"T-terima kasih K-kolonel..."
Senja telah mulai berganti dengan gemerlap. Peralihan waktu siang ke malam hampir tiba, sudah waktunya masalah di kedai tersebut diselesaikan. Kolonel Vogel dengan gagah kembali ke kursinya. Setelahnya menepuk pundak Yono dan menggoyang-goyangkan tubuhnya yang lunglai dan lesu itu dengan begitu pelan, "Puk.. , Puk..".
"Jurusan apa di Leiden ?" tanya Kolonel Vogel
"J-j-jurusan ?"
"Ya, hukum atau sosial politik ?"
"H-hoofdvaak R-rechten (Jurusan Ilmu Hukum)"
"Hmm, sulit itu pasti" Kolonel Vogel mengeluarkan satu batang rokok. Api dipantik dari batang korek yang hampir patah. Tidak ingin mengudut sendiri, Kolonel Vogel menawarkan kepada Yono, hanya saja Yono menolak dengan melambaikan tangan kirinya.
"Kau tahu. Di antara sebagian belahan bumi yang dijajah oleh Belanda, aku begitu terkagum dengan kalian orang-orang Indonesia. Dahulu aku sempat berpikir untuk menghina kalian seperti prajurit belanda yang barbar itu. "Inlander", huh !" ujar Kolonel Vogel
"Fuh..." asap rokok membumbung seperti awan, pikir Yono yang mulai berhalusinasi tetapi mencoba terus mempertahankan kesadarannya.
"Terus terang saja, mereka yang mengatakan kalian Inlander itu lebih bodoh dari seekor monyet yang memakan kulit pisang. Contoh saja prajurit itu memperjuangkan emosi yang membawa korban tidak bersalah, aku jamin dia adalah prajurit yang selalu berbaris paling belakang ketika hendak perang. Nah, kalau soal perjuangan kalian itu yang aku takutkan"
"Fuhh...."