Hai, perkenalkan nama saya Rizki. Lahir di Cirebon dan sedang menjalani perkuliahan semester tujuh di Institut Pertaninan Bogor (IPB). Ini adalah tulisan pertama saya di kompasiana. Awalnya adalah untuk memenuhi tugas perkuliahan dalam Mata Kuliah Ekonomi Politik. Di dalam tulisan ini, saya akan berbagi pengalaman dan opini seputar peran mahasiswa dalam mengabdi untuk masyakat.
73 tahun Indonesia merdeka dan sudah 55 tahun Institut Pertanian Bogor mendidik putera-puteri terbaik bangsa. Sebelum IPB meluluskan seorang sarjana muda, mewajibkan mahasiswanya untuk hidup bersama masyakat desa selama 40 hari. Pertanyaanya, kenapa banyak di pedesaan ?
Jawaban singkat setelah saya telisik perbedaan pedesaan dengan perkotaan adalah pembangunan dan pertumbuhan. Terjadi ketimpangan yang signifikan antara pembagunan di desa dan kota.Â
Contoh konkret pada November 2018 berkesempatan untuk mengunjungi desa Dabong, Kalimantan Barat nampak pada gambar kondisi infrastruktur atau jalan utama menuju desa tersebut ini yang sangat buruk untuk dilalui. Kondisi yang berbeda pada Gambar 2 menunjukan akses jalan yang baik pada Kota Bandung.Â
Adapun sisanya sebesar 5,54 persen berada di pulau-pulau lainnya. Hal ini menjadi alasan mengapa saya tertarik mengunjungi desa di luar pulau jawa dan tentunya jadi motivasi untuk mengabdi bagi teman-teman mahasiswa.
Sedikit berbagi dari pengalaman Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) di Desa Dalil, Kabupaten Bangka. Mayoritas masyarakatnya adalah suku melayu dan bekerja sebagai petani. Sumber pendapatan mereka adalah dari petikan lada, tetesan getah karet dan bongkahan buah sawit. 3 komoditas yang banyak ditanami warga desa Dalil tersebut mengalami masalah tahunan yaitu harga turun drastis (anjlok).Â
Pada komoditas lada dari harga Rp. 185.000 perkilo menjadi Rp. 55.000 perkilo. hal yang sama ditemui pada harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang turun dari Rp. 1.500 perkilo menjadi Rp. 700 perkilo. Selain itu terdapat permasalahan hama pada penyakit lada diantara penyakit kuning dan busuk pangkal batang yang dapat menurunkan produktivitas petani hingga gagal panen. Berikut adalah gambar penyakit pada tanaman lada.
Berbekal pengetahuan dan pengalaman yang terbatas tentang pertanian, ada kalanya mahasiswa berperan sebagai mediator yang menjebatani antara petani dan peneliti. Ini adalah sebuah upaya mempertemukan masalah dengan solusinya. Hal yang bisa dilakukan pada kesempatan ini yaitu mengundang pakar pertanian, pakar penyakit tanaman untuk berbagi kisah sukses pada petani dan melakukan praktik langsung secara demostratif. Berikut adalah dokumentasinya.
Selain itu, kami sampaikan potensi desa yang bisa dikembangkan seperti pariwisata yang berbasis pertanian atau agrowisata pada desa tertentu. Hal ini menjadi pengalaman asyik sekaligus membantu masyarakat desa meningkatkan kualitas hidupnya dengan sedikit memcahkan permasalahan yang ada.
Kesimpulannya, pengabdian ini tidak berhenti pada hari ke-41 namun tetap berlanjut hususnya mahasiswa yang punya tanggung jawab dalam tridarma perguruan tinggi untuk mengabdikan diri pada masyarakat.Â
Bagi saya, apa yang sudah saya terima dari Negara termasuk pendidikan sudah sepatutnya mendatangi masyarakat untuk memberi sebanyak mungkin manfaat dari ilmu yang telah diperoleh. Dengan mengabdi, ilmu kita jadi makin bertambah dan makin erat tali persaudaraan kita dengan masyarakat.
Sekian.
Farizki Ghinadi, Mahasiswa Ekonomi IPB
Sumber :
1. ekonomi.kompas.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H