Mohon tunggu...
Fariz Rifqi Ihsan
Fariz Rifqi Ihsan Mohon Tunggu... -

i'm study at\r\nurban & Regional planning-ITS ,spatial Analyst,social development , nationalist radical, GmnI ITS kota Surabaya, like discussion, etc

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merencanakan Kota di Indonesia Berdasarkan Geopolitik Dalam Menyemai Kearifan Lokal Wilayah

26 April 2013   04:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:35 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota merupakan lingkungan yang sangat ramah bagi tumbuhnya berbagai gagasan baru. Sebuah kota menjadi tempat bagi pertukaran gagasan yang muncul dari corak masyarakat yang ragam yang sekaligus menjadi wadah bagi mereka untuk menciptakan pembahruan. Persoalan sosial yang timbul pun lebih kompleks. Kesenjangan sosial pun sangat lebar yang memunculkan ketidakpuasan dari kelompok-kelompok yang selama ini merasa dipinggirkan. Kota menjadi ranah bagi konflik maupun perselisihan yang tidak kentara di antara kelompok sosial.

Kota sendiri selalu mempunyai entitas sosial yang hetrogen, kecuali secara fisik. Dengan perkembangan teknologi yang terbatas dalam transportasi dan komunikasi, kota-kota masih dapat dipisahkan dari daerah-daerah sekitarnya yang bukan kota. Pemahaman tentang urban meliputi karakter kekotaan yang dimiliki oleh masyarakat kota tersebut yang sifatnya lebih dinamis.

Akan tetapi Pertumbuhan dan pembangunan kota-kotanya secara umum hari ini tumbuh dan berkembang secara alami tanpa dilandasi perencanaan kota yang menyeluruh dan terpadu . berbagai macam peran para investor hari ini meluluh lantakan sebuah harapan terhadap identitas wilayah termasuk tentang peran masyarakat didalamnya, maka perlunya melihat segi geopolitik dalam sebuah perencanaan kota dalam menentukan pada arah kearifan local wilayah tersebut.

Secara umum geopolitik adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri, lingkungan, yang berwujud Negara kepulauan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 .Menurut Friedrich Ratzel, pemikir Jerman, mencoba untuk memberi rumusan yang lebih jelas tentang geopolitik. Belajar dari Darwin dan Ernst Heinrich Häckel, seorang zoolog (ilmu yang mempelajari perilaku binatang) asal Jerman, ia berpendapat, bahwa negara adalah suatu entitas organik yang bertumbuh, sama seperti mahluk hidup. Sehat atau tidaknya suatu negara amat ditentukan dari sejauh mana ia memiliki hubungan yang baik dengan ekosistem sekitarnya, yakni dengan keadaan geografis dan geologis sekitarnya.

Geopolitik mengajarkan, bahwa sebuah masyarakat dan negara harus memiliki hubungan spiritual yang mendalam dengan ekosistem tempat ia hidup. Inilah yang saya sebut sebagai kesadaran geopolitik (Geopolitik Bewußtsein). Dengan kesadaran geopolitik semacam ini, sebuah masyarakat dan negara akan hidup dalam harmoni erat dengan lingkungannya, baik itu lingkungan sosial (budaya, tradisi), maupun lingkungan alam natural (geografis dan geologis). Inilah yang menjadi kunci kemajuan sebuah Negara.

Dari kesadaran geopolitik yang ada. Dapat membuat Sistem dalam merencanakan kota dibangun untuk melahirkan kultur dan perilaku yang khas sebagai kearifan local dan identitas wilayah. paradigma pembangunan sekarang ini di Indonesia tidak berpijak pada kesadaran geopolitik yang kokoh, sehingga semuanya tidak cocok dengan situasi masyarakat dan alam yang nyata . sehingga kearifan local yang ada pada wilayah itupun menjadi pudar.

Ada beberapa hal yang menyebabkan kearifan lokal tersebut menghilang terjadi karena. Pertama, terjadi kesenjangan sosial yang sangat lebar. Warga kota pendatang yang berpunya menempati permukiman khusus sehingga sering disebut gated communities. Mereka menikmati fasilitas yang disediakan oleh pengembang dan sedikit sekali memiliki interaksi dengan lingkungan kotanya. Dalam pergaulan sosial mereka memiliki preferensi yang didasarkan oleh kelompok sosial ekonomi tertentu. Golongan pendatang ini menguasai hampir 70 persen dari asset-aset ekonomi kota. Sementara itu, kelompok miskin yang rata-rata warga asli wilayah tersebut menempati ruang-ruang marjinal dengan fasilitas yang sangat minim.

Kedua, kota menjadi tempat bagi tumbuhnya konflik politik identitas. Warga kota-warga kota berkumpul dan berinteraksi dengan kelompoknya yang memiliki afiliasi suku maupun daerah asal pendantang. hal ini menjadi tantangan bagi perencana untuk mengikat kewargaan kota (citizenship) melalui komunikasi yang diperluas dalam menyusun sebuah rencana.

Hari ini yang perlu dilakukan sekarang adalah memahami wilayah tempat kita hidup dan berkembang. Kita perlu membangun dan mengembangkan kesadaran geopolitis yang kokoh di dalam bidang perencanaan kota. Dengan kesadaran geopolitik tersebut, kita bisa mulai menata ulang sistem-sistem perencanaan kotayang ada, supaya sesuai dengan keadaan wilayah yang kita miliki. Kita pun bisa menata ulang kultur kita sebagai bangsa, supaya juga sejalan dengan keadaan geopolitik yang kita punya.

Orang bilang, kemajuan suatu bangsa diukur dari tingkat ekonominya. Menurut saya, itu pendapat yang amat salah. Kemajuan suatu bangsa diukur dari sejauh mana bangsa kita memiliki identitas yang jelas dan tegas terkait dengan ekosistemnya (alam maupun sosial), lalu membangun seluruh sistem perencanaan kota yang hidup bersama dan kultur yang sesuai (kompatibel) dengan keadaan wilayah tersebut. Kemajuan ekonomi hanyalah konsekuensi logis dari kejelasan dan ketegasan identitas nasional suatu bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun