiagaan dalam setiap aspek operasi angkatan laut.
Warisan dan Peninggalan KRI Nanggala
1. Kontribusi Terhadap Angkatan Laut
Selama masa operasionalnya, KRI Nanggala memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kekuatan maritim Indonesia. Kapal selam ini berperan penting dalam melindungi perairan nasional dan melaksanakan berbagai misi strategis yang mendukung keamanan dan kedaulatan negara. Dengan kemampuan teknologinya yang canggih dan desain yang mutakhir, KRI Nanggala adalah simbol dari kemajuan angkatan laut Indonesia dan komitmen negara dalam menjaga keutuhan wilayahnya. Keberadaan kapal selam ini tidak hanya memperkuat pertahanan maritim tetapi juga meningkatkan kemampuan taktis dan strategis angkatan laut Indonesia.
2. Peninggalan Sejarah dan Budaya
KRI Nanggala juga meninggalkan warisan budaya dan sejarah yang mendalam. Nama "Nanggala," yang diambil dari senjata Prabu Baladewa dalam pewayangan Jawa, menghubungkan kekuatan militer dengan nilai-nilai budaya bangsa. Nama ini bukan hanya mencerminkan kekuatan dan kebijaksanaan tetapi juga melambangkan hubungan antara militer dan budaya dalam konteks nasional.
Tragedi yang menimpa KRI Nanggala menjadi bagian dari catatan sejarah yang penuh emosi dan akan dikenang oleh generasi mendatang. Kejadian ini menggarisbawahi tantangan dan risiko yang dihadapi oleh angkatan bersenjata dalam menjaga kedaulatan maritim. Warisan KRI Nanggala adalah pengingat akan dedikasi dan pengorbanan para awaknya, serta akan pentingnya memperbaiki sistem dan prosedur untuk keselamatan di masa depan.
Sebagai bagian dari sejarah angkatan laut Indonesia, KRI Nanggala akan selalu dikenang dalam konteks perjuangan, kemajuan, dan pengabdian. Kisahnya akan terus menjadi bagian dari narasi yang menggambarkan perjalanan dan perkembangan kekuatan maritim Indonesia, serta pengaruhnya terhadap budaya dan identitas nasional.
Kesimpulan
KRI Nanggala (402) berdiri sebagai simbol kekuatan dan tantangan yang dihadapi oleh TNI Angkatan Laut Indonesia. Dengan sejarah yang panjang dan penuh warna, kapal selam ini telah menorehkan jejak mendalam dalam catatan sejarah maritim negara. Dari momen kebanggaan dalam memperkuat pertahanan maritim Indonesia hingga tragedi yang menimpa kapal ini, KRI Nanggala mencerminkan kompleksitas dan risiko yang inheren dalam tugas-tugas militer.
Kehilangan KRI Nanggala dan 53 awaknya adalah pengingat yang menyentuh tentang pentingnya perawatan dan keselamatan dalam operasional militer. Tragedi ini menekankan perlunya perbaikan berkelanjutan dalam sistem dan prosedur untuk memastikan keselamatan personel dan mencegah kejadian serupa di masa depan.
Sementara masyarakat dan angkatan laut berduka atas kehilangan ini, penting untuk menghormati jasa-jasa KRI Nanggala yang telah melindungi perairan Indonesia dengan dedikasi dan keberanian. Warisan yang ditinggalkan oleh kapal selam ini adalah pengingat akan komitmen dan pengorbanan yang diperlukan dalam menjaga kedaulatan dan keamanan negara. Ke depan, langkah-langkah perbaikan harus diambil untuk memastikan bahwa pelajaran dari tragedi ini diterapkan secara efektif, menjaga kehormatan dan memajukan angkatan laut Indonesia dengan penuh tanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H