"Turunkan senjata kalian !" tegas Kolonel Vogel
"Tetapi pak.."
"Berani melawan perintah atasan. Cepat lakukan saja perintahku !"
Semua prajurit menurunkan senjata api mereka. Ada yang memasukan kembali senjata api ke dalam sarungnya, sebagian yang lain memilih untuk tetap menggegam, takut apabila para pribumi itu memilih untuk memantik senpi mereka. Kolonel Vogel tetap bersikap tenang, dirinya terlebih dahulu mengambil sebatang rokok yang tersingkap di balik saku baju dinasnya, dan meminta bawahannya untuk menghidupkan rokok yang telah terselip diantara kedua bibirnya.
"Fuh.." Kolonel Vogel menghemburkan asap ke arah langit plafon
"Aku takjub dengan tekad kalian"
Rudi dan Roland menurunkan senjata api mereka. Sadat juga berpaling, dan menatap Van Dirk yang masih tetap mengacungkan senjata laras panjangnya itu ke arah dirinya.
"Santai pak tua. Semuannya sudah mulai kembali kondusif. Bisakah dirimu menurunkan senjata laras panjangmu itu ?" ujar Sadat dengan duduk kembali ke meja bar dan mengambil segelas brendi miliknya yang masih tersisa untuk dihirup.
"Huh ?!" Van Dirk merasa kecewa, tetapi apa boleh buat bila Kolonel Vogel telah berkata.
"Jarang mengetahui ada pribumi yang begitu lacang datang kedai ini. Duduk langsung di meja bar, setelahnya memesan brendi yang seharusnya hanya dapat diminum oleh orang-orang Belanda seperti kami. Meskipun demikian, aku sangat begitu menolak dengan keberadaan kalian para pribumi yang membawa senpi kemanapun kalian pergi. Bagi diriku, walaupun kalian berstatus sebagai mahasiswa, berdasarkan prosedur militer kalian dapat dikategorikan sebagai pemberontak"
"Jadi dirimu berniat menangkap kami dengan delik kepemilikan senjata ilegal atau   apa ?" ujar Rudi