Bismillah... ku mengawali tarian jemari penuh semu harapan.
Keyakinan (Al-imanu) terkadang merunduk, rukuk, tegak congkak hingga acuh.
nampak hamparan hampa tumbuh pohon bambu kurus, kering, kronta terombang-ambing oleh angin,
walau kenyataannya sangat kokoh karena akarnya.
sungguh fluktuatif...
rasanya berat untuk selalu memandang lurus hiasi pijakan konkrit.
"TUHAN"
Engkau eksistensi tertinggi.
Aku sangat yakin itu, harga mati buat diriku.
dan saat ini, sepertinya rasa ini sudah tumbuh sejak awal aku mengayunkan langkah di atas bumi asing buat diriku.
"Al-imanu yazid wa yankus"
Dzikir yang merupakan perantara hati untuk selalu mengingat-Mu, merekam kebijaksanaan-Mu, dan terkadang sesekali bersemayam di atas hamparan sajadah-Mu kini enggan untuk dilafadzkan.
"itu aku"
waktu terus menampakan Siapa aku?
menghujam kelu.
Asa kian menjadi tabu.
Aku ingin kembali menyibak anggun paras-Mu.
sejuk meronta,
damai dalam sunyi.
bertabur pelbagai cipta rasa melampaui batas limit.
berubah menjadi jingga hingga atmosfer subuh terasa.
sajak pun tak bisa lagi berucap. "sepotong sketsa ketika Aku bersama-Nya"
meciptakan kenyataan demikian sungguh sulit terasa.
benar-benar mencintai sang pencipta,
pemilik waktu,
telaga tentram,
pusaran sejuk,
Engkaulah TUHAN
tiba-tiba aku merindukan-Mu
Aku = Siaja saja yang merindukan Tuhan saat ini
kos, 30 Desember 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H